BAB
8 – BANYAK SAINGAN
“Kita
mau ke mana?” tanya Delana begitu ia sudah di perjalanan bersama Chilton.
“Nonton
aja. Bete banget aku main game. Si Chillo bikin rusuh!” celetuk Chilton sembari
menyalakan mesin mobilnya.
“Kok
bisa sih dia dapet foto kamu?” tanya Delana. Ia merogoh bedak dari dalam
tasnya. Menepuk-nepuk pipinya dengan spon bedak agar wajahnya tidak terlihat
begitu mengkilap.
“Ck,
gara-gara si Attala vc sama dia. Aku pikir mereka ngobrol lewat telepon kayak
biasanya. Sekalinya vc. Aku kan duduk di belakang Attala tuh, di screenshoot
sama dia. Parah tuh cewek.”
“Nggak
nyangka aja dia ngeshare foto kamu dan semuanya jadi seheboh itu,” tutur Delana
sambil memoleskan lipstik tipis ke bibirnya. Ia melihat wajahnya di cermin
sembari memonyong-monyongkan bibirnya.
“Kenapa
sih cewek demen banget dandan?” tanya Chilton sambil melirik Delana.
“Karena
cowok demennya sama cewek yang cantik.” Delana tersenyum.
“Oh,
jadi cewek dandan itu buat narik perhatian cowok?”
“Hmm
...” Delana memutar bola matanya. “Sepertinya begitu ...”
“Nggak
semua cowok tertarik sama cewek yang suka dandan.”
“So?”
Chilton
tak menjawab. Ia fokus menatap jalanan yang ada di depannya.
“Kamu
sendiri suka cewek yang dandan atau enggak?” tanya Delana.
“Aku
suka cewek yang dandan ...”
“Nah,
itu!”
“Aku
belum selesai ngomong!”
“Oh
... lanjutin!”
“Aku
suka cewek yang dandan tapi nggak berlebihan juga kayak badut. Buatku, cewek
yang bisa merawat dirinya sendiri dengan baik adalah cewek yang punya
kepedulian dan kasih sayang lebih.”
“Terus?
Kalo cewek yang nggak dandan artinya nggak punya rasa peduli?”
“Ya,
nggak gitu juga. Tapi, biasanya cewek yang suka merawat diri itu tipe cewek
yang suka memperhatikan hal-hal kecil.”
Delana
mengangguk-anggukkan kepalanya. “Contohnya ... kamu yang belum bersihin tahi
matamu.” Delana menyondongkan badannya menatap Chilton.
“Hah!?
Mana bisa!” Chilton langsung membersihkan ujung mata dengan jemarinya. Ia tak
mendapatkan kotoran mata dari ujung matanya.
“Hehehe
... bercanda,” tutur Delansa sambil cengengesan.
“Waluhnya
pang!” Chilton mengacak ujung kepala Delana.
“Eits
... jangan diacak-acak rambutku!” pinta Delana sambil merapikan rambutnya. “Ini
perawatannya mehong, boo. Kalah-kalah perawatannya Teteh Syahrini,” ucap Delana
dengan gaya berlebihan.
Chilton
bergidik melihat tingkah Delana. “Geli aku lihat kamu kayak gitu.”
“Geli
kenapa?”
“Kayak
banci.”
“Lah?
Aku kan cewek tulen, bukan banci. Wajar kalee aku ngomong gitu.”
“Nggak
usah dilebay-lebaykan gitu ngomongnya. Biasa aja!” ucap Chilton.
“Hehehe.
Siap bos!” Delana mengangkat tangannya memberi hormat pada Chilton. “Eh,
ngomong-ngomong ... kamu nggak papa pergi ke mall?” tanya Delana.
“Nggak
papa. Kenapa emangnya?” tanya Chilton.
“Takut
aja diserbu sama cewek-cewek di sana.”
“Ya
... kan ada kamu.”
“Apa
hubungannya?”
“Nanti
aku bisa gandeng kamu. Terus ... kamu pasang aja muka jutek setiap kali ada
cewek yang mau deketin aku!”
“Idih
... ogah banget!”
“Kenapa?”
“Lah?
Aku cuma dimanfaatin doang.”
“Yaelah
... nolongin temen sekali-sekali.”
“Iya!”
Delana melotot ke arah Chilton. “Nanti aku biarin aja tuh cewek-cewek nyerbu
kamu!”
“Jangan,
lah!”
“Bukannya
kamu udah biasa digila-gilai banyak cewek kayak gitu?” tanya Delana.
“Risih
aku sama cewek terlalu agresif. Masih mending kalo cuma say hello doang.
Kadang ada yang narik-narik baju, nyubitin. Mereka nggak tahu kalo aku tersiksa
banget digituin.” tutur Chilton.
Delana
mengernyitkan dahinya. “Gimana dengan aku?” tanyanya kemudian.
“Kamu?
Kenapa?”
“Apa
bedanya aku sama mereka? Aku juga ...”
“Beda,
lah. Kamu emang agresif tapi nggak anarkis.”
“Bahasamu
... ngeri!”
Chilton
tertawa kecil.
Delana
terdiam. Ia dan cewek-cewek itu sama. Sama-sama mengejar cinta Chilton. Apa
Chilton juga risih dengannya?
Delana
mengelus lengan kanannya dan membuang pandangannya ke luar jendela. Ia tak
bicara sedikitpun. Hanya sibuk dengan pikirannya sendiri. Cewek secantik Chillo
saja tidak membuatnya tertarik. Bagaimana dengannya yang hanya memiliki
kecantikan standar?
“Del
...!” panggil Chilton lirih.
“Ya.”
Delana menoleh ke arah Chilton.
“Kamu
kenapa?” tanya Chilton tanpa menoleh ke arah Delana, ia tetap fokus menyetir.
“Eh!?
Nggak papa.”
“Aku
bisa ngerasa kalo ada yang berubah dari kamu.”
Delana
tersenyum lebar. “Oh ya? Masa sih?”
“Iya.
Orang yang selalu ceria dan ekspresif kayak kamu itu bakal kelihatan banget
saat kamu ngerasa nggak nyaman sama sesuatu.”
“Kamu
tahu dari mana?”
“Dari
pengamatan aku.”
“Sok,
tahu. Aku nggak papa.” Delana tersenyum menatap Chilton.
“Maaf,
kalau kata-kataku ada yang bikin kamu tersinggung.”
Delana
tersenyum kecut. “Nggak ada ... aku cuma
ngerasa semakin nggak pantes aja ada di sisi kamu saat ini,” batin Delana.
Chilton
membelokkan mobilnya masuk ke parkiran pusat perbelanjaan.
“Hei,
jangan cemberut terus!” Chilton menggoyang-goyangkan rahang Delana.
“Apaan
sih?” Delana melepaskan tangan Chilton dari wajahnya.
“Ya,
udah. Turun, yuk!” Chilton melepas safety belt dan membuka pintu mobil.
“Chil
...!” Delana menahan lengan Chilton.
Chilton
menoleh ke belakang, ia kembali membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Delana.
“Kenapa?”
“Apa
kamu sering kayak gini?”
Chilton
mengernyitkan dahinya. “Maksudnya?”
“Ngajak
cewek nonton film,” tutur Delana lirih.
Chilton
tertawa kecil. Ia menatap Delana serius. “Ini yang pertama.” Ia menatap mata
Delana sesaat dan kembali menarik dirinya untuk keluar dari mobil.
“Oh,
ya. Satu lagi.” Chilton menoleh ke arah Delana. “Kamu satu-satunya cewek yang
masuk mobil aku selain Mama,” ucap Chilton. Kemudian ia langsung keluar dari
mobil.
Delana
menghela napas. Ia tersenyum bahagia dan keluar dari mobil dengan perasaan
berbunga-bunga.
Chilton
menggenggam tangan Delana, mereka menaiki eskalator menuju bioskop yang ada di
lantai dua. Mereka menyadari kalau ada banyak pasang mata yang memerhatikan
mereka semenjak mereka memasuki pintu mall.
“Mau
nonton film apa?” tanya Chilton begitu mereka sudah sampai di bioskop di salah
satu pusat perbelanjaan.
Delana
melihat jadwal film yang akan diputar hari ini. Ada beberapa film mancanegara
dan film lokal. Ia bingung harus menonton film apa bersama cowok yang ia sukai
untuk pertama kalinya.
“Aku
mau nonton Princess Jasmine ya?” pinta Delana.
“Yang
mana Princess Jasmine?” tanya Chilton mengamati judul film yang ada di schedule
pemutaran hari ini.
“Aladdin
...” Delana menatap Chilton dengan mata berbinar.
“Oh
... yang ini?” tanya Chilton menunjuk judul film Aladdin.
Delana
menganggukkan kepala.
“Ini
kan film anak-anak,” tutur Chilton.
“Iih
... bukan!”
“Dongeng
kayak Cinderella gitu kan?” tanya Chilton.
“Iya.
Tapi, itu bukan dongeng untuk anak-anak. Dongeng untuk orang dewasa.”
Chilton
mengernyitkan dahinya. “Ada dongeng untuk orang dewasa?”
“Ada.”
“Itu
kan kartun, Del. Males ah kalo nonton kokos gitu.”
“Bukan.
Ini live action-nya. Bukan kartun.”
“Beneran?”
tanya Chilton kurang yakin.
“Astaga
... nggak percayaan bener sih?”
“Awas
aja kalo kartun!”
“Tanya
sama mbaknya kalo nggak percaya!” tutur Delana sambil menunjuk karyawan yang
melayani penjualan tiket.
“Ini
kartun apa bukan, Mbak?” tanya Chilton.
“Bukan,
Mas. Ini live actionnya. Masnya bisa lihat poster yang ada di sana!” pegawai
itu tersenyum sembari menunjuk poster film yang ada di dalam neon box.
“Tuh,
kan? Dibilangin nggak percaya!” Delana menjulurkan lidahnya.
“Iya.
Aku percaya.”
Chilton
langsung memesan tiket dan memilih kursi di paling belakang. Ia juga membeli
satu kantong popcorn ukuran besar dan dua botol minuman dingin untuknya dan
Delana.
“Aku
baru tahu ada dongeng untuk dewasa. Bukannya cerita-cerita kayak gitu untuk
anak-anak ya?” tanya Chilton begitu mereka masuk ke ruang tunggu. Jadwal
pemutaran film masih setengah jam lagi dan mereka menunggu di depan pintu
teater.
“Ck
... logikanya ... mana ada dongeng anak-anak tentang gimana seorang puteri
jatuh cinta atau pangeran sedang jatuh cinta. Soal gimana caranya mendapatkan
cinta sejatinya sampai mereka Happily ever after. Dongeng buat anak-anak itu Si
Kancil.”
“Tapi,
selama ini cerita tentang Prince dan Princess itu masuk ke dongeng anak-anak.”
Chilton terlihat berpikir. Kenapa bisa masuk ke dalam dongeng anak padahal
isinya memang cerita tentang percintaan orang dewasa.
“Iya
... anak-anak suka menghayal menjadi puteri yang cantik dan pangeran tampan.
Itu memang masuk cerita anak, tapi berkonten dewasa.”
“Jadi,
salah siapa dong?” tanya Chilton.
Delana
mengedikkan bahunya. “Nggak ada yang salah. Lihat aja, tuh! Anak-anak juga ada
yang nonton.” Delana menunjuk anak kecil
berumur sekitar sepuluh tahun yang datang bersama ibunya mengenakan baju ala
Princess Jasmine.
“Ada
adegan dewasa nggak sih?” tanya Chilton.
“Ada,
lah. Mana ada sih film dewasa yang nggak ada adegan dewasanya. Tapi, paling
cuma sebatas ciuman doang,” jawab Delana.
Chilton
langsung menoleh ke arah Delana yang duduk di sampingnya. “Ciuman?” Chilton
menunjuk bibirnya sendiri. Ia sudah sering menonton film dan adegan seperti itu
menjadi hal yang biasa.
Delana
menganggukkan kepala.
Chilton
tertawa kecil. “Kalo abis nonton trus pengen ciuman juga gimana?”
Delana
mengangkat kedua alisnya. “Kamu kok mikirnya sampe ke situ?”
“Ya
... bisa jadi, kan? Orang kita yang udah dewasa aja rasanya deg-degan lihat
adegan ciuman gitu. Pengen juga.”
“Dasar
mesum!” celetuk Delana.
“Halah
... paling kamu juga pengen kan kalo lihat begituan?” goda Chilton.
“Enggak,
ih!”
“Bohong!
Orang normal pasti pengen.”
Delana
terdiam. Ia tak bisa mengiyakan juga tak bisa mengelak ucapan Chilton. Bisa
jalan bareng cowok yang dia suka saja sudah membuatnya bahagia. Apalagi dicium
sama cowok yang dia cintai.
“Nggak
usah dibayangin!” celetuk Chilton. “Aku mau ke toilet dulu.” Chilton menyodorkan
popcorn dan botol minuman ke arah Delana.
Delana
mencebik ke arah Chilton. Sementara Chilton tertawa kecil sembari melangkahkan
kakinya menuju toilet.
Delana
duduk di kursi depan pintu teater 3 sembari menikmati popcorn, ia melihat jam
di ponselnya. Pemutaran film masih dua puluh menit lagi.
Delana
melihat ke sekelilingnya, beberapa pengunjung mulai berdatangan menunggu
pemutaran film selanjutnya.
Delana
memerhatikan beberapa cewek yang terlihat sibuk berfoto-foto ria. Ada juga
sepasang kekasih yang terlihat duduk berdua sambil berbincang-bincang mesra.
Beberapa
menit kemudian, Chilton muncul dan langsung duduk di sebelah Delana.
Beberapa
cewek terlihat melongo karena terpesona melihat Chilton, ada juga yang
berteriak histeris.
“Aargh
... ganteng banget! Foto bareng, dong!” pinta salah satu cewek tanpa malu-malu
menghampiri Chilton. Hal ini membuat cewek-cewek yang lain juga ikut berebut
berfoto bersama Chilton.
Delana
melongo melihat Chilton yang sudah ditarik oleh cewek-cewek yang mengajaknya
berfoto bersama. “Mereka nggak lihat aku
apa ya?” batin Delana kesal karena kehadirannya tidak dianggap sama sekali.
Ia sama sekali tidak merespon, ia tetap duduk di tempatnya.
“Ck,
kabur dari netizen di game online malah ketemu netizen di dunia nyata. Ini mah
lebih garang,” gumam Delana.
Bukannya
habis, cewek yang mengerubungi Chilton justru semakin bertambah dan mulai
menimbulkan keributan.
“Mas,
aku juga dong!” pinta pengunjung lainnya yang baru datang.
“Aku
juga minta foto ya Mas, bareng anakku ya. Kamu ganteng banget!” Ibu-ibu juga
tak mau kalah, mereka ikut berebut untuk berfoto bersama Chilton.
“Mas,
cubit pipinya dong! Biar ketularan gantengnya.” Salah satu ibu yang sedang
hamil tak sungkan menyubit pipi Chilton. Chilton hanya meringis menanggapi
perlakuan ibu-ibu padanya.
Chilton
mulai tidak nyaman dengan bertambahnya orang yang memintanya untuk berfoto
bersama.
“Del,
tolongin aku dong!” pinta Chilton.
Delana
hanya tersenyum menanggapi permintaan Chilton, ia sama sekali tidak
berkeinginan untuk ikut menciptakan keributan. Ia malah asyik memakan popcorn
sembari menatap Chilton yang sedang dikerubungi para cewek dan ibu-ibu.
Chilton
menatap kesal ke arah Delana karena ia terlanjut dikerubungi dan tidak bisa
melepaskan diri begitu saja dari kerumunan orang banyak. Sementara tangan
Chilton masih ditarik ke sana ke mari untuk sekedar berfoto bersama.
Delana
sendiri tak mau bergabung ke dalam kerumunan dan membuatnya terlihat konyol.
“Del,
help!” Chilton mulai kesal dengan cewek-cewek yang mengerubungi dirinya.
Menyadari
ada keributan yang semakin tak terkendali, petugas keamanan langsung
menghampiri dan meminta para cewek untuk tidak mengerubungi Chilton.
“Mbak-mbak,
mohon perhatiannya untuk bisa tertib. Kasihan masnya, dia cuma satu orang
dikerubungi segini banyak. Tolong bisa menjauh dan jaga jarak!” pinta petugas
keamanan tersebut.
Chilton
tersenyum lega karena akhirnya petugas keamanan bisa menyelamatkannya. Ia
menepiskan tangan cewek yang masih menggenggam lengannya. Kemudian ia merapikan
bajunya yang sudah tak karuan karena ditarik-tarik oleh beberapa cewek yang
memintanya untuk berswafoto.
“Masnya
bisa ikut kami?” sapa karyawan cewek yang tiba-tiba menghampiri Chilton.
“Hah!?
Buat apa, Mba?” tanya Chilton.
“Demi
keamanan dan kenyamanan. Masnya bisa menunggu di dekat petugas.”
Delana
mengerutkan hidungnya saat Chilton berjalan ke meja petugas bersama karyawan
petugas bioskop. Ia lebih kesal lagi ketika cewek itu juga mengajaknya foto
bareng.
Chilton
menahan kekesalan karena karyawan bioskop justru ikut-ikut menahannya. Ia
memang aman dari serangan cewek-cewek yang mengerubunginya. Tapi, ia mulai
gusar melihat Delana yang duduk sendirian di kursi tunggu.
Delana
mencoba untuk tenang, ia tak ingin mencari keributan. Kalau memang Chilton
menganggapnya ada, ia akan kembali ke sisinya. Jika cowok itu memilih bersama
yang lain, ia tak bisa berbuat apa-apa karena ia sadar kalau ia bukan
siapa-siapa di mata Chilton.
“Hai
...!” Tiba-tiba seorang cowok menghampiri Delana dan menyapa dengan ramah.
Delana
terkejut melihat cowok asing yang sudah duduk di sampingnya. Ia melirik ke arah
Chilton yang masih berdiri di dekat meja petugas.
“Boleh
kenalan?” tanya cowok itu.
Delana
hanya menanggapinya dengan senyuman. Sementara Chilton langsung mengepalkan
tangannya begitu melihat cowok yang mendekati Delana. Ia tak tahan melihat
Delana digoda cowok lain. Terlebih, datang dua cowok lagi yang juga mendekati
Delana.
Chilton
langsung melompat melewati pembatas.
“Loh?
Mas?” petugas jaga mencoba mencegah Chilton keluar.
“Maaf,
Mbak. Saya nggak ngelakuin kriminal. Jadi, nggak usah tahan saya kayak gitu
lagi!” sentak Chilton. Ia berlari menghampiri Delana yang tidak beranjak
sedikitpun dari tempat duduknya sejak mereka tiba.
“Kalian
ngapain?” tanya Chilton pada tiga cowok yang sedang mengajak Delana berkenalan.
“Oh
... sudah punya pacar, guys!” celetuk cowok yang berdiri di depan Delana.
Cowok
yang duduk di samping Delana tergelak. “Kirain jomblo. Dari tadi duduk
sendirian mulu.”
“Iya,
lah. Cowoknya sibuk ngeladenin cewek lain,” sahut cowok satunya lagi. Mereka
tergelak bersama menertawakan Chilton.
“Kalian
ngajak berantem?” tanya Chilton sinis.
“Owh
... santai, Kuy.” Cowok yang duduk di samping Delana langsung bangkit dan
menepuk-nepuk pundak Chilton. “Kalo udah punya cewek dijagain yang bener!
Jangan sibuk sama cewek-cewek lain! Sayang banget kan, kalo ada cewek cantik
dianggurin.” Ia tersenyum sinis dan mengajak dua temannya pergi meninggalkan
Chilton dan Delana.
Chilton
menatap tajam ke arah tiga cowok yang berjalan menjauh darinya. Ia merapatkan
gigi-giginya, mengepalkan tangan menahan emosi.
“Udah,
jangan emosi! Duduk sini!” pinta Delana lembut sembari menarik lengan Chilton
agar duduk di sampingnya.
“Kamu
kenapa sih diam aja digodain sama cowok-cowok kayak gitu!?” Chilton terlihat
sangat kesal dengan sikap Delana yang terlihat santai.
“Kenapa?
Kamu cemburu?” tanya Delana santai sembari memakan popcorn yang ada di
tangannya.
“Eh
... ah ... nggak, lah. Buat apa aku cemburu sama cowok model kayak gitu,” jawab
Chilton gugup.
Chilton
kembali duduk di samping Delana. Mereka terdiam selama beberapa saat dalam
pikiran mereka masing-masing.
“Mas, minta foto bareng, dong!” satu cewek
kembali mengundang perhatian yang lain begitu petugas keamanan pergi dari
hadapan mereka. Cewek itu langsung duduk di samping Chilton dan mengarahkan
kamera depannya untuk berfoto selfie bersama Chilton.
“Aku
juga, dong!” seru lainnya. “Mbak, permisi dulu ya!” pintanya. Membuat Delana
akhirnya harus bangkit dan bersandar di dinding sembari menunggu para cewek itu
berfoto ria.
Delana
mulai kesal dengan sikap cewek-cewek yang membuatnya tersingkir dari sisi
Chilton. Ia melihat jam dan waktu pemutaran film masih sepuluh menit lagi.
Sepuluh menit itu waktu yang cukup panjang, bisa ia gunakan untuk mengobrol
dengan Chilton. Namun, waktunya bersama cowok itu justru terenggut oleh
cewek-cewek centil yang terus menerus mengajak Chilton berfoto bersama. Ia
berharap, semua ponsel mereka saat ini terbakar agar tak ada lagi yang merengek
meminta foto bersama Chilton.
Beberapa
menit kemudian, suara announcer terdengar agar mereka segera memasuki ruang
teater 3.
“Udah,
ya, foto-fotonya. Kami mau nonton film,” tutur Chilton.
Terdengar
suara kecewa dari beberapa cewek yang belum sempat berfoto bersamanya.
Chilton
menarik lengan Delana dan melangkahkan kakinya masuk ke teater 3.
“Asyik
ya dideketin banyak cewek-cewek cantik?” goda Delana.
“Cemburu?”
tanya Chilton.
“Mmmh
... mau bilang cemburu tapi bukan siapa-siapa,” jawab Delana sambil tertawa
kecil.
Chilton
tertawa kecil, ia menjepit hidung Delana dengan dua jarinya.
“Sakit,
tahu!” seru Delana sembari menepiskan tangan Chilton. Mereka berjalan menaiki
anak tangga menuju kursi di paling belakang.
Belum
cukup membuat kehebohan di ruang tunggu. Di dalam pun cewek-cewek berebut agar
ia bisa duduk di sebelah Chilton.
“Kak,
aku duduk di sebelah kakak, dong!” seru cewek remaja yang tiba-tiba langsung
menghampiri Chilton.
“Nggak
bisa. Kakak sudah duduk sama dia,” sahut Chilton sambil tersenyum.
“Yah,
nggak papa deh. Kita kan bisa tukeran tempat duduknya.”
“Eh,
nggak bisa gitu dong! Kalian kan sudah dapet nomor kursi sesuai tiket
masing-masing!” protes Delana yang tidak terima karena seharusnya dia yang
duduk di sebelah Chilton.
“Heh!?
Kamu siapa ngatur-ngatur kita?” sahut cewek lain yang ngotot duduk di sebelah
Chilton.
“Eh,
kamu kampungan banget sih! Nggak pernah nonton di bioskop, ya?” dengus Delana
kesal.
“Apa
kamu bilang?” Cewek itu langsung mendorong pundak Delana dengan kasar.
Chilton
yang melihat pertikaian mulai memanas, langsung menarik lengan Delana dan
merangkulnya. “Maaf ya, Mbak. Saya ke sini sama dia. Jadi, mohon pengertiannya
untuk tidak mengganggu kami,” tutur Chilton dengan lembut dan sopan.
Cewek-cewek
yang berebut ingin duduk di samping Chilton langsung bergegas pergi dan mencari
kursi mereka masing-masing.
“Ayo,
kita duduk!” bisik Chilton pada Delana.
Delana
masih saja cemberut. Ia masih badmood dengan sikap cewek-cewek yang berbuat
semaunya sendiri.
“Udah,
jangan cemberut gitu!” pinta Chilton.
“Ngeselin
banget!” celetuk Delana.
Chilton
tersenyum. Mereka langsung duduk di kursi yang sudah sesuai dengan nomor tiket
mereka.
“Kamu
tumben banget ngeladenin mereka?” tanya Chilton berbisik.
“Ya
... aku ini kan normal, punya emosi. Wajar aja aku marah kalo mereka
keterlaluan.” Delana berbicara dengan suara pelan karena tak ingin ucapannya di
dengar oleh penonton yang lain.
Chilton
tertawa kecil. Ia menatap wajah Delana yang masih terlihat menyimpan emosi di
dalam dirinya.
“Kamu
tuh kenapa sih selalu aja ngeladeni cewek-cewek kayak gitu? Nge-betein banget!”
“Del,
kalo udah dikerubungin kayak gitu. Udah nggak bisa apa-apa lagi selain nurutin
kemaunnya mereka. Kalo udah dituruti juga mereka pergi satu per satu.”
“Iya.
Tapi kamu kan bisa nolak.”
“Kamu
juga nggak bisa nolak waktu ada cowok lain duduk di samping kamu.”
“Itu
beda. Aku nggak nolak tapi aku bisa nyuekin mereka.”
“Sama
aja.”
“Beda!”
“Intinya,
kamu cemburu?”
“Apa
bedanya sama kamu?”
“Aku
nggak cemburu.”
“Kenapa
marah kalo ada cowok lain deketin aku?”
“Aku
cuma kesel aja sama mereka.”
“Kamu
bisa kesel itu karena cemburu. Aku juga kesel lihat kamu dikerubungin banyak
cewek.”
“Ssst
...!” Chilton menempelkan jari telunjuk di bibirnya karena suara Delana semakin
meninggi.
Delana
menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Ia menatap layar yang masih
menampilkan cuplikan-cuplikan film yang sedang diputar minggu ini.
“Del,
kamu pernah nonton di bioskop sebelum ini?” tanya chilton lirih.
“Pernah.”
“Oh
ya? Bareng siapa?”
“Bareng
ayah.”
“Sama
cowok lain belum pernah?” tanya Chilton.
Delana
menggelengkan kepalanya.
“Pacar
kamu?”
“Aku
nggak punya pacar.”
“Bukan
sekarang. Waktu kamu masih SMA.”
“Aku
nggak punya pacar waktu SMA.”
“Jadi,
ini pertama kalinya kamu jalan nonton sama cowok?” tanya Chilton.
“Iya.”
Chilton
menatap lekat wajah Delana.
“Kenapa
lihatin aku kayak gitu?” tanya Delana.
“Nggak
papa.” Chilton tersenyum tak berkedip. “Kamu kalo digelap-gelapan kelihatan
lebih cantik,” bisiknya.
“Ngolok!”
dengus Delana sembari menyubit pinggang Chilton.
Chilton
terkekeh.
“Filmnya
udah mulai,” bisik Delana.
Mereka
akhirnya fokus menikmati film yang sedang diputar.
.png)
0 komentar:
Post a Comment