Friday, August 15, 2025

Perfect Hero Bab 303 : Di Bawah Kendali

 

 


Keesokan harinya, Yuna dan Yeriko kembali mengunjungi ayahnya yang masih menjalani perawatan di rumah sakit. Setiap hari, mereka selalu menyempatkan diri mengunjungi ayah Yuna.

“Perasaanku nggak enak,” celetuk Yuna. Ia menghentikan langkahnya saat berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang perawatan ayahnya.

“Kenapa?” tanya Yeriko.

Yuna menoleh ke belakang. “Kenapa akhir-akhir ini, aku ngerasa ada yang selalu ngikutin kita?”

“Mungkin perasaan kamu aja. Tempat seramai ini, banyak orang yang selalu melangkah beriringan dengan kita.”

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Semoga, memang perasaanku aja.”

Yeriko tersenyum. Ia memeluk pinggang Yuna dan mengajaknya masuk ke dalam kamar perawatan ayah Yuna.

“Sore, Ayah!” sapa Yuna ceria sambil mencium kedua pipi ayahnya.

Yeriko tersenyum di belakang Yuna. Ia juga ikut menyapa Adjie dengan ramah.

“Yah, aku buatin bubur ayam buat Ayah. Ayah harus makan ya! Mumpung masih hangat,” tutur Yuna sambil membuka kotak bekal yang ia bawa.

Adjie mengangguk sambil tersenyum. “Sepertinya, Ayah sudah merepotkan kamu. Bukannya, kamu lagi hamil muda. Seharusnya, lebih banyak istirahat. Nggak perlu serepot ini.”

“Ayah ... Ayah nggak suka masakan aku?”

“Bukan, bukan. Bukan gitu. Ayah cuma nggak mau ngerepotin kamu yang lagi hamil.”

Yuna tersenyum menatap Adjie. “Yah, ibu hamil harus tetap beraktivitas biar selalu sehat. Asal nggak melakukan hal yang berat. Aku terlalu banyak bersantai. Cuma bisa bikin masakan buat Ayah dan Yeri.”

“Apa kamu nggak melakukan pekerjaan rumah?”

“Aku nggak bisa melakukan pekerjaan rumah,” jawab Yuna sambil menahan tawa.

“Kenapa? Bukannya seorang istri harus melayani keperluan suami dengan baik. Mengurus rumah, mengurus anak dan lain-lain.”

Yuna tersenyum. Ia menyendok bubur yang ada di tangannya dan menyuapkan ke mulut ayahnya. “Yah, di rumah ada enam orang pelayan, dua ajudan, dua satpam, dua supir dan satu asisten pribadi. Aku terlalu santai.”

“Pelayan sebanyak itu, apa tidak boros? Lebih baik, kamu kerjakan pekerjaan rumah pelan-pelan!” pinta Adjie.

“Aku masih mampu bayar pelayan, nggak mungkin membiarkan istriku mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri,” tutur Yeriko sambil tersenyum.

“Tapi, itu pemborosan sekali. Lebih baik uangnya kalian simpan untuk masa depan!” pinta Adjie.

Yeriko tersenyum kecil. Ia merasa bahagia melihat perhatian Adjie pada puteri kecilnya. Yuna begitu beruntung memiliki ayah yang baik.

“Yah, Yeriko sudah pasti memikirkan masa depan kami. Ayah nggak perlu khawatir!” pinta Yuna sambil tersenyum.

“Lagipula, pelayan-pelayan itu sudah kembali ke rumah besar. Hanya ada Bibi yang menjaga kami.”

“Kalian tinggal dengan Bibi kalian?” tanya Adjie.

“Bukan, Yah. Bibi War itu ... penjaga Yeriko sejak dia masih kecil.”

“Oh.” Adjie manggut-manggut tanda mengerti.

Yuna tersenyum. Ia terus menyuapi ayahnya sambil bercerita. “Gimana perkembangan kaki Ayah?” tanya Yuna.

“Baik. Sangat baik. Anak kesayangan Ayah selalu mengirimkan nutrisi seperti ini. Tentunya, Ayah selalu bersemangat untuk sehat lagi.”

Yuna tersenyum. “Aku masakin buat Ayah setiap hari. Tapi, Ayah harus rajin terapi dan tetap semangat!” pinta Yuna ceria.

Adjie menganggukkan kepala. “Lagipula, biaya rumah sakit ini sangat mahal. Ayah nggak akan sanggup membayarnya.”

Yuna menggigit bibirnya.

“Ayah nggak perlu khawatir. Aku nggak minta ganti biaya rumah sakit,” sela Yeriko.

“Eh, maaf! Ayah bukan bermaksud untuk menyinggung kamu. Walau kamu adalah suami Yuna. Tidak seharusnya, Ayah menghabiskan banyak uang kamu.”

Yeriko tertawa kecil. “Ayah nggak perlu sungkan. Kesehatan Ayah lebih dari segalanya.”

Adjie tersenyum. Ia langsung menatap puteri kesayangannya. “Kamu beruntung sekali bisa punya suami sebaik ini.”

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Ayah juga beruntung punya menantu sebaik dia.”

Adjie tertawa bahagia. “Ini sudah hampir senja, sebaiknya kalian pulang! Kamu lagi hamil, nggak baik ada di luar senja-senja seperti ini,” pinta Adjie.

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Ayah baik-baik di sini!” tuturnya sambil mengecup tangan ayahnya.

Yeriko melirik ke arah pintu. Ia bisa melihat seseorang sedang memerhatikan mereka dari balik kaca pintu ruangan tersebut.

“Ayo, kita pulang!” ajak Yeriko. “Ayah, kami pulang dulu. Besok, kami ke sini lagi,” pamitnya.

Adjie menganggukkan kepala. “Hati-hati di jalan!” pintanya.

Yeriko dan Yuna menganggukkan kepala. Mereka bergegas keluar dari ruangan tersebut.

Yuna menyusuri koridor dengan gelisah. Ia merasa selalu ada yang mengikuti langkahnya dari belakang.

Yeriko juga menyadari kegelisahan yang tergambar dari raut wajah Yuna. Ia merogoh ponsel dari sakunya dan langsung menelepon Riyan.

“Halo, Pak Bos!”

“Yan, kamu sudah kerjain apa yang aku suruh kemarin?” tanya Yeriko.

“Sudah, Pak Bos.”

“Cek semua CCTV hari ini. Pastikan, orang itu ada di bawah kendali kita!” perintah Yeriko.

“Siap, Pak Bos!”

“Oh ya, aku udah minta bantuan Satria. Kamu, coba hubungi dia!” perintahnya.

“Siap, Pak Bos!”

Yeriko langsung mematikan panggilan teleponnya.

“Ada apa?” tanya Yuna yang melangkah seiringan dengan langkah kaki Yeriko.

Yeriko tersenyum kecil. “Nggak papa. Ada sesuatu yang harus diselesaikan.”

“Apa itu?”

“Ck, kenapa kamu selalu penasaran sama urusan pria?”

Yuna memonyongkan bibirnya. “Apa karena wanita, jadi nggak boleh tahu urusan pria?”

Yeriko tersenyum kecil. Ia langsung membukakan pintu mobil untuk Yuna. “Kamu fokus mikirin anak kita aja. Nggak perlu memikirkan hal lain! Aku sudah bilang, urusan yang lain akan aku atasi.”

Yuna mengangguk. Ia duduk di dalam mobil dan langsung memasang safety belt ke pinggangnya.

Yeriko juga ikut masuk ke dalam mobil dan bergegas melaju menuju rumahnya.

 

...

 

“Halo, Bos!” Seseorang dengan seragam medis terlihat bersembunyi di tempat yang tak terjangkau dari CCTV.

“Ada apa?” tanya seseorang di ujung telepon.

“Pak Adjie sudah bangun dari komanya.”

“APA!? Gimana bisa dia bangun?”

“Nggak tahu, Bos. Saya sudah menyuntikkan cairan tersebut melalui cairan infus pasien. Tapi, dia masih bisa bangun.”

“Goblok! Bunuh satu orang yang udah nggak berdaya aja kamu nggak bisa, hah!?”

“Maaf, Bos! Saya sudah berusaha. Penjagaan ruangan itu semakin ketat. Sepertinya, mereka mulai menyadari keberadaan kita.”

“Goblok! Sebelas tahun saya nunggu kematian dia. Kamu membuat rencana saya rusak gitu aja. Sebelum orang lain mengetahui keberadaan saya. Kamu dan semua keluargamu harus mati!”

“Jangan, Bos! Saya janji akan ngelakuin apa aja. Jangan bunuh keluarga saya!”

“Saya akan lihat kerjaan kamu selanjutnya. Kalau gagal lagi, saya nggak akan ngasih kesempatan!”

“Baik, Bos!” Pria itu langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia bergegas melepas seragam medis yang melekat di tubuhnya dan membuangnya ke tempat sampah. Ia bergegas turun lewat tangga darurat, melangkah menyusuri lorong-lorong yang tak terjangkau CCTV. Berbaur dengan pengunjung dan pasien yang lalu lalang di rumah sakit tersebut.

Pria tersebut bergegas keluar rumah sakit, masuk mobil dan melajukan kendaraannya menuju rumah untuk memastikan keadaan keluarganya masih dalam keadaan baik-baik saja. Ia akan melakukan apa saja untuk melindungi keluarganya sendiri. Termasuk, mengorbankan dirinya sendiri. Hidup di bawah tekanan orang lain memang tidak mudah. Tapi, ia tidak punya pilihan lain lagi. Ia tidak bisa lagi terbebas dari orang yang sudah mengendalikannya.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Siapa sebenarnya orang yang menginginkan nyawa ayahnya Yuna?

Yuk, ikuti terus ceritanya karena masih ada banyak rahasia yang belum terkuak.

Thanks udah dukung terus cerita ini.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas