Friday, August 15, 2025

Perfect Hero Bab 305 : Paman yang Licik

 


Tarudi mondar-mandir di dalam rumahnya sembari menggenggam ponsel. Ia tak menyangka kalau Yuna menolak untuk memberitahukan rumah sakit tempat kakaknya mendapat perawatan. Ia harus memastikan kebenarannya. Apakah kakaknya itu sudah sembuh atau masih terbaring di rumah sakit.

 

“Papa kenapa?” tanya Melan yang melihat suaminya sangat gelisah.

 

“Mama tahu di mana Adjie dirawat?”

 

Melan mengedikkan bahunya. “Aku nggak peduli dia di rumah sakit mana. Setidaknya, nggak perlu menghabiskan uang buat bayar perawatannya dia.”

 

“Gimana kalau dia sembuh?”

 

“Hahaha. Dia udah lumpuh sebelas tahun. Tinggal tunggu matinya aja. Nggak mungkin dia bisa bangun secepat ini.”

 

“Kita nggak pernah tahu dia dirawat di mana. Suami Yuna itu bukan orang sembarangan. Dia punya uang banyak buat ngobatin Adjie.”

 

Melan mengangguk-anggukkan kepalanya. “Masuk akal. Bisa aja dia bawa mertuanya itu ke luar negeri.”

 

“Luar negeri? Aku rasa, Adjie masih di dalam kota ini.”

 

“Kalau Adjie sadar, apa dia bakal ngambil lagi saham perusahaan kita?”

 

“Aku khawatir itu terjadi.”

 

“Pa, kita nggak boleh jatuh miskin. Jangan sampai, Adjie mengambil alih kembali perusahaan kita!”

 

Tarudi menganggukkan kepala. “Papa akan pikirkan caranya.” Ia bergegas melangkah keluar dari rumahnya.

Tarudi terus mengawasi rumah Yuna dari kejauhan untuk mencari tahu ke mana saja Yuna pergi. Ia pasti bisa menemukan keberadaan kakak kandungnya itu.

 

Benar saja, setelah dua jam menunggu, ia melihat mobil Yeriko keluar dari rumahnya. Ia bergegas mengikuti mobil Yuna menggunakan sepeda motor yang ia sewa agar Yuna tak menyadari kehadirannya.

 

Saat sampai di rumah sakit, Yuna terus menoleh ke belakang. Ia merasa ada seseorang yang mengikuti langkahnya.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko. Ia tak menyangka kalau istrinya memiliki kepekaan terhadap orang-orang di sekitarnya.

 

“Kayaknya, ada orang yang ngikutin kita.”

 

Yeriko menoleh ke belakang. “Siapa? Suster? Mereka biasa …” Yeriko menghentikan ucapannya saat Yuna menarik lengannya saat mereka berbelok ke koridor lain.

 

Yuna mengajak Yeriko masuk ke dalam bangsal.

 

“Kenapa sih?” tanya Yeriko.

 

“Sst …!” Yuna mengacungkan jari telunjuk di bibirnya. Ia mengajak Yeriko bersembunyi di dalam bangsal tersebut.

 

Beberapa saat kemudian, seorang pria payuh baya terlihat celingukan di koridor tersebut.

 

“Nah, kan … bener dugaanku,” gumam Yuna. Ia langsung membuka pintu tersebut dan keluar dari bangsal.

 

“Hai, Oom …! Cari aku ya?” tanya Yuna tanpa basa-basi.

“Yuna? Ayah kamu di ruangan ini?” tanya Tarudi penuh semangat.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku nggak akan kasih tahu di mana ayahku dirawat.”

 

“Yun, niat Oom datang ke sini itu baik. Pengen ketemu sama ayah kamu. Aku ini adiknya, Yun. Kenapa kamu ngelarang aku ketemu sama kakakku sendiri?”

 

Yuna tersenyum sinis. “Mau nyelakain ayah lagi?” tanyanya.

 

Tarudi menggelengkan kepala. “Aku cuma mau tahu keadaan ayah kamu.”

 

“Ayahku lagi sakit, Oom. Dia nggak bisa ditemui sama sembarang orang. Oom lebih baik pergi dari sini. Jangan ganggu ayah lagi!” pinta Yuna.

 

“Yuna … Oom ini cuma mau lihat keadaan ayah kamu. Itu aja.”

 

“Kenapa? Oom mau jahatin dia lagi?”

 

“Gimana bisa Oom ini jahatin kakak sendiri?”

 

“Nggak usah sok baik. Aku tahu banget cara licik yang Oom pakai. Menggunakan cara licik untuk mengambil semuanya dan mencelakai ayah.”

 

“Yun, Oom nggak ngelakuin apa-apa. Semuanya terjadi secara kebetulan.”

 

“Kebetulan? Oom ambil alih perusahaan ayah itu kebetulan, hah!?”

 

“Kamu nggak ngerti, Yun. Kami melakukan transaksi pengalihan saham karena harus menyelamatkan perusahaan dari kirsis.”

 

“Oom, aku nggak mau dengar pembelaan apa pun dari Oom. Kalau  emang mau menyelamatkan perusahaan, kenapa harus celakai kedua orang tua aku? Dapetin semua harta mereka masih belum cukup?”

 

“Yun, kenapa kamu selalu berpikir buruk tentang Oom? Dia itu kakak Oom sendiri. Apa iya aku harus mencelakai kakakku sendiri?”

 

“Kenyataannya memang seperti itu, Oom. Aku nggak akan pernah lupa gimana kalian memperlakukan aku.”

 

Tarudi menghela napas. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk membuat Yuna mengizinkannya bertemu dengan kakaknya.

 

Yuna menatap sengit ke arah pamannya. Ia tidak ingin pamannya tahu kalau ayahnya sudah membaik dan menggunakan cara licik untuk mencelakai ayahnya kembali.

 

“Maaf, Oom! Sebaiknya, Oom pergi dari sini,” pinta Yeriko.

 

“Aku cuma mau lihat keadaan kakak aku sendiri. Kamu itu orang luar, kenapa tega memisahkan kami yang masih saudara?”

 

Yeriko terdiam. Ucapan Tarudi memang benar. Ia tidak seharusnya memisahkan hubungan persaudaraan antara Yuna dan keluarga Tarudi. Namun ia tetap harus menyelamatkan Adjie dan Yuna dari saudara yang jahat dan licik seperti pamannya ini.

 

“Oom, andai Oom adalah orang yang selalu memperlakukan Yuna dengan baik. Oom adalah orang yang paling saya hargai. Hanya saja, saya tidak bisa bersikap baik pada orang yang sudah mencelakai istri dan ayah mertua saya.”

 

Tarudi terdiam mendapati tatapan mata Yeriko. Ia tahu kalau Yeriko anak muda yang sangat berbahaya. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana untuk bisa memastikan keadaan Adjie yang sebenarnya.

 

Di saat yang sama, Adjie melangkah keluar dari bangsal. Tarudi yang melihatnya langsung tercengang. Ia masih tidak percaya kalau Adjie sudah membaik, bahkan bisa berjalan seperti orang normal.

 

“Kak Adjie ...?”

 

Yuna dan Yeriko langsung memutar kepalanya ke belakang, mereka langsung menghalau Tarudi agar tidak menghampiri Adjie.

 

“Kak ...!” seru Tarudi sambil berusaha menerobos Yeriko.

 

Adjie melangkah perlahan mendekati Yuna dan Yeriko. “Kalian, ngapain di sini?”

 

Yuna tersenyum. “Aku bawain sup ayam buat Ayah. Kita makan, yuk!”

 

“Kak Adjie, apa kabar?” tanya Tarudi.

 

“Dia siapa?” tanya Adjie pada Yuna.

 

“Bukan siapa-siapa,” jawab Yuna.

 

“Kak, aku Rudi. Adik kamu. Adik kandung kamu.” Tarudi tak mau kalah bicara.

 

Adjie mengernyitkan dahi sambil menatap Tarudi. “Aku nggak punya adik.”

 

“Kak!? Aku adik kamu. Kita sering bermain sejak kecil. Apa kamu lupa?”

 

Adjie memejamkan mata sambil memijat keningnya.

 

“Ayah, kita istirahat yuk!” ajak Yuna. “Nggak usah hiraukan omongan dia. Dia bukan siapa-siapa. Cuma orang yang ngaku-ngaku aja.”

 

Adjie menganggukkan kepala. Ia menuruti Yuna yang memapahnya kembali masuk ke dalam bangsal.

 

“Oom, Ayah Adjie nggak ingat apa pun selain Yuna. Sebaiknya, Oom pulang aja karena dia masih perlu banyak istirahat!” pinta Yeriko. Ia melangkah mengikuti Yuna dan Adjie.

 

Tarudi masih terpaku di tempatnya. Ia benar-benar tak percaya kalau kakaknya yang sudah terbaring di rumah sakit selama sebelas tahun ini bisa bangun dan terlihat sehat seperti dulu. Ia sangat takut jika Adjie akan mengambil alih perusahaan itu kembali.

 

Meski ia bukan pemilik saham terbesar di Wijaya Group. Namun, ia adalah pemilik utama salah satu anak perusahaan Wijaya Group. Ia tidak ingin perusahaan itu kembali jatuh ke tangan Adjie. Terlebih, kakaknya itu sangat pandai dalam berbisnis. Ia berharap, ingatan kakaknya tak pernah pulih dan tidak menginginkan perusahaannya kembali.

 

Tarudi begitu berat melangkahkan kakinya meninggalkan rumah sakit. Perasaannya berkecamuk karena Adjie benar-benar masih hidup. Bisa berjalan normal, bisa berbicara. Amnesia yang dialami Adjie bisa saja hanya sementara dan akan mengancam hidupnya saat Adjie berhasil mengingat semuanya.

 

(( Bersambung ...))

Apa yang akan dilakukan Tarudi selanjutnya ya?

 

Baca terus ceritanya biar nggak penasaran.

Big thanks for support this story.

 

Big Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas