“Oom ...!” seru Yuna
saat Tarudi melangkah perlahan meninggalkan rumah sakit.
Tarudi langsung
tersenyum lebar mendengar suara yang ada di belakangnya. Ia berbalik dan
menatap Yuna yang berdiri di sana. “Oom boleh jenguk ayah kamu?”
Yuna menggelengkan
kepala.
“Kenapa?”
“Aku ke sini, bukan
karena mau izinkan Oom jenguk ayah. Aku ... cuma minta satu hal sama Oom.”
“Apa itu?”
“Jangan ganggu hidup
kami lagi!” pinta Yuna.
Tarudi tersenyum
sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oke. Oom tidak akan menganggu kalian
lagi. Asalkan ... kalian tidak mengambil kembali kekuasaan kalian di
perusahaan.”
Yuna tertawa kecil.
“Oh, jadi Oom ke sini nggak tulus mau jenguk ayah? Cuma mau mastikan ayah masih
hidup atau nggak? Mau mastikan kalau perusahaan yang udah Oom rebut, nggak
kembali ke tangan kami lagi?” tanya Yuna.
“Yuna, kamu nggak
tahu apa yang sebenarnya terjadi. Di saat perusahaan lagi krisis, Oom sudah
berjuang mati-matian mempertahankan perusahaan. Kalau sampai perusahaan diurus
sama Adjie yang lupa ingatan itu. Perusahaan pasti akan langsung bangkrut.”
Yuna tersenyum
sinis. “Oom, kami nggak menginginkan perusahaan itu kembali.”
“Beneran?” tanya
Tarudi dengan wajah berbinar.
Yuna menganggukkan
kepala.
“Gimana caranya
supaya aku percaya, kamu dan ayah kamu nggak akan mengambil alih perusahaan itu
kembali?”
“Menurut, Oom?”
Tarudi mengeluarkan
ponsel dari sakunya. “Kamu ucapkan sekali lagi!” pintanya sambil membuka
rekaman di ponselnya. “Kamu harus menjamin kalau kamu tidak akan mengambil alih
perusahaan itu.”
Yuna menganggukkan
kepala. “Oom, kami nggak menginginkan perusahaan itu kembali. Kami hanya ingin
hidup tenang dan aman tanpa gangguan siapa pun. Asalkan Oom bisa menjamin
keselamatan ayah, aku akan menjamin kalau ayah tidak akan membuat aku merebut
kembali perusahaan kamu,” ucapnya sambil tersenyum sinis.
“Baiklah. Oom akan
penuhi permintaan kamu.” Tarudi tersenyum sambil memasukkan ponselnya kembali
ke dalam saku.
Yuna
mengangguk-anggukkan kepalanya. “Tapi, persaingan bisnis nggak pernah ada yang
tahu gimana ke depannya. Bisa aja, perusahaan itu berpindah tangan ke aku
dengan sendirinya,” lanjut Yuna sambil tersenyum sinis.
Tarudi menatap wajah
Yuna. Ia berusaha menyembunyikan tangannya yang gemetar ke di saku jaketnya. “Kamu
mau gunain suami kamu buat menghancurkan kami?” tanyanya dengan bibir bergetar.
Yuna tersenyum
menatap Tarudi. Ia melangkah perlahan mendekati pria paruh baya itu. Membuat
Tarudi melangkah mundur seiring dengan langkah kaki Yuna.
“Aku nggak perlu
gunain suamiku buat ngambil alih perusahaan kalian kalau aku mau. Seharusnya,
Oom sudah menyadari dari awal kenapa aku memilih untuk ngambil jurusan bisnis
di Melbourne.” Yuna menatap tajam ke arah Tarudi.
“Kamu ngancam saya?”
“Aku nggak ngancam,
Oom. Aku cuma mau ingatin aja. Oom sudah semakin tua. Seharusnya, lebih
memikirkan pesaing bisnis lain yang usianya jauh lebih muda dan lebih kreatif.”
“Aku nggak akan
kalah gitu aja.”
“Oke. Aku akan
lihat, sampai mana perusahaan Oom itu bertahan dalam persaingan pasar.” Yuna
tersenyum sinis. Ia berbalik dan meninggalkan Tarudi.
Tarudi menatap tubuh
Yuna penuh khawatir. Jika memang Yuna ingin membuktikan ucapannya. Ia bisa
dengan mudahnya hancur di tangan suami Yuna. Ia harap, Yuna tidak mengambil
perusahaan yang sudah ia kuasai.
“Huft ...!” Yuna
mengipas-ngipas wajahnya menggunakan kelima jarinya saat ia masuk ke dalam
ruang rawat ayahnya.
“Kenapa?” tanya
Yeriko.
Yuna langsung duduk
di sofa. Ia meraih botol mineral yang ada di atas meja, membuka dan meminumnya.
“Aku nggak nangka kalau aku bisa ngadepin orang itu,” tutur Yuna sambil
tertawa.
“Nangka atau
nyangka?” Yeriko mengernyitkan dahinya.
“Yang bener nyangka,
aku plesetin. Protes mulu, ih!” dengus Yuna.
Yeriko dan Adjie
tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna.
“Kamu ini, ada-ada
aja,” tutur Adjie sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Gimana sama paman
kamu itu?” tanya Yeriko.
“Mmh ... kalo
dilihat dari ekspresinya ... kayaknya aku lebih serem dari valak.”
“Hahaha.” Yeriko
langsung tergelak mendengar ucapan Yuna.
Adjie menatap Yuna
dan Yeriko yang terbahak bersama-sama. “Valak siapa?”
Yuna tertawa tanpa suara sambil meletakkan
dagunya di bahu Yeriko. “Ayah kan nggak tahu Valak,” bisik Yuna.
Yeriko tertawa
kecil. “Kamu ini, ada-ada aja.” Yeriko menatap ayahnya. “Valak itu, tokoh hantu
di film horor, Yah.”
“Owalah ... kalian
suka nonton film horor?”
Yuna menganggukkan
kepala. “Dia yang suka, tapi suka ketakutan doang. Hahaha.”
Yeriko langsung
menjepit kepala Yuna di ketiaknya. “Kamu ngomong apa?”
“Nggak. Aku nggak
ngomong apa-apa!” seru Yuna sambil tertawa.
“Kamu mau buka
aibku, hah!?”
“Nggak. Mr. Ye kan
pemberani,” tutur Yuna sambil menepuk-nepuk dada Yeriko.
“Aku emang
pemberani,” sahut Yeriko sambil melepas kepala Yuna.
“Iya, pemberani
banget tapi takut sama pocong. Gimana kalau pas kamu lembur malam dan tiba-tiba
ada pocong di ruang kerja kamu?” goda Yuna.
“Nggak usah
nakutin!” dengus Yuna.
“Aku nggak nakutin.
Aku nanya, kamu takut nggak?”
“Nggak takut.”
“Serius?”
Yeriko menggelengkan
kepala.
“Aku mau bayar dukun
biar datangkan pocong-pocong ke kantor kamu.”
“What the hell!?”
Yeriko mendelik ke arah Yuna.
Yuna tergelak.
Adjie ikut tertawa
bahagia melihat kebahagiaan anaknya. Ia bisa merasakan kalau selama ini Yuna
sangat mencintai Yeriko, begitu juga sebaliknya.
“Yah, lihat anak
Ayah!” tutur Yeriko sambil tertawa. “Setiap hari dia selalu menindas aku.”
“Kamu yang nindas
aku!” sahut Yuna sambil mengerutkan hidungnya.
“Sudah, sudah.
Jangan berdebat lagi!” Adjie menengahi.
“Ayah, dia yang
nggak mau ngalah sama istrinya. Suami kan harusnya ngalah.”
“Iya, aku pasrah,”
sahut Yeriko.
“Hehehe. Gitu dong!”
“Yah, kalau udah
bisa keluar dari sini. Ayah tinggal di rumah kami aja ya!” pinta Yeriko.
“Nggak perlu. Ayah
bisa cari tempat tinggal sendiri. Ayah nggak mau ngerepotin kalian.”
“Kami nggak merasa
repot sama sekali. Kami senang kalau Ayah mau tinggal sama kami.”
“Ayah ... tinggal
sama kami ya!”
Adjie terdiam. Ia
merasa kurang baik jika harus tinggal di rumah menantunya. Terlebih, Yuna
sedang mengandung. Akan lebih merepotkan kalau ia juga tinggal di rumah itu.
“Yah ...?”
“Mmh, nanti Ayah
pikir-pikir lagi. Kalian sudah makan?” tanya Adjie.
“Sudah, Yah. Ayah
makan ya!” pinta Yuna sambil membuka kotak bekal untuk ayahnya. “Keasyikan
bercanda, jadi lupa.”
“Sudah punya yang
lain, jadi lupa sama ayahnya.”
Yuna membelalakkan
matanya sambil menatap Adjie. “Ayah cemburu?”
Adjie menganggukkan
kepala. “Sangat cemburu. Andai Ayah tidak terlalu lama berbaring di rumah
sakit. Kasih sayang anak Ayah tidak akan dicuri oleh pria lain.”
Yuna tertawa kecil.
“Ayah, cintaku ke Ayah nggak pernah berkurang dari dulu. Tetap seratus persen.”
“Kalau Ayah seratus
persen, aku kebagian berapa?” tanya Yeriko.
“Seratus persen
juga.”
“Kok gitu?”
“Karena aku punya
seribu persen. Hahaha.”
Yeriko langsung
menatap serius wajah Yuna yang masih tertawa.
“Jangan terlalu
serius!” pinta Yuna. “Sesungguhnya, perasaan cinta itu nggak bisa diukur.”
Adjie tersenyum
menatap Yuna dan Yeriko.
Yuna menatap dua
pria yang bersamanya bergantian. “Cintaku ke ayah dan ke kamu itu sama
besarnya. Jadi, nggak perlu dipermasalahkan lagi! Oke!?”
Yeriko dan Adjie
saling pandang. Kemudian tertawa bersama.
“Kalau aku sama ayah
sama-sama mau masuk sumur. Siapa yang kamu tolongin duluan?” tanya Yeriko.
“Aku ikut nyemplung
aja. Sumurnya dalem nggak?” tanya Yuna balik.
Yeriko
mengerjap-ngerjapkan matanya. “Yun, ini pertanyaan serius,” ucapnya geram.
“Aku juga serius.
Lagian, zaman sekarang udah jarang ada sumur. Ngapain juga main-main ke sumur
segala? Kamu bisa berenang, ayah bisa berenang dan aku juga bisa berenang.
Nyemplung sumur bareng-bareng lebih asyik kan? Hihihi.”
Adjie
menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan Yuna. “Ada-ada aja.”
Yuna tersenyum. “Apa
pun yang akan terjadi di masa depan, aku tetap ingin bersama kalian. Sesulit
apa pun itu, aku tidak akan menghindarinya.”
Yeriko langsung
menarik tubuh Yuna ke pelukannya.
“Eh!? Kenapa? Malu
sama ayah,” bisik Yuna.
“Malu kenapa?”
Adjie tertawa kecil.
Ia merasa bahagia melihat kemesraan rumah tangga anaknya itu. Ia sangat
berharap kalau Yuna bisa mendapatkan kehidupan
yang baik di masa depan.
(( Bersambung ... ))
Thanks udah dukung
cerita ini terus. Semoga bisa bikin ceritanya makin bermanfaat.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
.png)
0 komentar:
Post a Comment