Tarudi mondar-mandir di dalam rumahnya sembari
menggenggam ponsel. Ia tak menyangka kalau Yuna menolak untuk memberitahukan rumah
sakit tempat kakaknya mendapat perawatan. Ia harus memastikan kebenarannya.
Apakah kakaknya itu sudah sembuh atau masih terbaring di rumah sakit.
“Papa kenapa?” tanya Melan yang melihat suaminya
sangat gelisah.
“Mama tahu di mana Adjie dirawat?”
Melan mengedikkan bahunya. “Aku nggak peduli dia di
rumah sakit mana. Setidaknya, nggak perlu menghabiskan uang buat bayar
perawatannya dia.”
“Gimana kalau dia sembuh?”
“Hahaha. Dia udah lumpuh sebelas tahun. Tinggal tunggu
matinya aja. Nggak mungkin dia bisa bangun secepat ini.”
“Kita nggak pernah tahu dia dirawat di mana. Suami
Yuna itu bukan orang sembarangan. Dia punya uang banyak buat ngobatin Adjie.”
Melan mengangguk-anggukkan kepalanya. “Masuk akal.
Bisa aja dia bawa mertuanya itu ke luar negeri.”
“Luar negeri? Aku rasa, Adjie masih di dalam kota
ini.”
“Kalau Adjie sadar, apa dia bakal ngambil lagi saham
perusahaan kita?”
“Aku khawatir itu terjadi.”
“Pa, kita nggak boleh jatuh miskin. Jangan sampai,
Adjie mengambil alih kembali perusahaan kita!”
Tarudi menganggukkan kepala. “Papa akan pikirkan
caranya.” Ia bergegas melangkah keluar dari rumahnya.
Tarudi terus mengawasi rumah Yuna dari kejauhan untuk
mencari tahu ke mana saja Yuna pergi. Ia pasti bisa menemukan keberadaan kakak
kandungnya itu.
Benar saja, setelah dua jam menunggu, ia melihat mobil
Yeriko keluar dari rumahnya. Ia bergegas mengikuti mobil Yuna menggunakan
sepeda motor yang ia sewa agar Yuna tak menyadari kehadirannya.
Saat sampai di rumah sakit, Yuna terus menoleh ke
belakang. Ia merasa ada seseorang yang mengikuti langkahnya.
“Kenapa?” tanya Yeriko. Ia tak menyangka kalau
istrinya memiliki kepekaan terhadap orang-orang di sekitarnya.
“Kayaknya, ada orang yang ngikutin kita.”
Yeriko menoleh ke belakang. “Siapa? Suster? Mereka
biasa …” Yeriko menghentikan ucapannya saat Yuna menarik lengannya saat mereka
berbelok ke koridor lain.
Yuna mengajak Yeriko masuk ke dalam bangsal.
“Kenapa sih?” tanya Yeriko.
“Sst …!” Yuna mengacungkan jari telunjuk di bibirnya.
Ia mengajak Yeriko bersembunyi di dalam bangsal tersebut.
Beberapa saat kemudian, seorang pria payuh baya
terlihat celingukan di koridor tersebut.
“Nah, kan … bener dugaanku,” gumam Yuna. Ia langsung
membuka pintu tersebut dan keluar dari bangsal.
“Hai, Oom …! Cari aku ya?” tanya Yuna tanpa basa-basi.
“Yuna? Ayah kamu di ruangan ini?” tanya Tarudi penuh
semangat.
Yuna menggelengkan kepala. “Aku nggak akan kasih tahu
di mana ayahku dirawat.”
“Yun, niat Oom datang ke sini itu baik. Pengen ketemu
sama ayah kamu. Aku ini adiknya, Yun. Kenapa kamu ngelarang aku ketemu sama
kakakku sendiri?”
Yuna tersenyum sinis. “Mau nyelakain ayah lagi?” tanyanya.
Tarudi menggelengkan kepala. “Aku cuma mau tahu
keadaan ayah kamu.”
“Ayahku lagi sakit, Oom. Dia nggak bisa ditemui sama
sembarang orang. Oom lebih baik pergi dari sini. Jangan ganggu ayah lagi!”
pinta Yuna.
“Yuna … Oom ini cuma mau lihat keadaan ayah kamu. Itu
aja.”
“Kenapa? Oom mau jahatin dia lagi?”
“Gimana bisa Oom ini jahatin kakak sendiri?”
“Nggak usah sok baik. Aku tahu banget cara licik yang
Oom pakai. Menggunakan cara licik untuk mengambil semuanya dan mencelakai
ayah.”
“Yun, Oom nggak ngelakuin apa-apa. Semuanya terjadi
secara kebetulan.”
“Kebetulan? Oom ambil alih perusahaan ayah itu
kebetulan, hah!?”
“Kamu nggak ngerti, Yun. Kami melakukan transaksi pengalihan
saham karena harus menyelamatkan perusahaan dari kirsis.”
“Oom, aku nggak mau dengar pembelaan apa pun dari Oom. Kalau emang mau menyelamatkan perusahaan, kenapa harus celakai
kedua orang tua aku? Dapetin semua harta mereka masih belum cukup?”
“Yun,
kenapa kamu selalu berpikir buruk tentang Oom? Dia itu kakak Oom sendiri. Apa
iya aku harus mencelakai kakakku sendiri?”
“Kenyataannya
memang seperti itu, Oom. Aku nggak akan pernah lupa gimana kalian memperlakukan
aku.”
Tarudi
menghela napas. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk membuat Yuna
mengizinkannya bertemu dengan kakaknya.
Yuna
menatap sengit ke arah pamannya. Ia tidak ingin pamannya tahu kalau ayahnya
sudah membaik dan menggunakan cara licik untuk mencelakai ayahnya kembali.
“Maaf,
Oom! Sebaiknya, Oom pergi dari sini,” pinta Yeriko.
“Aku
cuma mau lihat keadaan kakak aku sendiri. Kamu itu orang luar, kenapa tega
memisahkan kami yang masih saudara?”
Yeriko
terdiam. Ucapan Tarudi memang benar. Ia tidak seharusnya memisahkan hubungan
persaudaraan antara Yuna dan keluarga Tarudi. Namun ia tetap harus
menyelamatkan Adjie dan Yuna dari saudara yang jahat dan licik seperti pamannya
ini.
“Oom,
andai Oom adalah orang yang selalu memperlakukan Yuna dengan baik. Oom adalah
orang yang paling saya hargai. Hanya saja, saya tidak bisa bersikap baik pada
orang yang sudah mencelakai istri dan ayah mertua saya.”
Tarudi
terdiam mendapati tatapan mata Yeriko. Ia tahu kalau Yeriko anak muda yang
sangat berbahaya. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana untuk bisa memastikan
keadaan Adjie yang sebenarnya.
Di saat
yang sama, Adjie melangkah keluar dari bangsal. Tarudi yang melihatnya langsung
tercengang. Ia masih tidak percaya kalau Adjie sudah membaik, bahkan bisa
berjalan seperti orang normal.
“Kak
Adjie ...?”
Yuna
dan Yeriko langsung memutar kepalanya ke belakang, mereka langsung menghalau
Tarudi agar tidak menghampiri Adjie.
“Kak
...!” seru Tarudi sambil berusaha menerobos Yeriko.
Adjie
melangkah perlahan mendekati Yuna dan Yeriko. “Kalian, ngapain di sini?”
Yuna
tersenyum. “Aku bawain sup ayam buat Ayah. Kita makan, yuk!”
“Kak
Adjie, apa kabar?” tanya Tarudi.
“Dia
siapa?” tanya Adjie pada Yuna.
“Bukan
siapa-siapa,” jawab Yuna.
“Kak,
aku Rudi. Adik kamu. Adik kandung kamu.” Tarudi tak mau kalah bicara.
Adjie
mengernyitkan dahi sambil menatap Tarudi. “Aku nggak punya adik.”
“Kak!?
Aku adik kamu. Kita sering bermain sejak kecil. Apa kamu lupa?”
Adjie
memejamkan mata sambil memijat keningnya.
“Ayah,
kita istirahat yuk!” ajak Yuna. “Nggak usah hiraukan omongan dia. Dia bukan
siapa-siapa. Cuma orang yang ngaku-ngaku aja.”
Adjie
menganggukkan kepala. Ia menuruti Yuna yang memapahnya kembali masuk ke dalam
bangsal.
“Oom,
Ayah Adjie nggak ingat apa pun selain Yuna. Sebaiknya, Oom pulang aja karena
dia masih perlu banyak istirahat!” pinta Yeriko. Ia melangkah mengikuti Yuna
dan Adjie.
Tarudi
masih terpaku di tempatnya. Ia benar-benar tak percaya kalau kakaknya yang
sudah terbaring di rumah sakit selama sebelas tahun ini bisa bangun dan
terlihat sehat seperti dulu. Ia sangat takut jika Adjie akan mengambil alih
perusahaan itu kembali.
Meski
ia bukan pemilik saham terbesar di Wijaya Group. Namun, ia adalah pemilik utama
salah satu anak perusahaan Wijaya Group. Ia tidak ingin perusahaan itu kembali
jatuh ke tangan Adjie. Terlebih, kakaknya itu sangat pandai dalam berbisnis. Ia
berharap, ingatan kakaknya tak pernah pulih dan tidak menginginkan
perusahaannya kembali.
Tarudi
begitu berat melangkahkan kakinya meninggalkan rumah sakit. Perasaannya
berkecamuk karena Adjie benar-benar masih hidup. Bisa berjalan normal, bisa
berbicara. Amnesia yang dialami Adjie bisa saja hanya sementara dan akan
mengancam hidupnya saat Adjie berhasil mengingat semuanya.
((
Bersambung ...))
Apa
yang akan dilakukan Tarudi selanjutnya ya?
Baca
terus ceritanya biar nggak penasaran.
Big
thanks for support this story.
Big
Love,
@vellanine.tjahjadi
.png)
0 komentar:
Post a Comment