BAB 7 – CINTA TUMBUH DARI GAME ONLINE
“Hai, Lady ...!” Delana mengernyitkah dahi begitu membaca
pesan yang masuk ke ponselnya. Tak pernah ada yang memanggilnya Lady kecuali
temannya bermain game online. Tapi siapa? Ia tak pernah memajang nomor
ponselnya di dalam game.
Delana meletakkan kembali ponselnyà , ia kembali fokus memakan
buah apel di meja makan seoranģ dirì.
Drrrt ... Drrrr ...!
Delana meraih ponsel dà n membaca pesannya lagi. “Ini aku,
Chillo.”
Delana tersenyum menatap layar ponselnya lalu mengetik
balasan. “Oh... kamu. Ada apa Chil?” tanya Delana.
“Nggak main lagi?” tanya Chillo.
“Belum. Masih sibuk.”
“Owh .... Oh ya, kamu kenal deket sama Dewa, ya?” tanya
Chillo.
“Kenal aja, nggak deket.”
“Dia tuh orangnya gimana, sih?” tanya Chillo.
“Hmm ...” Delana memutar
bola matanya. “Kenapa emangnya?” tanya Delana balik.
“Nggak papa. Aku ... suka aja sama dia. Baik banget
orangnya.”
“Oh ya?”
“He eh. Ceritain ke aku dong, dia itu seperti apa?” pinta
Chillo.
Delana terdiam. Ia tidak bisa bicara banyak. Mana mungkin
dia bilang kalau Dewa bertubuh gemuk. Si cantik Chillo pasti akan kecewa. Ia
tak lagi mau membalas pesan dari Chillo. Ia merasa tidak begitu menarik kalau
perempuan mengejar cinta laki-laki di dunia maya.
Karena pesannya tak kunjung dibalas. Akhirnya Chillo
menelepon Delana.
“Hai ... Lady ...! Lagi apa?” tanya Chillo.
“Lagi nyantai,” jawab Delana sembari mengunyah buah apel.
“Kenapa nggak balas chat aku, sih!?”
“Aku mau balas gimana?” tanya Delana.
“Ya ... kamu ceritain ke aku. Dewa itu kayak gimana
orangnya. Soalnya, semalam dia nembak aku.”
“Uhuk ... uhuk ...!” Delana tersedak begitu mendengar
ucapan Chillo lewat telepon. Ia segera meraih gelas air putih yang ada
didekatnya agar tenggorokannya lebih lega.
“Kamu kenapa?” tanya Chillo.
“Nggak papa. Aku lagi makan, keselek.”
“Hati-hati dong kalo makan!”
“Hmm ....”
“Ceritain ke aku dong! Dewa Sakti itu gimana anaknya,”
desak Chillo.
“Duh, aku nggak bakat mendeskripsikan seseorang.”
“Yah ....” Chillo mendesah kecewa. “Masa kamu nggak mau
cerita ke aku sih?”
“Kamu tanya langsung ke dia aja. Ketemuan, kek. Atau vc kan
bisa.”
“Huft, ya udah deh.” Chillo langsung mematikan teleponnya
dengan kesal.
Delana mengernyitkan dahinya sambil menatap layar ponsel.
Ia heran dengan sikap Chillo yang tiba-tiba ketus saat Delana tidak mau
memberitahukan bagaimana sosok Dewa Sakti yang sebenarnya.
“Cewek nggak jelas!” maki Delana pada ponselnya yang sudah
mati. Ia meletakkan ponselnya di atas meja dan kembali menghabiskan buah apel
yang sudah ia bersihkan.
***
Delana duduk di kursi taman sambil bermain ponselnya.
Chilton yang melihat dari jauh langsung menghampiri Delana.
“Main sama siapa?” tanya Chilton.
“Eh!? Nggak main.” Delana langsung menoleh karena ia
terkejut tiba-tiba Chilton sudah duduk di sampingnya.
“Terus ngapain? Asyik banget lihatin hp.”
“Lihat-lihat foto di IG.”
“Oh.”
“Eh, semalem si Chillo tiba-tiba telpon aku.”
“Oh ya? Terus?”
“Dia nanyain si Attala mulu. Emang bener Attala nembak
dia?” tanya Delana ingin tahu.
Chilton mengedikkan bahunya. “Nggak penting banget
ngomongin mereka. Jadian atau enggak, nggak ada hubungannya sama sekali sama
kita.”
“Ya ada, lah. Kita kan partner nge-game mereka.”
“Terus?”
“Ya, nggak ada terusannya.”
“Eh, kita main duo vs squad yuk!” ajak Chilton mengeluarkan
ponsel dari sakunya.
“Hah!? Main di sini?” tanya Delana.
“Iya. Sekali-sekali main di luar ruangan gini biar seger.
Bosen main dalam ruangan mulu.”
“Bentar, aku bawa headset nggak, nih,” tutur Delana sembari
memeriksa isi tasnya. “Oh, bawa!” Ia menarik kabel earphone keluar dari dalam
tasnya.
“Oke, kita mulai.” Chilton menyentuh earphone bluetooth
yang sudah terpasang di telinganya.
“Kemarin kenapa kalah?” tanya Delana sambil login ke dalam
game.
“Lagi bete banget aku.”
“Bete kenapa?” tanya Delana. “Bukannya kamu lagi pulang ke
rumah?”
“Di rumah juga nggak ada siapa-siapa. Mama sering lembur.
Dia baru pulang ke rumah jam dua belasan. Aku udah ngantuk banget, males
turun.”
“Kamu bete sama mama kamu?”
“Enggak. Bete sama kamu.”
“Loh, kok aku?”
“Kamu pergi jalan nggak ngajak aku.”
“Eh!?” Delana menatap Chilton yang sudah asyik menatap
layar ponselnya.
“Knock satu!” seru Chilton.
Delana menghela napas dan kembali fokus ke dalam permainan
bersama Chilton. Mereka asyik bermain game di taman kampus. Tak peduli dengan
jam pelajaran yang sudah dimulai, mereka malah asyik tertawa sambil bermain
game. Sesekali mereka saling menggerutu.
“Del, kalo aku knocked down itu kamu cepet revive!” celetuk
Chilton.
“Aku kan cari musuh. Lagian, kamunya juga nggak hati-hati,”
sahut Delana. “Astaga ...! Aku kena tembak.” Delana langsung lari masuk ke
dalam kontainer untuk memulihkan energinya.
“Bubuhannya lagi main juga kayaknya nih,” tutur Chilton.
“Iya kah?” Delana masih tak memalingkan pandangan dari
ponselnya.
“Eh, kalo kita menang kali ini ... aku traktir kamu makan
siang.”
“Makan siang doang?” goda Delana.
“Emangnya mau apa?” tanya Chilton.
“Hmm ... boleh deh makan siang. Tapi, kamu yang masak.”
“Jangan! Nanti kamu keracunan kalo aku yang masak.”
“Kok bisa?”
“Aku nggak pinter masak. Eh, ada musuh tuh di bukit!” seru
Chilton.
“Dua puluh lagi musuhnya. Ayo, kita bersihkan! Kita naik
mobil saja,” ucap Delana.
Beberapa menit kemudian Delana berteriak kegirangan sambil
menari-nari di depan Chilton karena akhirnya mereka mendapatkan Chicken Dinner.
***
“Hai ... what’s up guys! Welcome to my squad!” seru Chilton
begitu ia memasuki permainan, ia dan tiga temannya sudah bersepakat untuk
menghabiskan malam minggunya dengan mabar.
“Hai ...!” sahut yang lainnya.
“Hai, Chillo sayang,” tutur Dewa Sakti alias Attala.
“Hai, juga sayangku.”
“Kalian jadian?” tanya Delana sambil menahan tawa.
“Iya.”
Delana langsung mengambil ponsel satu lagi miliknya dan
mengirim pesan singkat paa Chilton. “Panglima, sudah buka paket yang aku
kirim?”
Chilton sudah mengerti kode dari Delana. Ia langsung
merogoh ponsel miliknya yang tidak ia gunakan untuk bermain game. Ia tertawa
kecil membaca pesan dari Delana. “Sudah, Lady. Biarin aja ya!” pintanya.
“Oke. Kita turun di mana?” tanya Delana kemudian.
“Tempat biasa aja yang rame,” jawab Chilton.
“Sekali-sekali cari tempat sepi,” celetuk Chillo.
“Mau perang atau mau mojok?” dengus Delana.
“Mojok kan enak,” sahut Chillo tanpa malu-malu.
“Idih, yang pacaran. Maunya mojok mulu.”
“Iya. Makanya kalian buruan jadian juga!” celetuk Chillo.
“Kalian siapa?” tanya Delana.
“Kamu sama Panglima Kumbang.”
“Hahaha.” Chilton tertawa menanggapi ucapan Chillo.
“Kok, malah ketawa sih?” tanya Chillo.
“Dewa, bagi med kit dong!” pinta Chilton.
“Oke,” sahut Dewa Sakti.
Mereka menghabiskan malam minggu mereka dengan keseruan
bermain game di dalam kamar masing-masing. Anak muda yang menghabiskan waktunya
bermain game di dalam kamar, berfungsi mengurangi kemacetan kota di malam
minggu.
***
Si cantik Chillo memang sudah berpacaran dengan Dewa Sakti
di dunia maya. Mereka belum pernah melakukan panggilan video maupun bertemu
langsung. Bertanya dengan Lady Death tak ada gunanya. Ia sama sekali tidak
mendapatkan jawaban.
Akhirnya, Chillo memaksa Dewa untuk mengobrol via video
call.
“Dewa, kita vidcall yuk!” ajak Chillo.
“Duh, aku nggak bisa, sayang. Aku lagi di kampus nih banyak
tugas.” Attala berusaha mencari alasan agar Chillo tidak terus menerus
mengajaknya video call.
“Yah, ya udah deh kalo gitu. Kamu udah makan?” tanya
Chillo.
“Udah, dong! Aku mah makan terus.”
“Awas loh, nanti gendut! Aku nggak suka cowok gendut,”
tutur Chillo.
Attala terdiam. Ia tak berkata apa-apa lagi. Bagaimana
kalau Chillo tahu tubuhnya sangat gemuk? Apa cewek cantik itu akan langsung
memutuskan dirinya? Oh. Tidak! Dia tidak boleh melakukan video call seperti
permintaan Chillo agar ia bisa bertahan menjadi kekasihnya.
“Aku kuliah dulu, ya!” pamit Attala dan langsung mematikan
sambungan teleponnya.
***
“Del, bisa main kah?” tanya Chilton via panggilan video
saat ia dan Attala bermain game bersama di kamar Attala.
“Sekarang?” tanya Delana yang baru saja sampai di rumah.
“Iya, lah.”
“Bentar, aku mandi dulu.”
“Oke. Aku tunggu y!”
Delana langsung beranjak dari tempatnya. Ia kembali melirik
ponsel yang ia sandarkan di meja riasnya. “Kenapa belum dimatiin?” Delana
mengendus ponselnya.
“Emang harus dimatiin?” Chilton tersenyum menggoda.
“Kamu mau ngintipin aku?” Delana mendelik ke arah Chilton.
“Enggak. Mau lihat.”
“Dasar Omes!” Delana langsung mematikan panggilan video
dari Chilton.
Chilton tertawa kecil begitu Delana mematikan panggilan
videonya.
“Gimana si Dela? Bisa?” tanya Attala.
“Bisa. Tapi masih mau mandi dianya.”
“Main dulu kah?” tanya Attala.
“Iya. Aku mau main solo aja dulu.”
“Loh? Kenapa?” tanya Attala.
Chilton tak menjawab pertanyaan Attala.
Attala menghela napas panjang. Ia menelepon Chillo dan
mengajaknya bermain duo sambil bercanda dan tertawa sesukanya. Sedangkan
Chilton sudah tak memperdulikan temannya yang ribut, ia menyumpal telinganya
dengan earphone dan tak bisa diajak bicara sama sekali.
“Kamu lagi sendirian aja?” tanya Chillo pada Attala sambil
bermain game.
“Nggak. Lagi bareng Pak Ketu’.” Attala menatap Chilton yang
sudah asyik bermain game sendirian.
“Panglima?” tanya Chillo.
“Iya.”
“Kok nggak ada suaranya?”
“Asyik dia nge-solo pake headset.”
“Kenapa si dia kalo nggak ada Lady, nggak mau main?” tanya
Chillo.
“Gak tau. Males kali dia jadi obat nyamuk.”
“Hahaha.” Chillo tergelak.
Beberapa menit kemudian, Delana ikut bergabung di dalam
game.
“Abis dari mana, Lady?” tanya Chillo begitu Delana masuk ke
dalam game.
“Mandi,” jawab Delana singkat.
“Jutek amat,” celetuk Chillo.
“Sensi dia, masih jomlo,” sahut Attala.
“Hmm ... yang udah jadian, nggak usah ngolok terus ya!”
gumam Delana.
Attala dan Chillo tertawa bersamaan. Sementara Chilton
lebih banyak diam dan mulai muak dengan hubungan catfishing antara Attala dan
Chillo.
***
“Sayang, vidcall yuk!” ajak Chillo usai bermain bersama
Attala, Chilton dan Delana.
“Nggak usah, gin. Kamu tidur aja! Ini sudah malam.”
“Hmm ... kenapa sih kamu selalu aja nolak kalo aku ajak
vc?” omel Chillo. “Kalo kamu masih nggak mau vc sama aku, aku nggak bakal mau
main game lagi sama kamu!” serunya.
“Nggak usah. Ntar kita langsung ketemu aja gimana? Katanya,
minggu depan pengen ketemu?” tanya Attala.
“Iih ... tapi aku pengen lihat wajah kamu dulu. Biar aku
bisa ingat waktu ketemu nanti.”
“Nggak surprise dong?” tanya Attala yang menyadari kalau ia
sebenarnya tidak punya keberanian untuk bertemu dengan Chillo. Ia terlalu
cantik untuk bersanding dengan Attala.
“Huft, oke kalo gitu. Mending kita putus aja!” seru Chillo.
“Loh? Kok, putus? Baru juga jadian, udah main putus-putus
aja.”
“Makanya vc aku kalo mau kita masih lanjut terus!”
“Beneran kamu masih mau lanjut terus pas udah vc aku
nanti?” tanya Attala.
“Iya.” Chillo langsung mengalihkan panggilan telepon ke
panggilan video. “Oh ... My God!” Ia terkejut begitu melihat sosok Dewa Sakti
yang masuk di layar ponselnya. Benar-benar di luar ekspektasi. Ia tak menyangka
kalau pemilik nama keren yang juga punya suara keren ternyata bertubuh sangat
gemuk. Bahkan, hidungnya terlihat seperti memenuhi seluruh wajahnya.
“Hai ...!” Attala melambaikan tangan pada Chillo dengan
perasaan ragu. Chillo yang punya wajah sangat cantik, putih, mulus, seksi bak
boneka barbie itu membuat Attala minder namun tetap saja ia berusaha menutupi
perasaannya dan memberanikan diri menyapa cewek yang telah menjalin hubungan
dengannya di dunia maya.
“Hai ...!” balas Chillo tersenyum kecut. Ia sangat kecewa
karena Attala tidak setampan yang ia bayangkan.
“Lagi apa?” tanya Attala.
“Lagi mau tidur,” jawab Chillo. “Kamu, kok?”
“Aku? Kenapa?” tanya Attala.
“Kamu kok gendut sih?”
“Iya. Aku udah kayak gini dari dulu.”
“Aku nggak suka cowok gendut!”
“Aku ...,”
“Kamu sama sekali nggak cocok sama aku.”
“Kok, gitu?”
“Iya. Aku mau kita putus sekarang juga!”
“Kamu putusin aku, cuma karena aku gendut?”
“Iya. Kamu makan terus! Dasar gendut!” seru Chillo yang
melihat Attala asyik mengunyah snack yang ada di depannya.
“Tapi ... aku sayang sama kamu apa adanya,” balas Attala.
“Apa adanya? Aku ini nggak apa adanya,” tegas Chillo.
“Jadi?”
“Kita putus!”
Attala berteriak kesal karena Chillo memutuskan hubungan
mereka hanya karena ia bertubuh gemuk. Chilton yang duduk di belakangnya
langsung menoleh melihat tingkah sahabatnya itu.
“Siapa dia?” tanya Chillo pada Attala.
“Dia siapa?” tanya Attala.
“Itu, yang di belakang kamu.”
“Oh ... itu Chilton, si Panglima Kumbang.”
“Hah!? Dia ketua organisasi game?” tanya Chillo.
“Iya. Kenapa? Naksir?” tanya Attala.
“Iya. Ganteng banget!” seru Chillo dengan mata berbinar.
“Dasar cewek. Nggak bisa lihat cowok ganteng dikit aja,”
dengus Attala kesal.
“Bodo amat! Aku masih normal. Masih bisa bedain mana cowok
ganteng sama enggak,” tutur Chillo sambil menjulurkan lidahnya. Ia langsung
mengambil screenshoot gambar Chilton. Ia mematikan panggilan video. Masuk ke
dalam room organisasi game dan menyebarkan foto Chilton yang sedang duduk
santai di kursi.
“Kuy ... ketua organisasi kita gantengnya tingkat dewa.”
Chillo mengirimkan caption di dalam gambar yang ia kirim.
“Oh ... My God! Cowok idaman banget!” balas user lain.
“Nggak nyangka kalo ketua kita ternyata ganteng banget,”
balas user lainnya lagi.
“Iya. Ganteng.”
“Ya ampun, gantengnya ...”
“Bungas banar euy ...!”
“Uuh ... charming ...!”
“Dia udah punya pacar atau belum ya?”
“Nggak papa biar udah punya. Aku mau kok jadi yang kedua.”
“Aku jadi yang ketiga juga nggak papa.”
“Aku jadi yang terakhir saja, lah. Hahahaha ...”
Room chat di dalam organisasi game tiba-tiba ramai,
terutama user cewek yang menjadi anggota. Semuanya jadi ribut membahas ketua
organisasi game mereka.
Delana menoleh ponselnya karena terus berbunyi. Ia membuka
notifikasi yang muncul di layar ponselnya. “Pada ngomongin apaan sih? Kok, rame
banget chatnya,” gumam Delana sembari membuka pesan yang sudah masuk ratusan.
Padahal, ia baru saja selesai bermain game dan bersiap mau tidur. Baru
ditinggal sebentar tapi chatnya sudah banyak sekali.
Delana terkejut karena Chillo menyebarkan foto Chilton dan
membuat keriuhan di dalam grup. Perasaannya campur aduk. Ingin marah karena
cemburu, juga tertawa dengan komentar-komentar lucu dari user lainnya terutama
user cowok yang merasa tersaingi dengan kehadiran cowok ganteng yang menjadi
ketua organisasi game mereka.
Belum selesai Delana membaca semua chat, tiba-tiba saja
Chilton meneleponnya.
“Halo, kenapa Chil? Belum tidur?” tanya Delana.
“Belum. Kamu udah baca chat di room kita?”
“Ini lagi bacain.”
“Sialan memang si Chillo. Fotoku disebarin kayak gitu. Kalo
bukan cewek, udah aku maki-maki tuh anak,” gerutu Chilton.
“Hmm ... terus?”
“Terus ... aku laporin ke polisi karena udah menyebarkan
fotoku tanpa izin.”
“Ya udah, lakuin aja!” sahut Delana.
“Eh!?”
“Kenapa masih mikir?”
“Ya, nggak sampe setega itu.”
“Oh ... kalo nggak tega ya udah. Toh, semuanya juga udah
pada tahu. Udah ribut gitu di grup. Paling besok juga udah reda, kok.”
“Kayak hujan aja, pake acara reda segala,” celetuk Chilton.
“Iya. Kamu kan lagi dihujani pujian dan pujaan.” Delana
tertawa kecil.
“Apaan sih? Risih aku sama mereka.”
“Ya udah. Tidur, yuk! Aku udah ngantuk banget nih. Paling
mereka ramenya cuma malam ini doang. Besok juga udah nggak bakal dibahas lagi.”
“Kalo dibahas lagi gimana?”
“Ya ... itu di luar tanggung jawabku. Namanya juga netizen.
Jari mereka lebih kejam dari mulut harimau.”
“Hmm ... ya udah. Aku tidur dulu. Ngomong sama kamu nggak
dapet solusi sama sekali.”
“Loh? Kok, ngambek?” tanya Delana.
“Au ah ...!” Chilton langsung mematikan sambungan
teleponnya.
Delana menghela napas menghadapi sikap Chilton yang sering
mengomel dengannya. Tak peduli siapa yang salah dan siapa yang benar.
Sepertinya Chilton sering meluapkan kemarahannya di depan Delana. Ia harus
menjadi perempuan yang lebih sabar lagi menghadapi sikap Chilton yang terkadang
seperti anak kecil.
***
“Udah sarapan?” tanya Delana begitu ia bertemu dengan
Chilton di taman.
“Belum,” jawab Chilton dengan napas terengah-engah karena
baru saja berlari pagi.
“Ini!” Delana menyodorkan kotak bekal ke arah Chilton yang
sudah duduk di sampingnya.
Chilton tersenyum dan mengambil kotak bekal yang diberikan
Delana. Ia langsung melahapnya di taman seperti biasa.
“Del, kamu kalo bangun pagi jam berapa?” tanya Chilton.
“Kenapa?”
“Masih sempat bikinin aku sarapan. Padahal, semalam kita
nge-game sampe jam dua belas malam.”
Delana tersenyum menatap Chilton. “Aku udah terbiasa bangun
jam empat subuh. Walau tidur jam dua pagi, tetep aja bangunnya jam empat.”
Chilton mengernyitkan dahinya. Ia tiba-tiba khawatir dengan
kesehatan Delana jika ia sering mengajak cewek itu begadang untuk menemaninya
bermain game online.
Usai memakan sarapan yang dibuatkan Delana, Chilton
menghela napas sejenak sembari menikmati udara sejuk di pagi hari. Mereka
saling diam untuk beberapa saat.
“Chil ...!” panggil Delana.
“Del ...! panggil Chilton bersamaan.
“Kamu duluan, deh!” pinta Delana.
“Kamu aja yang duluan. Ladies first.” Chilton tersenyum ke
arah Delana.
“Mmh ....” Delana berpikir sejenak. Ia mengambil ponsel
dari dalam tasnya. “Mabar, yuk!”
“Astaga ...! Aku juga mau ngajak itu.”
“Oh ya?” Delana tertawa kecil yang disambut dengan tawa
juga oleh Chilton.
“Iya. Aku mau mastikan kalo keributan semalam sudah selesai
atau masih berlanjut.”
“Hmm ...”
Mereka login ke dalam game dan semua terasa biasa saja.
Keributan semalam tak terdengar lagi di dalam game. Mungkin karena masih pagi,
sebagian masih sibuk menyiapkan aktivitas di pagi hari, sebagian lagi masih
asyik mendengkur di dalam selimut mereka.
“Hmm ... aman!” tutur Chilton sambil bangkit dari tempat
duduknya. “Aku balik dulu. Makasih sarapannya.
Delana tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Ia
melambaikan tangan ke arah Chilton yang juga melambaikan tangan ke arahnya.
Sore hari setelah selesai kuliah, Chilton kembali mengajak
Delana bermain game online. Kebetulan, Delana juga tak banyak kesibukan karena
ayahnya akan pulang malam hari. Adiknya juga melakukan kegiatan ekstrakurikuler
di sekolahnya.
“Hai ... welcome to my Squad! How are you today? Mari kita
menang hari ini,” sapa Chilton begitu ia masuk ke dalam room game.
“Aargh ...! Panglima ... I Love You So Much!” teriak salah
satu user tanpa ragu-ragu.
Chilton terdiam. Ia tak menyangka kalau ada user yang
agresif di dalam room chat squadnya.
“Panglima ... minta nomer hapenya dong!” sahut user
lainnya.
“Panglima, kamu ganteng banget!” teriak lainnya lagi.
Chilton mendengus kesal karena hampir semua user cewek
berteriak memanggil namanya.
“Eh, kalian ribut banget sih? Aku juga ganteng kali,” sahut
salah satu user cowok yang ikut bergabung.
“Huuu ...!”
“Lady Death ...!” Chilton memanggil Delana agar cewek itu
bersuara.
“Siap. Panglima!” sahut Delana.
“Follow me!”
“Eh!?” Delana bingung dengan intruksi dari Chilton.
Beberapa detik kemudian, Chilton offline dari permainan. Delana langsung ikut
offline dari permainan mereka.
“Kamu di mana?” Chilton mengalihkan pembicaraan ke
panggilan telepon.
“Di rumah. Kenapa?” tanya Delana.
“Aku jemput, ya!” pinta Chilton.
“Mau ke mana?” tanya Delana.
“Ke luar. Bete aku main game ribut banget!”
“Oh ... gitu? Ya udah, aku siap-siap dulu ya,” pinta
Delana.
“Lima belas menit lagi aku udah di depan gang rumahmu.”
“Cepet banget? Aku belum mandi.”
“Kenapa sih cewek selalu ribet kalo mau diajak jalan!?”
gerutu Chilton.
“Iya, iya. Lima belas menit aku udah di depan gang,” teriak
Delana menahan kekesalan.
“Nah .,.. gitu dong!” Chilton langsung mematikan sambungan
teleponnya tanpa berpamitan.
“Kebiasaan! Nelpon nggak pernah pake salam. Udah gitu main
ngabur-ngabur aja kayak jelangkung!” maki Delana pada layar ponselnya.
Lima belas menit kemudian, Chilton dan Delana sudah bertemu
di depan gang rumah Delana sesuai kesepakatan.
“Mandi nggak?” tanya Chilton begitu Delana sudah duduk
manis di dalam mobilnya.
“Mandi, lah. Nggak sempet dandan aja,” sahut Delana dengan
wajah kesal.
Chilton tertawa kecil. “Udah cantik, kok,” pujinya. Ia
langsung melajukan mobilnya ke pusat perbelanjaan.
Keributan di dalam room game membuat Chilton merasa
terganggu dan menjadi tidak nyaman
karena ia tak lagi bebas bermain. Ia memutuskan untuk offline dari dunia game
dan mengajak Delana menonton film.
((Bersambung...))
.png)
0 komentar:
Post a Comment