Thursday, August 14, 2025

Perfect Hero Bab 302 : Ingatan Tersembunyi

 


“Sore,  Ayah!” sapa Yeriko begitu ia masuk ke kamar rawat ayah mertuanya. Sejak Adjie sadar, ia selalu menyempatkan diri menjenguk di rumah sakit setiap kali pulang kerja.

“Sore. Yuna mana?” tanya Adjie.

“Yuna nggak ikut. Saya baru pulang kerja.”

“Oh. Baguslah. Ada sesuatu yang ingin Ayah bicarakan sama kamu.”

Yeriko menganggukkan kepala.

“Apa Yuna, bicara sama kamu soal masa lalunya?”

Yeriko mengangguk pasti.

“Ayah tahu, kalian saling mencintai. Sekarang, kamu menjadi satu-satunya orang terdekat Yuna. Pastinya, kamu tidak ingin dia terluka, kan?”

Yeriko menganggukkan  kepala.

“Sebenarnya, Ayah ingat semuanya. Hanya saja, Ayah tertidur terlalu lama. Ayah tidak tahu apa yang terjadi pada Yuna selama belasan tahun belakangan ini. Apa dia hidup dengan baik?”

Yeriko menghela napas, ia tersenyum kecil menatap Adjie. “Dia selalu terlihat baik-baik aja dan ceria. Tapi, aku tahu kalau dia sudah melewati banyak kesulitan.”

“Apa kalian sudah saling mengenal sejak lama?”

Yeriko menggelengkan kepala. “Saya menikahi Yuna saat kami baru kenalan selama seminggu. Semuanya, terjadi secara kebetulan dan … akhirnya, saya sangat mencintai dia.”

“Ayah percaya kalau kamu sangat mencintai dia. Dia anak yang baik. Seharusnya, dia bisa hidup dengan baik.”

“Ayah tenang aja. Sekarang, dia hidup dengan sangat baik.”

“Terima kasih, kamu sudah menjaga Yuna dengan baik.”

“Sudah kewajiban saya sebagai suami.”

“Oh ya, bagaimana dengan kehidupan dia sebelumnya. Apa Rudi dan keluarganya memperlakukan dia dengan baik? Apa dia mendapatkan pendidikan yang layak?”

“Pendidikan dia sangat baik. Dia lulusan Bisnis Management di Melbourne University. Dia juga sempat bekerja di perusahaan yang sebelumnya adalah milik kalian. Saya memintanya berhenti bekerja karena dia sudah hamil.”

“Huft, aku sudah melewatkan banyak hal. Dia sangat kecil dan lemah. Bagaimana dia melewati itu semua? Bekerja di perusahaan yang seharusnya menjadi miliknya.”

“Ayah, cuma Ayah yang tahu penyebab kecelakaan itu. Apakah itu kecelakaan yang sudah direncanakan?”

“Ayah nggak tahu. Semuanya sudah berlalu. Lupakan saja!”

“Gimana bisa melupakan gitu aja? Aku sudah melakukan penyelidikan soal kecelakaan sebelas tahun lalu. Apa ada hubungannya dengan pemindahan saham di hari sebelumnya?”

Adjie berpikir sejenak. Kemudian ia menggelengkan kepala. “Nggak perlu diselidiki lagi!” pintanya.

Yeriko menatap wajah Adjie. Ia semakin penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya. Semakin kasus ini ditutupi, semakin membuatnya penasaran.

“Sudahlah. Nggak perlu mengungkit masa lalu. Yang penting, Yuna bisa menjalani masa depan dengan tenang dan damai. Itu semua sudah cukup.”

“Ayah, ada banyak hal yang harus aku lakukan. Terutama, ini berkaitan dengan Yuna.”

“Kalau ingin membuatnya bahagia. Jangan ungkit soal masa lalu dia!” pinta Adjie. “Ayah sudah ikhlas menerima semua ini. Jangan bilang ke dia kalau sebenarnya, ingatan Ayah tidak bermasalah!” pinta Adjie.

“Kenapa, Yah? Bukannya akan lebih baik kalau Yuna tahu. Dia pasti merasa sangat bahagia.”

“Aku mengkhawatirkan keadaannya jika tahu apa yang sebenarnya terjadi. Lagipula, aku ingin tahu beberapa orang yang terlibat dalam kasus ini.”

Yeriko mengangguk. Ia mengerti apa yang akan direncanakan oleh Adjie.

Adjie menepuk-nepuk bahu Yeriko. “Ajak Ayah jalan-jalan di taman!” pintanya.

Yeriko mengangguk. Ia menarik kursi roda karena Adjie belum kuat berjalan normal seperti biasanya dan masih harus mendapatkan perawatan intensif untuk memulihkan tubuhnya.

“Yuna sangat suka jalan-jalan. Setiap Minggu, aku dan ibunya selalu mengajaknya jalan-jalan di taman kota. Dia suka sekali mainan dan makanan. Setiap ke taman, dia akan membeli balon dan sosis kesukaannya. Tangan kirinya memegang balon, tangan kanannya asyik melahap sosis.” Adjie mengajak Yeriko bercerita sembari berkeliling di taman rumah sakit.

Yeriko tertawa kecil. “Sampai sekarang, dia masih suka makanan enak. Setiap kali melihat dia makan, aku selalu merasa bahagia.”

Adjie langsung menatap wajah Yeriko. “Nafsu makan dia sangat baik. Kalau tidak dijaga. Badannya bisa bengkak. Hahaha. Setiap kali dia menangis, satu biji udang goreng saja sudah bisa membuatnya berhenti menangis.”

Yeriko tertawa kecil. Ia teringat saat-saat pertama kali mengenal Yuna. Memerhatikan caranya makan, gaya bicaranya ketika kesal dan rengekan manjanya saat ia menginginkan sesuatu. Yuna sangat ribut dan merepotkan. Satu hal yang ia benci dari seorang perempuan. Namun, kebencian itu bisa berubah menjadi rasa cinta yang begitu besar.

“Yer, apa dia pernah menangisi Ayah?” tanya Adjie.

“Sering. Setiap kali dia datang, selalu mengajak Anda bercerita sambil menangis.”

“Aku merasa bersalah karena sering membuatnya menangis. Aku sendiri tidak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya merasa tertidur selama beberapa hari. Ternyata, sudah bertahun-tahun.”

“Ayah tidak perlu merasa bersalah. Yuna sangat senang melihat Ayah sudah sadar. Hal paling besar yang ia inginkan setiap hari adalah bisa membuat Anda terbangun dan memanggil namanya.”

Adjie tersenyum. Ia sangat bangga dengan keadaan Yuna yang sekarang. Puteri kesayangannya yang manja itu, bisa melewati banyak hal sulit seorang diri.

“Oh ya, apakah Rudi memperlakukan dia dengan baik?”

“Rudi? Oom Tarudi?”

Adjie menganggukkan kepala.

Yeriko menghela napas sejenak. “Hubungan mereka tidak begitu baik. Bellina, seringkali menindas Yuna.”

“Ckckck. Mereka masih saja tidak berubah. Sejak kecil, sering berebut dan berkelahi. Tapi tetap saja saling menyayangi. Hubungan persaudaraan memang seperti itu. Kalau jauh dicari, kalau dekat dicakari.”

Yeriko tersenyum kecil. Ia merasa tidak ada hubungan persaudaraan antara Yuna dan Bellina. Bellina terlalu kejam memperlakukan istrinya. “Pak Adjie nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di masa-masa remaja mereka,” batin Yeriko.

“Apa sampai sekarang, mereka masih suka berebut sesuatu?” tanya Adjie.

Yeriko menganggukkan kepala. “Satu minggu sebelum aku menikahi Yuna. Mereka berebut seorang pria?”

“APA!?”

Yeriko tersenyum kecil.

“Rebutan pacar?”

Yeriko menganggukkan kepala.

“Kenapa mereka masih nggak berubah juga? Yuna, sangat keras kepala. Ia tidak pernah mau mengalah sama adik sepupunya sendiri.”

“Sebenarnya, Bellina itu adik atau kakak sepupu Yuna?”

“Secara usia, lebih tua Bellina satu bulan. Kalau secara silsilah keluarga, dia masih adiknya Yuna. Anak dari adikku.”

“Oh.” Yeriko manggut-manggut. “Aku rasa, dia nggak pantas mengalah untuk Bellina.”

“Oh ya? Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka beberapa tahun belakangan ini?”

Yeriko menghentikan langkahnya. Ia mengajak Adjie duduk di salah satu kursi taman dan menceritakan semua hal yang terjadi antara Yuna dan Bellina beberapa tahun belakangan ini. Termasuk, bagaimana Bellina berusaha mencelakai Yuna.

Adjie tertegun mendengar cerita-cerita yang keluar dari mulut Yeriko. Ia tidak menyangka kalau hubungan Yuna dengan saudaranya sangat buruk. Mungkinkah karena harta yang mereka perebutkan? Bukankah, ia sudah melepaskan dan merelakannya? Seharusnya, Yuna bisa hidup dengan tenang tanpa tekanan dari keluarganya sendiri.

Yeriko sengaja menceritakan semuanya. Ia tak berniat menutupinya dari Adjie. Cepat atau lambat, semuanya juga akan diketahui oleh Adjie. Ia tidak ingin jika Adjie terus berpikir bahwa keluarga adiknya sangatlah baik.

 

(( Bersambung ... ))

 

Bab-bab selanjutnya akan sangat mendebarkan soal masa lalu keluarga Linandar, yang nggak tahan, bisa skip dulu ya ceritanya. Hehehe

 

Thanks sudah mendukung cerita ini.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas