Friday, August 15, 2025

Perfect Hero Bab 307 : Dua Pria Kesayangan Yuna

 


“Hari ini, pasien sudah boleh pulang. Jika ada keluhan, langsung bawa ke rumah sakit!” tutur Profesor Santoso setelah selesai memeriksa kondisi kesehatan Adjie.

“Baik. Terima kasih, Prof.” Yeriko menyalami tangan Profesor Santoso. “Terima kasih, sudah memberikan perawatan terbaik untuk ayah mertua saya.”

Profesor Santoso menganggukkan kepala. “Sudah menjadi tugas kami sebagai dokter.” Ia menoleh ke arah Adjie. “Semoga sehat selalu, Pak Adjie!”

“Terima kasih, Prof!” tutur Adjie dengan perasaan bahagia. Akhirnya, ia bisa menghirup udara segar setelah sebelas tahun terbaring di rumah sakit.

Yuna tersenyum dengan mata berkaca-kaca. “Makasih, Prof!”

Profesor Santoso tersenyum. “Saya ikut bahagia. Akhirnya, kamu bisa berkumpul kembali dengan ayah kamu.”

Yuna menganggukkan kepala.

“Oke. Saya pergi dulu!” pamit Profesor Santoso.  “Masih ada pasien lain yang harus saya tangani,” lanjutnya sambil melangkahkan kakinya keluar dari kamar rawat tersebut.

Yuna langsung memeluk tubuh ayahnya. “Ayah, akhirnya bisa pulang juga!” serunya sambil melompat kegirangan.

Adjie tersenyum sambil mengelus punggung Yuna. “Terima kasih, sudah membuat Ayah kembali bersama kamu,” ucapnya sembari menatap Yeriko yang berdiri di belakang Yuna.

Yeriko tersenyum melihat kebahagiaan ayah dan anaknya ini. Ia sangat iri kepada Yuna karena memiliki seorang ayah yang baik dan sangat menyayangi anaknya.

Yuna melepas pelukannya perelahan. Ia menoleh ke arah Yeriko dan menghampirinya. “Makasih, ya!” tuturnya lirih dengan mata berkaca-kaca.

Yeriko mengangguk sambil tersenyum.

Yuna langsung memeluk tubuh Yeriko. “Kalau bukan karena kamu, aku nggak mungkin bisa berkumpul dengan ayah secepat ini. Aku nggak tahu harus membalas kebaikan kamu dengan apa. Kamu sudah melakukan banyak hal buat aku, sementara aku nggak pernah ngasih apa-apa buat kamu.”

Yeriko tersenyum sambil mengusap lembut rambut Yuna. “Cukup kasih hati kamu aja ke aku!” pinta Yeriko.

Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Semuanya buat kamu. Hati aku, jantung, paru-paru, ginjal, semuanya buat kamu.”

Yeriko tersenyum, ia langsung mengecup bibir Yuna.

Yuna tersenyum sambil meninju dada Yeriko. “Ada Ayah, malu tahu,” ucapnya sambil menggigit bibir.

 

“Malu kenapa?” tanya Yeriko sambil melirik ayah mertuanya.

Yuna menyembunyikan bibirnya sambil menahan senyum. Pipinya menghangat hingga mengeluarkan rona merah.

“Yah, kami udah siapin apartemen yang ada di dekat rumah kami.”

“Nggak perlu repot-repot! Ayah sudah kembali sehat seperti ini, sangat berterima kasih sama Nak Yeri. Ayah  bisa cari tempat tinggal sendiri.”

“Ayah …!?” sentak Yuna. “Ayah nggak mau tinggal di rumah kami. Nggak mau tinggal di apartemen!?”

“Kalau Ayah nggak mau tinggal di apartemen sendirian, bisa tinggal di rumah besar keluarga saya,” sela Yeriko.

“Nggak perlu. Kamu terlalu baik sama kami. Ayah nggak bisa  terus-menerus kebaikan kamu. Ayah berterima kasih karena kamu sudah melakukan banyak hal untuk saya dan Yuna,” tutur Adjie.

“Ayah nggak perlu sungkan. Kewajiban saya sebagai suami memang harus menyayangi dan melindungi Yuna. Kewajiban saya sebagai menantu adalah berbakti. Jadi, jangan menolak niat baik dari saya!” pinta Yeriko setengah membungkuk.

Yuna menghela napas menatap ayahnya. “Yah, ikut ke rumah kami atay tinggal di apartemen?”

Adjie terdiam. Ia gelisah dengan pilihan yang diajukan oleh Yuna. Ia tidak ingin mengganggu kebahagiaan anaknya.

“Yah …!” panggil Yuna karena ayahnya masih saja bergeming di tempatnya.

Adjie menatap Yuna. “Yuna lagi hamil, alangkah baiknya kalau aku bisa tinggal di apartemen yang tidak jauh dari rumahnya. Aku bisa menjaga Yuna tanpa mengganggu kebahagiaan rumah tangganya,” batinnya.

“Gimana, Yah?”

“Mmh … Ayah tinggal di apartemen aja.”

Yuna tersenyum riang. Ia sangat senang karena ayahnya menerima tawarannya. “Gitu, dong! Ayo, kita pulang!” tuturnya penuh semangat.

Yeriko tersenyum, ia segera membawa Yuna dan ayah mertuanya menuju apartemen yang sudah ia beli sebelumnya.

 

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di salah satu pintu apartemen.

Yeriko langsung membuka pintu, mengajak Yuna dan ayah mertuanya masuk ke dalam.

Yuna melongo melihat isi apartemen yang sudah lengkap. “Kamu udah lengkapi semuanya?” tanya Yuna.

Yeriko menganggukkan kepala. Ia langsung menunjukkan kamar untuk ayah mertuanya.

“Ayah nggak perlu merasa sungkan!” pinta Yeriko. “Ini sudah menjadi rumah kalian. Anggap aja, ini hadiah dari aku.”

“Hadiah?” Adjie mengernyitkan dahinya.

Yeriko mengangguk.

“Hadiah ini terlalu mewah,” tutur Adjie.

“Kalian bukan orang lain buat aku. Aku harap, kalian bisa menerimanya dengan senang hati. Kecuali, kalau kalian menganggap aku orang lain.”

“Jangan seperti itu!” pinta Yeriko. “Ayah senang menerimanya. Terima kasih untuk semua ini,” lanjutnya sambil merangkul Yeriko penuh kehangatan.

Yeriko tersenyum menatap Adjie. Sosok ayah yang baru ia temui seumur hidupnya. Menyambutnya penuh kehangatan. “Andai itu dia, apa dia …?” batin Yeriko, pandangannya menerawang jauh pada bayangan ayah yang tak pernah ia temui lagi.

“Makasih ya, Yer! Kamu selalu bikin …”

“Hmm … kamu udah ratusan kali ngucapin makasih dan maaf ke aku. Kenapa jauh lebih banyak ngucapin kata makasih daripada I Love you?”

“Eh!?” Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko.

“Aku mau kasih kamu sesuatu. Tapi, aku nggak mau kalau kamu ngomong terima kasih. Aku maunya, kamu ngomong I Love you ke aku!” pinta Yeriko.

“Idih, kok maksa?”

Yeriko melipat kedua tangan sambil membuang pandangannya. “Oke. Kalau nggak mau, berarti kamu nggak cinta sama aku.”

“Aku cinta sama kamu …” Yuna bergelayut manja di dada Yeriko.

“Kalo gitu, kamu penuhi permintaan aku!”

“Siap, Bos!”

Yeriko tersenyum. Ia mengeluarkan map dari laci meja dan memberikannya pada Yuna.

Yuna tersenyum menerima map tersebut dan langsung membukanya. Ia terperangah begitu membaca isi map tersebut. Baru saja ingin membuka mulut, ia langsung dicegah oleh Yeriko.

“Aku nggak mau dengar kata lain selain yang aku minta tadi!”

Yuna tertawa kecil sambil memeluk tubuh Yeriko. “I Love you …”

Adjie tersenyum melihat kebahagiaan anak gadisnya itu.

“Gitu, dong. Istri yang baik harus nurut kata suami.” Yeriko mengecup ujung kepala Yuna.

Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia menatap wajah Yeriko. “Udah boleh ngomong yang lain?”

Yeriko mengangguk.

“Kenapa kamu beli apartemen ini atas namaku?”

“Karena kamu istri aku.”

“Minggu kemarin aku baru aja menolak pengalihan aset pribadi kamu. Kenapa malah beli apartemen atas namaku.”

“Mmh..  setelah dipikir-pikir. Akan lebih baik kalau aset pribadi dikelola sama istriku. Aku cukup mengurusi aset perusahaan. Kalau kamu mau berterima kasih ke aku. Bantu aku menjaga semua aset pribadiku!” Yeriko langsung merogoh ponselnya yang tiba-tiba berdering.

Mulut Yuna menganga lebar. Ia tidak bisa lagi menolak keinginan suaminya. Mungkin, ini salah satu cara untuk membalas kebaikan suaminya itu.

“Halo …!” Yeriko langsung menjawab telepon. “Harus sekarang? Oke. Aku ke sana.”

Yuna menatap wajah Yeriko.

Yeriko tersenyum sambil mematikan panggilan teleponnya. “Ada hal penting yang harus aku tanda tangani secepatnya. Aku tinggal kamu di sini, nggak papa?”

Yuna mengangguk. “Itu … suaranya Lian?”

“Masih hafal aja sama suara mantan pacar,” celetuk Yeriko sambil tersenyum kecil.

Yuna memonyongkan bibirnya. “Tujuh tahun pacaran, gimana nggak hafal?” dengus Yuna. “Dokumen apa yang harus kamu urus sama dia?”

“Pembelian tanah yang waktu itu.”

Yuna mengernyitkan dahinya. “Kamu yakin kalau Lian bakal ngasih tanah itu ke kamu gitu aja?”

Yeriko menganggukkan kepala.

“Aku nggak yakin. Aku takut kalau dia cuma mau jebak kamu aja.”

Yeriko tersenyum kecil. “Nggak perlu khawatir. Kamu doain aja suami kamu ini selalu baik-baik aja dan pulang membawa kesuksesan!”

Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia berharap, hubungan antara Yeriko dan Lian tidak memburuk. Ia sudah sangat lelah dengan sikap Bellina. Ia tidak ingin suaminya menghadapi Lian juga.

“Aku pergi dulu, kamu ajak Ayah beli pakaian baru!” pamit Yeriko sambil mengecup kening Yuna.

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Hati-hati ya!”

Yeriko mengangguk. Ia tak lupa berpamitan dengan ayah mertuanya dan bergegas pergi meninggalkan apartemen.

 

(( Bersambung ... ))

Thanks for Big Support, you are my booster.

 

Big Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas