Friday, August 15, 2025

Perfect Hero Bab 306 : Cinta 100%

 


“Oom ...!” seru Yuna saat Tarudi melangkah perlahan meninggalkan rumah sakit.

Tarudi langsung tersenyum lebar mendengar suara yang ada di belakangnya. Ia berbalik dan menatap Yuna yang berdiri di sana. “Oom boleh jenguk ayah kamu?”

Yuna menggelengkan kepala.

“Kenapa?”

“Aku ke sini, bukan karena mau izinkan Oom jenguk ayah. Aku ... cuma minta satu hal sama Oom.”

“Apa itu?”

“Jangan ganggu hidup kami lagi!” pinta Yuna.

Tarudi tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. “Oke. Oom tidak akan menganggu kalian lagi. Asalkan ... kalian tidak mengambil kembali kekuasaan kalian di perusahaan.”

Yuna tertawa kecil. “Oh, jadi Oom ke sini nggak tulus mau jenguk ayah? Cuma mau mastikan ayah masih hidup atau nggak? Mau mastikan kalau perusahaan yang udah Oom rebut, nggak kembali ke tangan kami lagi?” tanya Yuna.

“Yuna, kamu nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Di saat perusahaan lagi krisis, Oom sudah berjuang mati-matian mempertahankan perusahaan. Kalau sampai perusahaan diurus sama Adjie yang lupa ingatan itu. Perusahaan pasti akan langsung bangkrut.”

Yuna tersenyum sinis. “Oom, kami nggak menginginkan perusahaan itu kembali.”

“Beneran?” tanya Tarudi dengan wajah berbinar.

Yuna menganggukkan kepala.

“Gimana caranya supaya aku percaya, kamu dan ayah kamu nggak akan mengambil alih perusahaan itu kembali?”

“Menurut, Oom?”

Tarudi mengeluarkan ponsel dari sakunya. “Kamu ucapkan sekali lagi!” pintanya sambil membuka rekaman di ponselnya. “Kamu harus menjamin kalau kamu tidak akan mengambil alih perusahaan itu.”

Yuna menganggukkan kepala. “Oom, kami nggak menginginkan perusahaan itu kembali. Kami hanya ingin hidup tenang dan aman tanpa gangguan siapa pun. Asalkan Oom bisa menjamin keselamatan ayah, aku akan menjamin kalau ayah tidak akan membuat aku merebut kembali perusahaan kamu,” ucapnya sambil tersenyum sinis.

“Baiklah. Oom akan penuhi permintaan kamu.” Tarudi tersenyum sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku.

Yuna mengangguk-anggukkan kepalanya. “Tapi, persaingan bisnis nggak pernah ada yang tahu gimana ke depannya. Bisa aja, perusahaan itu berpindah tangan ke aku dengan sendirinya,” lanjut Yuna sambil tersenyum sinis.

Tarudi menatap wajah Yuna. Ia berusaha menyembunyikan tangannya yang gemetar ke di saku jaketnya. “Kamu mau gunain suami kamu buat menghancurkan kami?” tanyanya dengan bibir bergetar.

Yuna tersenyum menatap Tarudi. Ia melangkah perlahan mendekati pria paruh baya itu. Membuat Tarudi melangkah mundur seiring dengan langkah kaki Yuna.

“Aku nggak perlu gunain suamiku buat ngambil alih perusahaan kalian kalau aku mau. Seharusnya, Oom sudah menyadari dari awal kenapa aku memilih untuk ngambil jurusan bisnis di Melbourne.” Yuna menatap tajam ke arah Tarudi.

“Kamu ngancam saya?”

“Aku nggak ngancam, Oom. Aku cuma mau ingatin aja. Oom sudah semakin tua. Seharusnya, lebih memikirkan pesaing bisnis lain yang usianya jauh lebih muda dan lebih kreatif.”

“Aku nggak akan kalah gitu aja.”

“Oke. Aku akan lihat, sampai mana perusahaan Oom itu bertahan dalam persaingan pasar.” Yuna tersenyum sinis. Ia berbalik dan meninggalkan Tarudi.

Tarudi menatap tubuh Yuna penuh khawatir. Jika memang Yuna ingin membuktikan ucapannya. Ia bisa dengan mudahnya hancur di tangan suami Yuna. Ia harap, Yuna tidak mengambil perusahaan yang sudah ia kuasai.

 

“Huft ...!” Yuna mengipas-ngipas wajahnya menggunakan kelima jarinya saat ia masuk ke dalam ruang rawat ayahnya.

“Kenapa?” tanya Yeriko.

Yuna langsung duduk di sofa. Ia meraih botol mineral yang ada di atas meja, membuka dan meminumnya. “Aku nggak nangka kalau aku bisa ngadepin orang itu,” tutur Yuna sambil tertawa.

“Nangka atau nyangka?” Yeriko mengernyitkan dahinya.

“Yang bener nyangka, aku plesetin. Protes mulu, ih!” dengus Yuna.

Yeriko dan Adjie tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna.

“Kamu ini, ada-ada aja,” tutur Adjie sambil menggeleng-gelengkan kepala.

“Gimana sama paman kamu itu?” tanya Yeriko.

“Mmh ... kalo dilihat dari ekspresinya ... kayaknya aku lebih serem dari valak.”

“Hahaha.” Yeriko langsung tergelak mendengar ucapan Yuna.

Adjie menatap Yuna dan Yeriko yang terbahak bersama-sama. “Valak siapa?”

 Yuna tertawa tanpa suara sambil meletakkan dagunya di bahu Yeriko. “Ayah kan nggak tahu Valak,” bisik Yuna.

Yeriko tertawa kecil. “Kamu ini, ada-ada aja.” Yeriko menatap ayahnya. “Valak itu, tokoh hantu di film horor, Yah.”

“Owalah ... kalian suka nonton film horor?”

Yuna menganggukkan kepala. “Dia yang suka, tapi suka ketakutan doang. Hahaha.”

Yeriko langsung menjepit kepala Yuna di ketiaknya. “Kamu ngomong apa?”

“Nggak. Aku nggak ngomong apa-apa!” seru Yuna sambil tertawa.

“Kamu mau buka aibku, hah!?”

“Nggak. Mr. Ye kan pemberani,” tutur Yuna sambil menepuk-nepuk dada Yeriko.

“Aku emang pemberani,” sahut Yeriko sambil melepas kepala Yuna.

“Iya, pemberani banget tapi takut sama pocong. Gimana kalau pas kamu lembur malam dan tiba-tiba ada pocong di ruang kerja kamu?” goda Yuna.

“Nggak usah nakutin!” dengus Yuna.

“Aku nggak nakutin. Aku nanya, kamu takut nggak?”

“Nggak takut.”

“Serius?”

Yeriko menggelengkan kepala.

“Aku mau bayar dukun biar datangkan pocong-pocong ke kantor kamu.”

“What the hell!?” Yeriko mendelik ke arah Yuna.

Yuna tergelak.

Adjie ikut tertawa bahagia melihat kebahagiaan anaknya. Ia bisa merasakan kalau selama ini Yuna sangat mencintai Yeriko, begitu juga sebaliknya.

“Yah, lihat anak Ayah!” tutur Yeriko sambil tertawa. “Setiap hari dia selalu menindas aku.”

“Kamu yang nindas aku!” sahut Yuna sambil mengerutkan hidungnya.

“Sudah, sudah. Jangan berdebat lagi!” Adjie menengahi.

“Ayah, dia yang nggak mau ngalah sama istrinya. Suami kan harusnya ngalah.”

“Iya, aku pasrah,” sahut Yeriko.

“Hehehe. Gitu dong!”

“Yah, kalau udah bisa keluar dari sini. Ayah tinggal di rumah kami aja ya!” pinta Yeriko.

“Nggak perlu. Ayah bisa cari tempat tinggal sendiri. Ayah nggak mau ngerepotin kalian.”

“Kami nggak merasa repot sama sekali. Kami senang kalau Ayah mau tinggal sama kami.”

“Ayah ... tinggal sama kami ya!”

Adjie terdiam. Ia merasa kurang baik jika harus tinggal di rumah menantunya. Terlebih, Yuna sedang mengandung. Akan lebih merepotkan kalau ia juga tinggal di rumah itu.

“Yah ...?”

“Mmh, nanti Ayah pikir-pikir lagi. Kalian sudah makan?” tanya Adjie.

“Sudah, Yah. Ayah makan ya!” pinta Yuna sambil membuka kotak bekal untuk ayahnya. “Keasyikan bercanda, jadi lupa.”

“Sudah punya yang lain, jadi lupa sama ayahnya.”

Yuna membelalakkan matanya sambil menatap Adjie. “Ayah cemburu?”

Adjie menganggukkan kepala. “Sangat cemburu. Andai Ayah tidak terlalu lama berbaring di rumah sakit. Kasih sayang anak Ayah tidak akan dicuri oleh pria lain.”

Yuna tertawa kecil. “Ayah, cintaku ke Ayah nggak pernah berkurang dari dulu. Tetap seratus persen.”

“Kalau Ayah seratus persen, aku kebagian berapa?” tanya Yeriko.

“Seratus persen juga.”

“Kok gitu?”

“Karena aku punya seribu persen. Hahaha.”

Yeriko langsung menatap serius wajah Yuna yang masih tertawa.

“Jangan terlalu serius!” pinta Yuna. “Sesungguhnya, perasaan cinta itu nggak bisa diukur.”

Adjie tersenyum menatap Yuna dan Yeriko.

Yuna menatap dua pria yang bersamanya bergantian. “Cintaku ke ayah dan ke kamu itu sama besarnya. Jadi, nggak perlu dipermasalahkan lagi! Oke!?”

Yeriko dan Adjie saling pandang. Kemudian tertawa bersama.

“Kalau aku sama ayah sama-sama mau masuk sumur. Siapa yang kamu tolongin duluan?” tanya Yeriko.

“Aku ikut nyemplung aja. Sumurnya dalem nggak?” tanya Yuna balik.

Yeriko mengerjap-ngerjapkan matanya. “Yun, ini pertanyaan serius,” ucapnya geram.

“Aku juga serius. Lagian, zaman sekarang udah jarang ada sumur. Ngapain juga main-main ke sumur segala? Kamu bisa berenang, ayah bisa berenang dan aku juga bisa berenang. Nyemplung sumur bareng-bareng lebih asyik kan? Hihihi.”

Adjie menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan Yuna. “Ada-ada aja.”

Yuna tersenyum. “Apa pun yang akan terjadi di masa depan, aku tetap ingin bersama kalian. Sesulit apa pun itu, aku tidak akan menghindarinya.”

Yeriko langsung menarik tubuh Yuna ke pelukannya.

“Eh!? Kenapa? Malu sama ayah,” bisik Yuna.

“Malu kenapa?”

Adjie tertawa kecil. Ia merasa bahagia melihat kemesraan rumah tangga anaknya itu. Ia sangat berharap kalau Yuna bisa mendapatkan kehidupan  yang baik di masa depan.

 

(( Bersambung ... ))

 

Thanks udah dukung cerita ini terus. Semoga bisa bikin ceritanya makin bermanfaat.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas