“Hari ini, pasien sudah boleh pulang. Jika ada
keluhan, langsung bawa ke rumah sakit!” tutur Profesor Santoso setelah selesai
memeriksa kondisi kesehatan Adjie.
“Baik. Terima kasih, Prof.” Yeriko menyalami
tangan Profesor Santoso. “Terima kasih, sudah memberikan perawatan terbaik
untuk ayah mertua saya.”
Profesor Santoso menganggukkan kepala. “Sudah
menjadi tugas kami sebagai dokter.” Ia menoleh ke arah Adjie. “Semoga sehat
selalu, Pak Adjie!”
“Terima kasih, Prof!” tutur Adjie dengan
perasaan bahagia. Akhirnya, ia bisa menghirup udara segar setelah sebelas tahun
terbaring di rumah sakit.
Yuna tersenyum dengan mata berkaca-kaca.
“Makasih, Prof!”
Profesor Santoso tersenyum. “Saya ikut
bahagia. Akhirnya, kamu bisa berkumpul kembali dengan ayah kamu.”
Yuna menganggukkan kepala.
“Oke. Saya pergi dulu!” pamit Profesor
Santoso. “Masih ada pasien lain yang
harus saya tangani,” lanjutnya sambil melangkahkan kakinya keluar dari kamar
rawat tersebut.
Yuna langsung memeluk tubuh ayahnya. “Ayah,
akhirnya bisa pulang juga!” serunya sambil melompat kegirangan.
Adjie tersenyum sambil mengelus punggung Yuna.
“Terima kasih, sudah membuat Ayah kembali bersama kamu,” ucapnya sembari
menatap Yeriko yang berdiri di belakang Yuna.
Yeriko tersenyum melihat kebahagiaan ayah dan
anaknya ini. Ia sangat iri kepada Yuna karena memiliki seorang ayah yang baik
dan sangat menyayangi anaknya.
Yuna melepas pelukannya perelahan. Ia menoleh
ke arah Yeriko dan menghampirinya. “Makasih, ya!” tuturnya lirih dengan mata
berkaca-kaca.
Yeriko mengangguk sambil tersenyum.
Yuna langsung memeluk tubuh Yeriko. “Kalau
bukan karena kamu, aku nggak mungkin bisa berkumpul dengan ayah secepat ini.
Aku nggak tahu harus membalas kebaikan kamu dengan apa. Kamu sudah melakukan
banyak hal buat aku, sementara aku nggak pernah ngasih apa-apa buat kamu.”
Yeriko tersenyum sambil mengusap lembut rambut
Yuna. “Cukup kasih hati kamu aja ke aku!” pinta Yeriko.
Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko.
“Semuanya buat kamu. Hati aku, jantung, paru-paru, ginjal, semuanya buat kamu.”
Yeriko tersenyum, ia langsung mengecup bibir
Yuna.
Yuna tersenyum sambil meninju dada Yeriko. “Ada
Ayah, malu tahu,” ucapnya sambil menggigit bibir.
“Malu kenapa?” tanya Yeriko sambil melirik
ayah mertuanya.
Yuna menyembunyikan bibirnya sambil menahan
senyum. Pipinya menghangat hingga mengeluarkan rona merah.
“Yah, kami udah siapin apartemen yang ada di
dekat rumah kami.”
“Nggak perlu repot-repot! Ayah sudah kembali
sehat seperti ini, sangat berterima kasih sama Nak Yeri. Ayah bisa cari tempat tinggal sendiri.”
“Ayah …!?” sentak Yuna. “Ayah nggak mau
tinggal di rumah kami. Nggak mau tinggal di apartemen!?”
“Kalau Ayah nggak mau tinggal di apartemen
sendirian, bisa tinggal di rumah besar keluarga saya,” sela Yeriko.
“Nggak perlu. Kamu terlalu baik sama kami.
Ayah nggak bisa terus-menerus kebaikan
kamu. Ayah berterima kasih karena kamu sudah melakukan banyak hal untuk saya
dan Yuna,” tutur Adjie.
“Ayah nggak perlu sungkan. Kewajiban saya
sebagai suami memang harus menyayangi dan melindungi Yuna. Kewajiban saya
sebagai menantu adalah berbakti. Jadi, jangan menolak niat baik dari saya!”
pinta Yeriko setengah membungkuk.
Yuna menghela napas menatap ayahnya. “Yah,
ikut ke rumah kami atay tinggal di apartemen?”
Adjie terdiam. Ia gelisah dengan pilihan yang
diajukan oleh Yuna. Ia tidak ingin mengganggu kebahagiaan anaknya.
“Yah …!” panggil Yuna karena ayahnya masih
saja bergeming di tempatnya.
Adjie menatap Yuna. “Yuna lagi hamil, alangkah
baiknya kalau aku bisa tinggal di apartemen yang tidak jauh dari rumahnya. Aku
bisa menjaga Yuna tanpa mengganggu kebahagiaan rumah tangganya,” batinnya.
“Gimana, Yah?”
“Mmh … Ayah tinggal di apartemen aja.”
Yuna tersenyum riang. Ia sangat senang karena
ayahnya menerima tawarannya. “Gitu, dong! Ayo, kita pulang!” tuturnya penuh
semangat.
Yeriko tersenyum, ia segera membawa Yuna dan
ayah mertuanya menuju apartemen yang sudah ia beli sebelumnya.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di
salah satu pintu apartemen.
Yeriko langsung membuka pintu, mengajak Yuna
dan ayah mertuanya masuk ke dalam.
Yuna melongo melihat isi apartemen yang sudah
lengkap. “Kamu udah lengkapi semuanya?” tanya Yuna.
Yeriko menganggukkan kepala. Ia langsung
menunjukkan kamar untuk ayah mertuanya.
“Ayah nggak perlu merasa sungkan!” pinta
Yeriko. “Ini sudah menjadi rumah kalian. Anggap aja, ini hadiah dari aku.”
“Hadiah?” Adjie mengernyitkan dahinya.
Yeriko mengangguk.
“Hadiah ini terlalu mewah,” tutur Adjie.
“Kalian bukan orang lain buat aku. Aku harap,
kalian bisa menerimanya dengan senang hati. Kecuali, kalau kalian menganggap
aku orang lain.”
“Jangan seperti itu!” pinta Yeriko. “Ayah
senang menerimanya. Terima kasih untuk semua ini,” lanjutnya sambil merangkul
Yeriko penuh kehangatan.
Yeriko tersenyum menatap Adjie. Sosok ayah
yang baru ia temui seumur hidupnya. Menyambutnya penuh kehangatan. “Andai itu
dia, apa dia …?” batin Yeriko, pandangannya menerawang jauh pada bayangan ayah
yang tak pernah ia temui lagi.
“Makasih ya, Yer! Kamu selalu bikin …”
“Hmm … kamu udah ratusan kali ngucapin makasih
dan maaf ke aku. Kenapa jauh lebih banyak ngucapin kata makasih daripada I Love
you?”
“Eh!?” Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko.
“Aku mau kasih kamu sesuatu. Tapi, aku nggak
mau kalau kamu ngomong terima kasih. Aku maunya, kamu ngomong I Love you ke
aku!” pinta Yeriko.
“Idih, kok maksa?”
Yeriko melipat kedua tangan sambil membuang
pandangannya. “Oke. Kalau nggak mau, berarti kamu nggak cinta sama aku.”
“Aku cinta sama kamu …” Yuna bergelayut manja
di dada Yeriko.
“Kalo gitu, kamu penuhi permintaan aku!”
“Siap, Bos!”
Yeriko tersenyum. Ia mengeluarkan map dari
laci meja dan memberikannya pada Yuna.
Yuna tersenyum menerima map tersebut dan
langsung membukanya. Ia terperangah begitu membaca isi map tersebut. Baru saja
ingin membuka mulut, ia langsung dicegah oleh Yeriko.
“Aku nggak mau dengar kata lain selain yang
aku minta tadi!”
Yuna tertawa kecil sambil memeluk tubuh
Yeriko. “I Love you …”
Adjie tersenyum melihat kebahagiaan anak
gadisnya itu.
“Gitu, dong. Istri yang baik harus nurut kata
suami.” Yeriko mengecup ujung kepala Yuna.
Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia menatap
wajah Yeriko. “Udah boleh ngomong yang lain?”
Yeriko mengangguk.
“Kenapa kamu beli apartemen ini atas namaku?”
“Karena kamu istri aku.”
“Minggu kemarin aku baru aja menolak
pengalihan aset pribadi kamu. Kenapa malah beli apartemen atas namaku.”
“Mmh..
setelah dipikir-pikir. Akan lebih baik kalau aset pribadi dikelola sama
istriku. Aku cukup mengurusi aset perusahaan. Kalau kamu mau berterima kasih ke
aku. Bantu aku menjaga semua aset pribadiku!” Yeriko langsung merogoh ponselnya
yang tiba-tiba berdering.
Mulut Yuna menganga lebar. Ia tidak bisa lagi
menolak keinginan suaminya. Mungkin, ini salah satu cara untuk membalas
kebaikan suaminya itu.
“Halo …!” Yeriko langsung menjawab telepon.
“Harus sekarang? Oke. Aku ke sana.”
Yuna menatap wajah Yeriko.
Yeriko tersenyum sambil mematikan panggilan
teleponnya. “Ada hal penting yang harus aku tanda tangani secepatnya. Aku
tinggal kamu di sini, nggak papa?”
Yuna mengangguk. “Itu … suaranya Lian?”
“Masih hafal aja sama suara mantan pacar,”
celetuk Yeriko sambil tersenyum kecil.
Yuna memonyongkan bibirnya. “Tujuh tahun
pacaran, gimana nggak hafal?” dengus Yuna. “Dokumen apa yang harus kamu urus
sama dia?”
“Pembelian tanah yang waktu itu.”
Yuna mengernyitkan dahinya. “Kamu yakin kalau
Lian bakal ngasih tanah itu ke kamu gitu aja?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Aku nggak yakin. Aku takut kalau dia cuma mau
jebak kamu aja.”
Yeriko tersenyum kecil. “Nggak perlu khawatir.
Kamu doain aja suami kamu ini selalu baik-baik aja dan pulang membawa
kesuksesan!”
Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia berharap,
hubungan antara Yeriko dan Lian tidak memburuk. Ia sudah sangat lelah dengan
sikap Bellina. Ia tidak ingin suaminya menghadapi Lian juga.
“Aku pergi dulu, kamu ajak Ayah beli pakaian
baru!” pamit Yeriko sambil mengecup kening Yuna.
Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Hati-hati
ya!”
Yeriko mengangguk. Ia tak lupa berpamitan
dengan ayah mertuanya dan bergegas pergi meninggalkan apartemen.
(( Bersambung ... ))
Thanks for Big Support, you are my booster.
Big Love,
@vellanine.tjahjadi
.png)
0 komentar:
Post a Comment