Thursday, August 14, 2025

Perfect Hero Bab 299 : Terbangun dari Tidur Panjang

 


Yuna tak banyak bicara selama di perjalanan menuju rumah sakit. Ia masih terus berpikir kenapa Yeriko ingin mengalihkan aset pribadi untuknya.

“Kamu kenapa?” tanya Yeriko. Ia tidak terbiasa dengan sikap Yuna yang diam. Biasanya, ia selalu dipenuhi dengan suara Yuna yang bising. Membicarakan banyak hal di rumah atau di perjalanan. Jika tidak, biasanya akan bermanja-manja dengannya.

“Nggak papa,” jawab Yuna. Ia berusaha menenangkan pikirannya.

Yeriko tersenyum kecil. Ia segera menghentikan mobilnya saat mereka sudah sampai di halaman parkir rumah sakit Siloam.

 

Sudah dua hari ini, Yuna dan Yeriko menunggu ayahnya sadar dari koma.

“Ya Tuhan ... semoga kali ini ayah bisa sadar dan kembali seperti semula,” batin Yuna sembari melangkah masuk ke dalam kamar rawat ayahnya.

“Suster, gimana perkembangan ayah saya?” tanya Yuna saat melihat perawat yang baru saja selesai memeriksa kondisi kesehatan ayahnya.

“Kondisi kesehatan Pak Adjie sangat baik. Semuanya stabil. Semoga, beliau sudah bisa sadar hari ini.”

“Makasih, Suster!” ucap Yuna sambil menatap wajah ayahnya yang masih terbaring lemah.

Suster tersebut mengangguk sambil tersenyum. Kemudian, ia bergegas meninggalkan ruangan.

Yeriko tersenyum sambil mengelus pundak Yuna. “Semoga Ayah bisa sadar hari ini.”

Yuna mengangguk. Ia meraih tangan ayahnya dan menggenggamnya sangat erat. Kecupan-kecupan hangat yang ia berikan di punggung tangannya. Masih belum bisa mengobati kerinduannya selama sebelas tahun belakangan ini.

Yeriko memilih duduk di sofa sambil mengecek pekerjaannya lewat email di ponselnya.

Selama beberapa jam mereka menunggu, Adjie belum tersadar juga dari tidur panjangnya.

“Yun, kita pulang dulu!” ajak Yeriko.

Yuna menggelengkan kepala. Ia menguap beberapa kali. Namun enggan beranjak pergi meninggalkan ayahnya. Ia ingin ayahnya langsung melihatnya saat ayahnya bangun dari tidurnya.

Yeriko menyandarkan kepalanya di punggung sofa. “Aku juga berharap, ayah kamu bisa bangun saat ini juga,” batin Yeriko sambil melirik pilu ke arah Yuna yang sudah tertidur di sisi ranjang ayahnya. Ia bangkit, menyelimuti Yuna menggunakan jas miliknya. Kemudian, duduk kembali ke sofa sambil memejamkan matanya.

 

Tiga puluh menit kemudian ...

“Yuna ...!”

“Ayuna ...!”

Yuna mengerjapkan mata saat ia mendengar seseorang memanggilnya begitu lirih. “Yeriko?”

Sentuhan di kepalanya, membuat Yuna membuka mata lebar-lebar sambil memutar kepala ke arah Yeriko yang duduk di sofa di belakangnya. “Dia tidur. Ini tangan ...?” Ia langsung memutar kembali kepalanya dan menatap Adjie yang tersenyum ke arahnya.

“AYAH ...!?”

Adjie tersenyum kecil menatap Yuna.

Yeriko langsung membuka mata begitu mendengar teriakan Yuna.

“Yuna ...!” panggil Adjie lirih.

“Ayah ...!” Yuna langsung memeluk tubuh ayahnya sambil terisak. “Aku kangen Ayah.”

“Kamu Yuna kan? Anak Ayah?”

Yuna melepas pelukannya dan menatap wajah ayahnya. “Iya. Ini Yuna. Anak Ayah.” Yuna mengecup punggung tangan ayahnya. Ia sangat bahagia karena ayahnya telah sadar dari tidur panjangnya.

“Anak Ayah sudah sebesar dan secantik ini? Apa Ayah sudah melewatkan banyak hal?”

Yuna tersenyum sambil mengusap air matanya. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Adjie menatap pria yang berdiri di belakang Yuna. “Dia siapa?”

Yuna menoleh ke arah Yeriko.

“Saya suaminya Yuna, Oom.”

“Suami?” Adjie memijat kepalanya. “Yuna, kamu baru tiga belas tahun. Gimana bisa bersuami di usia yang semuda ini?”

Yuna menghela napas. Ayahnya sudah terbaring selama sebelas tahun. Ia pernah sadar, kemudian koma lagi. Kondisi kesehatannya yang tidak stabil, tentu memengaruhi ingatan ayahnya tersebut. Padahal, saat hari pernikahan Yuna, ayahnya dalam keadaan sadar namun lumpuh total.

“Ayah ... sekarang, Yuna udah umur dua puluh empat tahun. Yuna sudah menikah dan sebentar lagi akan punya anak.” Yuna kembali terisak karen ingatan ayahnya yang kacau.

“Dua puluh empat? Ayah sudah melewatkan banyak hari ulang tahun kamu? Maafin Ayah. Ayah sudah janji mau ajak kamu berlibur ke luar negeri saat usia kamu tujuh belas tahun. Kenapa Ayah bisa melewatkannya?”

Yuna kembali mengusap air matanya yang terus menetes. Ia tidak sanggup melihat keadaan ayahnya.

“Bunda kamu mana?” tanya Adjie.

Yuna menggelengkan kepala. Air matanya semakin deras dan ia tak sanggup berkata-kata. “Bunda ...”

 

“Oh, pasti bunda kamu lagi ke pasar ya? Masak makanan kesukaan kamu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Sekarang, Yuna sudah bisa masak sendiri. Yuna sudah nggak ngerepotin bunda lagi.”

 

Adjie tersenyum. “Bunda kamu pasti sudah mengajari kamu dengan baik. Masakan kamu, pasti seenak masakan dia kan?”

 

Yuna mengangguk sambil menahan tangisnya. Ia tidak sanggup memberitahukan ayahnya kalau bundanya sudah meninggal dalam kecelakaan tersebut.

 

“Permisi!” Dokter yang menangani Adjie menghampiri mereka.

 

Yeriko tersenyum menatap dokter tersebut. Perawat yang berjaga sudah melaporkan sebelumnya kalau Pak Adjie sudah dasar dari komanya.

“Kami periksa keadaan pasien dulu. Dia baru sadar. Sebaiknya, jangan terlalu banyak mengajaknya bicara terlebih dahulu sampai kondisinya stabil,” tutur Profesor Santoso, dokter ahli yang terus memantau kondisi kesehatan Adjie.

Yuna dan Yeriko menganggukkan kepala. Mereka menepi dan melangkah keluar dari ruangan tersebut.

“Ayah bakal baik-baik aja kan?” tanya Yuna sambil meremas jemari tangan Yeriko.

Yeriko langsung merengkuh kepala Yuna ke dadanya. “Dia pasti baik-baik aja. Dia sudah terbaring sangat lama. Saat terbangun dan melihat keadaan tiba-tiba berubah, dia pasti syok. Kita jelasin ke Ayah kamu pelan-pelan ya!” tutur Yeriko lirih.

Yuna menganggukkan kepala. “Aku nggak tahu gimana caranya ngasih tahu ayah soal bunda yang udah pergi. Aku nggak sanggup.” Yuna terisak sambil memeluk erat pinggang Yeriko.

“Aku akan jelasin semuanya ke ayah kamu kalau waktunya sudah tepat. Saat kondisi ayah kamu sudah benar-benar sehat.”

Yuna mengangguk kecil. “Makasih karena kamu selalu ada di samping aku. Aku nggak akan sanggup menghadapi semuanya sendirian.”

Yeriko mengelus rambut Yuna sambil mengecup ujung kepalanya.

Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruangan tersebut.

“Gimana keadaan ayah saya, Dok?” tanya Yuna tak sabar.

“Keadaannya cukup baik. Pak Adjie mengalami koma yang cukup lama. Beliau kehilangan sebagian ingatannya.”

“Apa dia bisa sembuh?” tanya Yuna.

Dokter tersebut menggelengkan kepala. “Semua tergantung dari pasien itu sendiri. Kami tidak bisa memperkirakan kapan ingatan Pak Adjie akan kembali.”

“Apa kami sudah boleh masuk lagi?”

Dokter tersebut mengangguk. “Asalkan jangan memberikan pertanyaan yang bisa membebani pikirannya. Kondisi Pak Adjie belum benar-benar kuat untuk menerima tekanan.”

Yuna mengangguk tanda mengerti. Ia dan Yeriko kembali melangkah masuk ke dalam kamar rawat tersebut.

Yuna menarik napas panjang dan tersenyum. Ia berusaha menguatkan dirinya sendiri untuk bisa menghadapi kenyataan pahit tentang ibunya.

“Aku nggak boleh sedih,” bisik Yuna dalam hati. Ia melangkah perlahan menghampiri ayahnya yang masih terbaring di atas ranjang.

“Yuna ...!” panggil Adjie lirih.

Yuna mengangguk. Ia merasa sangat bahagia karena bisa melihat ayahnya tersadar dari tidur panjangnya. Anggota tubuhnya juga bisa merespon dengan baik. Yeriko benar-benar membuktikan ucapannya untuk memberikan pengobatan terbaik bagi ayahnya.

Sudah sebelas tahun ayahnya terbaring di rumah sakit. Sekarang, ingatannya sangat kacau. Ia hanya mengingat kejadian sebelas tahun lalu sebelum mengalami kecelakaan.

 

 

(( Bersambung ... ))

Akhirnya, ayah Yuna sembuh juga ...

Terima kasih sudah setia baca sampai di sini. Support terus biar aku makin semangat bikin cerita yang lebih seru lagi.

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas