Thursday, August 14, 2025

THEN LOVE BAB 8 : BANYAK SAINGAN

 

BAB 8 – BANYAK SAINGAN

 


“Kita mau ke mana?” tanya Delana begitu ia sudah di perjalanan bersama Chilton.

“Nonton aja. Bete banget aku main game. Si Chillo bikin rusuh!” celetuk Chilton sembari menyalakan mesin mobilnya.

“Kok bisa sih dia dapet foto kamu?” tanya Delana. Ia merogoh bedak dari dalam tasnya. Menepuk-nepuk pipinya dengan spon bedak agar wajahnya tidak terlihat begitu mengkilap.

“Ck, gara-gara si Attala vc sama dia. Aku pikir mereka ngobrol lewat telepon kayak biasanya. Sekalinya vc. Aku kan duduk di belakang Attala tuh, di screenshoot sama dia. Parah tuh cewek.”

“Nggak nyangka aja dia ngeshare foto kamu dan semuanya jadi seheboh itu,” tutur Delana sambil memoleskan lipstik tipis ke bibirnya. Ia melihat wajahnya di cermin sembari memonyong-monyongkan bibirnya.

“Kenapa sih cewek demen banget dandan?” tanya Chilton sambil melirik Delana.

“Karena cowok demennya sama cewek yang cantik.” Delana tersenyum.

“Oh, jadi cewek dandan itu buat narik perhatian cowok?”

“Hmm ...” Delana memutar bola matanya. “Sepertinya begitu ...”

“Nggak semua cowok tertarik sama cewek yang suka dandan.”

“So?”

Chilton tak menjawab. Ia fokus menatap jalanan yang ada di depannya.

“Kamu sendiri suka cewek yang dandan atau enggak?” tanya Delana.

“Aku suka cewek yang dandan ...”

“Nah, itu!”

“Aku belum selesai ngomong!”

“Oh ... lanjutin!”

“Aku suka cewek yang dandan tapi nggak berlebihan juga kayak badut. Buatku, cewek yang bisa merawat dirinya sendiri dengan baik adalah cewek yang punya kepedulian dan kasih sayang lebih.”

“Terus? Kalo cewek yang nggak dandan artinya nggak punya rasa peduli?”

“Ya, nggak gitu juga. Tapi, biasanya cewek yang suka merawat diri itu tipe cewek yang suka memperhatikan hal-hal kecil.”

Delana mengangguk-anggukkan kepalanya. “Contohnya ... kamu yang belum bersihin tahi matamu.” Delana menyondongkan badannya menatap Chilton.

“Hah!? Mana bisa!” Chilton langsung membersihkan ujung mata dengan jemarinya. Ia tak mendapatkan kotoran mata dari ujung matanya.

“Hehehe ... bercanda,” tutur Delansa sambil cengengesan.

“Waluhnya pang!” Chilton mengacak ujung kepala Delana.

“Eits ... jangan diacak-acak rambutku!” pinta Delana sambil merapikan rambutnya. “Ini perawatannya mehong, boo. Kalah-kalah perawatannya Teteh Syahrini,” ucap Delana dengan gaya berlebihan.

Chilton bergidik melihat tingkah Delana. “Geli aku lihat kamu kayak gitu.”

“Geli kenapa?”

“Kayak banci.”

“Lah? Aku kan cewek tulen, bukan banci. Wajar kalee aku ngomong gitu.”

“Nggak usah dilebay-lebaykan gitu ngomongnya. Biasa aja!” ucap Chilton.

“Hehehe. Siap bos!” Delana mengangkat tangannya memberi hormat pada Chilton. “Eh, ngomong-ngomong ... kamu nggak papa pergi ke mall?” tanya Delana.

“Nggak papa. Kenapa emangnya?” tanya Chilton.

“Takut aja diserbu sama cewek-cewek di sana.”

“Ya ... kan ada kamu.”

“Apa hubungannya?”

“Nanti aku bisa gandeng kamu. Terus ... kamu pasang aja muka jutek setiap kali ada cewek yang mau deketin aku!”

“Idih ... ogah banget!”

“Kenapa?”

“Lah? Aku cuma dimanfaatin doang.”

“Yaelah ... nolongin temen sekali-sekali.”

“Iya!” Delana melotot ke arah Chilton. “Nanti aku biarin aja tuh cewek-cewek nyerbu kamu!”

“Jangan, lah!”

“Bukannya kamu udah biasa digila-gilai banyak cewek kayak gitu?” tanya Delana.

“Risih aku sama cewek terlalu agresif. Masih mending kalo cuma say hello doang. Kadang ada yang narik-narik baju, nyubitin. Mereka nggak tahu kalo aku tersiksa banget digituin.” tutur Chilton.

Delana mengernyitkan dahinya. “Gimana dengan aku?” tanyanya kemudian.

“Kamu? Kenapa?”

“Apa bedanya aku sama mereka? Aku juga ...”

“Beda, lah. Kamu emang agresif tapi nggak anarkis.”

“Bahasamu ... ngeri!”

Chilton tertawa kecil.

Delana terdiam. Ia dan cewek-cewek itu sama. Sama-sama mengejar cinta Chilton. Apa Chilton juga risih dengannya?

Delana mengelus lengan kanannya dan membuang pandangannya ke luar jendela. Ia tak bicara sedikitpun. Hanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Cewek secantik Chillo saja tidak membuatnya tertarik. Bagaimana dengannya yang hanya memiliki kecantikan standar?

“Del ...!” panggil Chilton lirih.

“Ya.” Delana menoleh ke arah Chilton.

“Kamu kenapa?” tanya Chilton tanpa menoleh ke arah Delana, ia tetap fokus menyetir.

“Eh!? Nggak papa.”

“Aku bisa ngerasa kalo ada yang berubah dari kamu.”

Delana tersenyum lebar. “Oh ya? Masa sih?”

“Iya. Orang yang selalu ceria dan ekspresif kayak kamu itu bakal kelihatan banget saat kamu ngerasa nggak nyaman sama sesuatu.”

“Kamu tahu dari mana?”

“Dari pengamatan aku.”

“Sok, tahu. Aku nggak papa.” Delana tersenyum menatap Chilton.

“Maaf, kalau kata-kataku ada yang bikin kamu tersinggung.”

Delana tersenyum kecut. “Nggak ada ... aku cuma ngerasa semakin nggak pantes aja ada di sisi kamu saat ini,” batin Delana.

Chilton membelokkan mobilnya masuk ke parkiran pusat perbelanjaan.

“Hei, jangan cemberut terus!” Chilton menggoyang-goyangkan rahang Delana.

“Apaan sih?” Delana melepaskan tangan Chilton dari wajahnya.

“Ya, udah. Turun, yuk!” Chilton melepas safety belt dan membuka pintu mobil.

“Chil ...!” Delana menahan lengan Chilton.

Chilton menoleh ke belakang, ia kembali membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Delana. “Kenapa?”

“Apa kamu sering kayak gini?”

Chilton mengernyitkan dahinya. “Maksudnya?”

“Ngajak cewek nonton film,” tutur Delana lirih.

Chilton tertawa kecil. Ia menatap Delana serius. “Ini yang pertama.” Ia menatap mata Delana sesaat dan kembali menarik dirinya untuk keluar dari mobil.

“Oh, ya. Satu lagi.” Chilton menoleh ke arah Delana. “Kamu satu-satunya cewek yang masuk mobil aku selain Mama,” ucap Chilton. Kemudian ia langsung keluar dari mobil.

Delana menghela napas. Ia tersenyum bahagia dan keluar dari mobil dengan perasaan berbunga-bunga.

Chilton menggenggam tangan Delana, mereka menaiki eskalator menuju bioskop yang ada di lantai dua. Mereka menyadari kalau ada banyak pasang mata yang memerhatikan mereka semenjak mereka memasuki pintu mall.

“Mau nonton film apa?” tanya Chilton begitu mereka sudah sampai di bioskop di salah satu pusat perbelanjaan.

Delana melihat jadwal film yang akan diputar hari ini. Ada beberapa film mancanegara dan film lokal. Ia bingung harus menonton film apa bersama cowok yang ia sukai untuk pertama kalinya.

“Aku mau nonton Princess Jasmine ya?” pinta Delana.

“Yang mana Princess Jasmine?” tanya Chilton mengamati judul film yang ada di schedule pemutaran hari ini.

“Aladdin ...” Delana menatap Chilton dengan mata berbinar.

“Oh ... yang ini?” tanya Chilton menunjuk judul film Aladdin.

Delana menganggukkan kepala.

“Ini kan film anak-anak,” tutur Chilton.

“Iih ... bukan!”

“Dongeng kayak Cinderella gitu kan?” tanya Chilton.

“Iya. Tapi, itu bukan dongeng untuk anak-anak. Dongeng untuk orang dewasa.”

Chilton mengernyitkan dahinya. “Ada dongeng untuk orang dewasa?”

“Ada.”

“Itu kan kartun, Del. Males ah kalo nonton kokos gitu.”

“Bukan. Ini live action-nya. Bukan kartun.”

“Beneran?” tanya Chilton kurang yakin.

“Astaga ... nggak percayaan bener sih?”

“Awas aja kalo kartun!”

“Tanya sama mbaknya kalo nggak percaya!” tutur Delana sambil menunjuk karyawan yang melayani penjualan tiket.

“Ini kartun apa bukan, Mbak?” tanya Chilton.

“Bukan, Mas. Ini live actionnya. Masnya bisa lihat poster yang ada di sana!” pegawai itu tersenyum sembari menunjuk poster film yang ada di dalam neon box.

“Tuh, kan? Dibilangin nggak percaya!” Delana menjulurkan lidahnya.

“Iya. Aku percaya.”

Chilton langsung memesan tiket dan memilih kursi di paling belakang. Ia juga membeli satu kantong popcorn ukuran besar dan dua botol minuman dingin untuknya dan Delana.

“Aku baru tahu ada dongeng untuk dewasa. Bukannya cerita-cerita kayak gitu untuk anak-anak ya?” tanya Chilton begitu mereka masuk ke ruang tunggu. Jadwal pemutaran film masih setengah jam lagi dan mereka menunggu di depan pintu teater.

“Ck ... logikanya ... mana ada dongeng anak-anak tentang gimana seorang puteri jatuh cinta atau pangeran sedang jatuh cinta. Soal gimana caranya mendapatkan cinta sejatinya sampai mereka Happily ever after. Dongeng buat anak-anak itu Si Kancil.”

“Tapi, selama ini cerita tentang Prince dan Princess itu masuk ke dongeng anak-anak.” Chilton terlihat berpikir. Kenapa bisa masuk ke dalam dongeng anak padahal isinya memang cerita tentang percintaan orang dewasa.

“Iya ... anak-anak suka menghayal menjadi puteri yang cantik dan pangeran tampan. Itu memang masuk cerita anak, tapi berkonten dewasa.”

“Jadi, salah siapa dong?” tanya Chilton.

Delana mengedikkan bahunya. “Nggak ada yang salah. Lihat aja, tuh! Anak-anak juga ada yang nonton.” Delana  menunjuk anak kecil berumur sekitar sepuluh tahun yang datang bersama ibunya mengenakan baju ala Princess Jasmine.

“Ada adegan dewasa nggak sih?” tanya Chilton.

“Ada, lah. Mana ada sih film dewasa yang nggak ada adegan dewasanya. Tapi, paling cuma sebatas ciuman doang,” jawab Delana.

Chilton langsung menoleh ke arah Delana yang duduk di sampingnya. “Ciuman?” Chilton menunjuk bibirnya sendiri. Ia sudah sering menonton film dan adegan seperti itu menjadi hal yang biasa.

Delana menganggukkan kepala.

Chilton tertawa kecil. “Kalo abis nonton trus pengen ciuman juga gimana?”

Delana mengangkat kedua alisnya. “Kamu kok mikirnya sampe ke situ?”

“Ya ... bisa jadi, kan? Orang kita yang udah dewasa aja rasanya deg-degan lihat adegan ciuman gitu. Pengen juga.”

“Dasar mesum!” celetuk Delana.

“Halah ... paling kamu juga pengen kan kalo lihat begituan?” goda Chilton.

“Enggak, ih!”

“Bohong! Orang normal pasti pengen.”

Delana terdiam. Ia tak bisa mengiyakan juga tak bisa mengelak ucapan Chilton. Bisa jalan bareng cowok yang dia suka saja sudah membuatnya bahagia. Apalagi dicium sama cowok yang dia cintai.

“Nggak usah dibayangin!” celetuk Chilton. “Aku mau ke toilet dulu.” Chilton menyodorkan popcorn dan botol minuman ke arah Delana.

Delana mencebik ke arah Chilton. Sementara Chilton tertawa kecil sembari melangkahkan kakinya menuju toilet.

Delana duduk di kursi depan pintu teater 3 sembari menikmati popcorn, ia melihat jam di ponselnya. Pemutaran film masih dua puluh menit lagi.

Delana melihat ke sekelilingnya, beberapa pengunjung mulai berdatangan menunggu pemutaran film selanjutnya.

Delana memerhatikan beberapa cewek yang terlihat sibuk berfoto-foto ria. Ada juga sepasang kekasih yang terlihat duduk berdua sambil berbincang-bincang mesra.

Beberapa menit kemudian, Chilton muncul dan langsung duduk di sebelah Delana.

Beberapa cewek terlihat melongo karena terpesona melihat Chilton, ada juga yang berteriak histeris.

“Aargh ... ganteng banget! Foto bareng, dong!” pinta salah satu cewek tanpa malu-malu menghampiri Chilton. Hal ini membuat cewek-cewek yang lain juga ikut berebut berfoto bersama Chilton.

Delana melongo melihat Chilton yang sudah ditarik oleh cewek-cewek yang mengajaknya berfoto bersama. “Mereka nggak lihat aku apa ya?” batin Delana kesal karena kehadirannya tidak dianggap sama sekali. Ia sama sekali tidak merespon, ia tetap duduk di tempatnya.

“Ck, kabur dari netizen di game online malah ketemu netizen di dunia nyata. Ini mah lebih garang,” gumam Delana.

Bukannya habis, cewek yang mengerubungi Chilton justru semakin bertambah dan mulai menimbulkan keributan.

“Mas, aku juga dong!” pinta pengunjung lainnya yang baru datang.

“Aku juga minta foto ya Mas, bareng anakku ya. Kamu ganteng banget!” Ibu-ibu juga tak mau kalah, mereka ikut berebut untuk berfoto bersama Chilton.

“Mas, cubit pipinya dong! Biar ketularan gantengnya.” Salah satu ibu yang sedang hamil tak sungkan menyubit pipi Chilton. Chilton hanya meringis menanggapi perlakuan ibu-ibu padanya.

Chilton mulai tidak nyaman dengan bertambahnya orang yang memintanya untuk berfoto bersama.

“Del, tolongin aku dong!” pinta Chilton.

Delana hanya tersenyum menanggapi permintaan Chilton, ia sama sekali tidak berkeinginan untuk ikut menciptakan keributan. Ia malah asyik memakan popcorn sembari menatap Chilton yang sedang dikerubungi para cewek dan ibu-ibu.

Chilton menatap kesal ke arah Delana karena ia terlanjut dikerubungi dan tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari kerumunan orang banyak. Sementara tangan Chilton masih ditarik ke sana ke mari untuk sekedar berfoto bersama.

Delana sendiri tak mau bergabung ke dalam kerumunan dan membuatnya terlihat konyol.

“Del, help!” Chilton mulai kesal dengan cewek-cewek yang mengerubungi dirinya.

Menyadari ada keributan yang semakin tak terkendali, petugas keamanan langsung menghampiri dan meminta para cewek untuk tidak mengerubungi Chilton.

“Mbak-mbak, mohon perhatiannya untuk bisa tertib. Kasihan masnya, dia cuma satu orang dikerubungi segini banyak. Tolong bisa menjauh dan jaga jarak!” pinta petugas keamanan tersebut.

Chilton tersenyum lega karena akhirnya petugas keamanan bisa menyelamatkannya. Ia menepiskan tangan cewek yang masih menggenggam lengannya. Kemudian ia merapikan bajunya yang sudah tak karuan karena ditarik-tarik oleh beberapa cewek yang memintanya untuk berswafoto.

“Masnya bisa ikut kami?” sapa karyawan cewek yang tiba-tiba menghampiri Chilton.

“Hah!? Buat apa, Mba?” tanya Chilton.

“Demi keamanan dan kenyamanan. Masnya bisa menunggu di dekat petugas.”

Delana mengerutkan hidungnya saat Chilton berjalan ke meja petugas bersama karyawan petugas bioskop. Ia lebih kesal lagi ketika cewek itu juga mengajaknya foto bareng.

Chilton menahan kekesalan karena karyawan bioskop justru ikut-ikut menahannya. Ia memang aman dari serangan cewek-cewek yang mengerubunginya. Tapi, ia mulai gusar melihat Delana yang duduk sendirian di kursi tunggu.

Delana mencoba untuk tenang, ia tak ingin mencari keributan. Kalau memang Chilton menganggapnya ada, ia akan kembali ke sisinya. Jika cowok itu memilih bersama yang lain, ia tak bisa berbuat apa-apa karena ia sadar kalau ia bukan siapa-siapa di mata Chilton.

“Hai ...!” Tiba-tiba seorang cowok menghampiri Delana dan menyapa dengan ramah.

Delana terkejut melihat cowok asing yang sudah duduk di sampingnya. Ia melirik ke arah Chilton yang masih berdiri di dekat meja petugas.

“Boleh kenalan?” tanya cowok itu.

Delana hanya menanggapinya dengan senyuman. Sementara Chilton langsung mengepalkan tangannya begitu melihat cowok yang mendekati Delana. Ia tak tahan melihat Delana digoda cowok lain. Terlebih, datang dua cowok lagi yang juga mendekati Delana.

Chilton langsung melompat melewati pembatas.

“Loh? Mas?” petugas jaga mencoba mencegah Chilton keluar.

“Maaf, Mbak. Saya nggak ngelakuin kriminal. Jadi, nggak usah tahan saya kayak gitu lagi!” sentak Chilton. Ia berlari menghampiri Delana yang tidak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya sejak mereka tiba.

“Kalian ngapain?” tanya Chilton pada tiga cowok yang sedang mengajak Delana berkenalan.

“Oh ... sudah punya pacar, guys!” celetuk cowok yang berdiri di depan Delana.

Cowok yang duduk di samping Delana tergelak. “Kirain jomblo. Dari tadi duduk sendirian mulu.”

“Iya, lah. Cowoknya sibuk ngeladenin cewek lain,” sahut cowok satunya lagi. Mereka tergelak bersama menertawakan Chilton.

“Kalian ngajak berantem?” tanya Chilton sinis.

“Owh ... santai, Kuy.” Cowok yang duduk di samping Delana langsung bangkit dan menepuk-nepuk pundak Chilton. “Kalo udah punya cewek dijagain yang bener! Jangan sibuk sama cewek-cewek lain! Sayang banget kan, kalo ada cewek cantik dianggurin.” Ia tersenyum sinis dan mengajak dua temannya pergi meninggalkan Chilton dan Delana.

Chilton menatap tajam ke arah tiga cowok yang berjalan menjauh darinya. Ia merapatkan gigi-giginya, mengepalkan tangan menahan emosi.

“Udah, jangan emosi! Duduk sini!” pinta Delana lembut sembari menarik lengan Chilton agar duduk di sampingnya.

“Kamu kenapa sih diam aja digodain sama cowok-cowok kayak gitu!?” Chilton terlihat sangat kesal dengan sikap Delana yang terlihat santai.

“Kenapa? Kamu cemburu?” tanya Delana santai sembari memakan popcorn yang ada di tangannya.

“Eh ... ah ... nggak, lah. Buat apa aku cemburu sama cowok model kayak gitu,” jawab Chilton gugup.

Chilton kembali duduk di samping Delana. Mereka terdiam selama beberapa saat dalam pikiran mereka masing-masing.

 “Mas, minta foto bareng, dong!” satu cewek kembali mengundang perhatian yang lain begitu petugas keamanan pergi dari hadapan mereka. Cewek itu langsung duduk di samping Chilton dan mengarahkan kamera depannya untuk berfoto selfie bersama Chilton.

“Aku juga, dong!” seru lainnya. “Mbak, permisi dulu ya!” pintanya. Membuat Delana akhirnya harus bangkit dan bersandar di dinding sembari menunggu para cewek itu berfoto ria.

Delana mulai kesal dengan sikap cewek-cewek yang membuatnya tersingkir dari sisi Chilton. Ia melihat jam dan waktu pemutaran film masih sepuluh menit lagi. Sepuluh menit itu waktu yang cukup panjang, bisa ia gunakan untuk mengobrol dengan Chilton. Namun, waktunya bersama cowok itu justru terenggut oleh cewek-cewek centil yang terus menerus mengajak Chilton berfoto bersama. Ia berharap, semua ponsel mereka saat ini terbakar agar tak ada lagi yang merengek meminta foto bersama Chilton.

Beberapa menit kemudian, suara announcer terdengar agar mereka segera memasuki ruang teater 3.

“Udah, ya, foto-fotonya. Kami mau nonton film,” tutur Chilton.

Terdengar suara kecewa dari beberapa cewek yang belum sempat berfoto bersamanya.

Chilton menarik lengan Delana dan melangkahkan kakinya masuk ke teater 3.

“Asyik ya dideketin banyak cewek-cewek cantik?” goda Delana.

“Cemburu?” tanya Chilton.

“Mmmh ... mau bilang cemburu tapi bukan siapa-siapa,” jawab Delana sambil tertawa kecil.

Chilton tertawa kecil, ia menjepit hidung Delana dengan dua jarinya.

“Sakit, tahu!” seru Delana sembari menepiskan tangan Chilton. Mereka berjalan menaiki anak tangga menuju kursi di paling belakang.

Belum cukup membuat kehebohan di ruang tunggu. Di dalam pun cewek-cewek berebut agar ia bisa duduk di sebelah Chilton.

“Kak, aku duduk di sebelah kakak, dong!” seru cewek remaja yang tiba-tiba langsung menghampiri Chilton.

“Nggak bisa. Kakak sudah duduk sama dia,” sahut Chilton sambil tersenyum.

“Yah, nggak papa deh. Kita kan bisa tukeran tempat duduknya.”

“Eh, nggak bisa gitu dong! Kalian kan sudah dapet nomor kursi sesuai tiket masing-masing!” protes Delana yang tidak terima karena seharusnya dia yang duduk di sebelah Chilton.

“Heh!? Kamu siapa ngatur-ngatur kita?” sahut cewek lain yang ngotot duduk di sebelah Chilton.

“Eh, kamu kampungan banget sih! Nggak pernah nonton di bioskop, ya?” dengus Delana kesal.

“Apa kamu bilang?” Cewek itu langsung mendorong pundak Delana dengan kasar.

Chilton yang melihat pertikaian mulai memanas, langsung menarik lengan Delana dan merangkulnya. “Maaf ya, Mbak. Saya ke sini sama dia. Jadi, mohon pengertiannya untuk tidak mengganggu kami,” tutur Chilton dengan lembut dan sopan.

Cewek-cewek yang berebut ingin duduk di samping Chilton langsung bergegas pergi dan mencari kursi mereka masing-masing.

“Ayo, kita duduk!” bisik Chilton pada Delana.

Delana masih saja cemberut. Ia masih badmood dengan sikap cewek-cewek yang berbuat semaunya sendiri.

“Udah, jangan cemberut gitu!” pinta Chilton.

“Ngeselin banget!” celetuk Delana.

Chilton tersenyum. Mereka langsung duduk di kursi yang sudah sesuai dengan nomor tiket mereka.

“Kamu tumben banget ngeladenin mereka?” tanya Chilton berbisik.

“Ya ... aku ini kan normal, punya emosi. Wajar aja aku marah kalo mereka keterlaluan.” Delana berbicara dengan suara pelan karena tak ingin ucapannya di dengar oleh penonton yang lain.

Chilton tertawa kecil. Ia menatap wajah Delana yang masih terlihat menyimpan emosi di dalam dirinya.

“Kamu tuh kenapa sih selalu aja ngeladeni cewek-cewek kayak gitu? Nge-betein banget!”

“Del, kalo udah dikerubungin kayak gitu. Udah nggak bisa apa-apa lagi selain nurutin kemaunnya mereka. Kalo udah dituruti juga mereka pergi satu per satu.”

“Iya. Tapi kamu kan bisa nolak.”

“Kamu juga nggak bisa nolak waktu ada cowok lain duduk di samping kamu.”

“Itu beda. Aku nggak nolak tapi aku bisa nyuekin mereka.”

“Sama aja.”

“Beda!”

“Intinya, kamu cemburu?”

“Apa bedanya sama kamu?”

“Aku nggak cemburu.”

“Kenapa marah kalo ada cowok lain deketin aku?”

“Aku cuma kesel aja sama mereka.”

“Kamu bisa kesel itu karena cemburu. Aku juga kesel lihat kamu dikerubungin banyak cewek.”

“Ssst ...!” Chilton menempelkan jari telunjuk di bibirnya karena suara Delana semakin meninggi.

Delana menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Ia menatap layar yang masih menampilkan cuplikan-cuplikan film yang sedang diputar minggu ini.

“Del, kamu pernah nonton di bioskop sebelum ini?” tanya chilton lirih.

“Pernah.”

“Oh ya? Bareng siapa?”

“Bareng ayah.”

“Sama cowok lain belum pernah?” tanya Chilton.

Delana menggelengkan kepalanya.

“Pacar kamu?”

“Aku nggak punya pacar.”

“Bukan sekarang. Waktu kamu masih SMA.”

“Aku nggak punya pacar waktu SMA.”

“Jadi, ini pertama kalinya kamu jalan nonton sama cowok?” tanya Chilton.

“Iya.”

Chilton menatap lekat wajah Delana.

“Kenapa lihatin aku kayak gitu?” tanya Delana.

“Nggak papa.” Chilton tersenyum tak berkedip. “Kamu kalo digelap-gelapan kelihatan lebih cantik,” bisiknya.

“Ngolok!” dengus Delana sembari menyubit pinggang Chilton.

Chilton terkekeh.

“Filmnya udah mulai,” bisik Delana.

Mereka akhirnya fokus menikmati film yang sedang diputar.

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas