Wednesday, August 13, 2025

Perfect Hero Bab 298 : Rumah Penuh Kenangan

 


“Bi, hari ini biar aku yang masak ya!” pinta Yuna.

“Tapi, Chef Rafa ...”

Yuna tersenyum ke arah Bibi War. “Aku mau masak khusus buat Yeri.”

“Terus? Mas Rafa gimana?”

“Chef Rafa kan masak buat aku, Bi. Aku nggak akan ngusir dia, kok.”

“Oh. Oke.”

“Bibi bantu aku belanja ya!” pinta Yuna. “Ini daftarnya,” lanjutnya sambil menyodorkan secarik kertas ke arah Bibi War.

Bibi War meraih kertas tersebut dan menganggukkan kepala.

“Aku tunggu di belakang,” ucap Yuna sambil melenggang ke teras belakang. Tempat ia biasa bersantai saat Yeriko sudah berangkat ke perusahaan. Ia lebih senang menikmati mentari pagi di tempat ini. Yeriko juga meletakkan karpet bulu dan beberapa boneka yang bisa digunakan untuk bersantai.

“Nggak nyangka, rumah yang dulu monoton ini ... makin lama makin girly,” celetuk Yuna sambil memeluk boneka beruang miliknya.

Yeriko melakukan banyak hal untuk Yuna. Semua yang sudah ia lakukan adalah ketidakmungkinan yang terjadi begitu saja.

Yuna menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil mencari panggilan terakhir di ponselnya. Begitu mendapati nama Jheni, ia langsung menekan menu panggil.

“Halo ...! Kenapa nelpon pagi-pagi gini? Udah kangen sama aku?” tanya Jheni.

“Iya. Kamu masih ngejar deadline kerjaanmu?”

“Iya, Yun. Kenapa? Mau ajak aku makan di luar?”

“Kamu dong yang traktir aku makan!” pinta Yuna. “Kamu kan lagi banyak project. Duitnya pasti banyak.”

“Banyakan duitmu, Yun.”

“Aku pengangguran sekarang. Nggak punya duiit. Huuuaaaa ...!”

“Nggak usah drama!” sahut Jheni.

Mulut Yuna langsung menganga lebar. “Kamu nggak kasihan sama ibu hamil yang pengangguran ini?” rengek Yuna.

“Jangan manfaatin anak kamu buat menindas orang lain!” pinta Jheni.

“Hehehe. Kapan kamu luang, traktir aku ya!”

“Kamu mau makan apa? Aku delivery ke rumah kamu. Kasihan banget ibu hamil yang satu ini. Terkurung di dalam istana sendirian,” sahut Jheni.

“Ada banyak makanan di istanaku. Hahaha. Aku butuh kamu, Jhen. Kapan kita kencan sahabat?”

“Huh, bilang aja kamu mau pamer honeymoon kamu selama di Italy!?” dengus Jheni.

“Hahaha. Biar kamu pengen dan cepet nikah sama Chandra.”

“Nggak punya perasaan!” seru Jheni sambil mematikan teleponnya.

Yuna langsung tertawa kecil saat melihat panggilan teleponnya sudah mati.

“Mbak, belanjaannya udah Bibi taruh di dapur.”

“Astaga! Bibi ngagetin aja!” Yuna terkejut saat Bibi War tiba-tiba sudah ada di belakangnya.

Bibi War tersenyum ke arah Yuna. “Mau Bibi bantuin motongin sayurnya?”

“Bibi nggak ada kerjaan lain?” tanya Yuna sambil bangkit.

“Nggak ada.”

“Oke. Kita masak bareng!” ajak Yuna sambil merangkul Bibi War dan melangkah ke dapur.

Bibi War tersenyum sambil mengelus punggung tangan Yuna. “Mau masak apa?” tanyanya.

“Mmh ... karena Yeri belum bisa makan ikan. Aku mau buatin sup singkong aja, Bi.”

“Oh.”

Yuna tersenyum. Ia dan Bibi War berkutat di dapur sambil berbincang banyak hal.

“Bi, siang ini aku mau antar makan siang untuk Yeriko. Si Angga hari ini ke sini atau nggak, ya?”

“Belum tahu, Mbak. Mobilnya belum kelihatan.”

“Oh. Ya udah, nggak papa. Aku naik taksi aja.”

“Atau telepon Mas Riyan aja?”

“Nggak usah, Bi. Yeriko baru aja masuk kerja. Mereka pasti sibuk banget.”

“Iya. Ini baru pertama kalinya Mas Yeri ninggalin perusahaan lama banget. Biasanya, hari libur aja dia masuk kerja.”

“Emangnya, dulu Yeriko sesibuk itu ya?”

Bibi War mengangguk. “Makanya, nggak punya waktu buat pacaran.”

Yuna tertawa kecil sambil mengemas makanan untuk Yeriko. Memasukkannya dengan hati-hati ke dalam kotak bekal.

“Sekarang, dia malah lebih banyak di rumah. Baru setengah hari kerja, sudah pulang.”

Yuna tertawa kecil. “Dia begitu karena anaknya. Waktu aku belum hamil. Dia nggak pernah perhatian secara berlebihan kayak gini.”

“Kenapa selalu ngerasa rendah diri. Dari awal, dia sudah perhatian sama Mbak Yuna. Dia nggak pernah bawa cewek lain masuk ke rumah ini selain Mbak Yuna. Makanya, Ibu seneng banget waktu Mbak Yuna masuk ke rumah ini. Dia kira, Mas Yeri nggak akan menikah seumur hidupnya.”

“Kenapa gitu? Bukannya dia tampan dan kaya? Nggak sulit buat dapetin istri yang dia mau.”

“Semua perempuan pengen jadi istrinya. Tapi, Mas Yeri itu pemilih sekali. Udah banyak perempuan yang dijodohkan sama Kakek dan Ibu. Nggak ada satu pun yang dia mau.”

Yuna tertawa kecil. Ia merasa sangat bahagia karena sejak awal, Yeriko memang tidak mudah tergoda dengan wanita cantik dan seksi. “Terus, apa yang dia suka dari aku?” batinnya.

“Mbak Yuna mau berangkat sekarang?”

“Sekarang jam berapa, Bi?”

“Jam setengah sebelas.”

“Yeriko minta aku udah di sana jam sebelas. Kalo gitu, aku siap-siap dulu, Bi.”

Bibi War mengangguk. “Sini, biar Bibi yang rapikan.”

Yuna mengangguk. “Makasih, Bi!” Ia melepas appron dari tubuhnya dan bergegas naik ke kamar untuk bersiap-siap.

Beberapa menit kemudian, Yuna turun dari kamar dalam keadaan sudah rapi. Taksi yang ia pesan juga sudah menunggu di halaman rumah. Segera, ia bergegas menuju perusahaan suaminya.

Yuna langsung masuk ke dalam gedung perkantoran Galaxy Group begitu sampai di sana. Salah seorang satpam menyapanya dengan ramah dan ikut mengantar Yuna hingga ke lantai paling atas. Semua karyawan yang ia temui, juga menyapanya dengan ramah.

Sebelum masuk ke ruangan Yeriko, ia disapa oleh dua orang sekretaris yang biasa membantu urusan administrasi Yeriko.

“Selamat siang, Bu ...!”

“Siang,” balas Yuna sambil tersenyum hangat. “Bapak lagi sibuk atau nggak?”

“Sudah nunggu Ibu dari tadi.”

“Mmh ... oke.” Yuna melangkahkan kakinya masuk ke ruangan Yeriko.

“Siang .. !” sapa Yuna ceria. Ia tertegun saat melihat Fariz ada di ruangan tersebut. Ia melangkah perlahan menuju meja dan meletakkan kotak bekal ke atasnya.

Yeriko tersenyum kecil sambil menatap Yuna. “Sini!” pintanya

Yuna tersenyum kecil. Ia melangkah perlahan dan duduk di samping Yeriko.

“Mbak Yuna, ini semua dokumen pengalihan aset yang harus Mbak Yuna tanda tangani,” tutur Fariz sembari menunjuk tumpukkan map yang ada di hadapan Yuna.

“Pengalihan aset?” Yuna mengernyitkan dahinya.

Yeriko mengangguk sambil tersenyum. “Ini semua aset pribadiku. Nggak ada sangkut pautnya sama saham perusahaan.”

“Terus? Maksudnya apa?”

“Karena Mbak Yuna sudah menjadi istri sah Mas Yeri. Ini semua untuk Mbak Yuna.”

“Kenapa harus dialihkan?”

Yeriko tersenyum. “Aku nggak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Aku sendiri nggak bisa menjamin akan berjaya terus-menerus. Kalau suatu saat terjadi hal buruk. Ini semua bisa kamu gunakan untuk ...”

“Aku nggak mau!” sahut Yuna. “Aku menikah sama kamu bukan karena harta yang kamu punya. Toh, kamu suamiku. Nggak perlu mengalihkan semua aset kamu atas namaku.”

Yeriko menatap tajam ke arah Yuna. “Aku mikirin masa depan kamu dan anak-anak kita. Kalau terjadi sesuatu sama aku dan aku nggak bisa ngelakuin apa-apa buat kamu. Kamu mau anak-anak kita menderita?”

“Tapi ...” Yuna benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. “Aku boleh pilih yang aku mau?”

Yeriko menganggukkan kepala.

Yuna membuka map tersebut satu per satu dan membacanya. Ada banyak aset property milik Yeriko di dalam dan di luar kota. Bahkan, ada juga yang di luar pulau. Ia rasa, selama Yeriko masih menjadi suaminya. Ia tak perlu menandatangani pengalihan aset pribadi sebanyak ini.

“Aku cuma mau tanda tangan yang ini aja,” tutur Yuna sambil memegang satu map di tangannya.

“Yang lain gimana?”

Yuna menggelengkan kepala.

“Kenapa pilih rumah ini?”

Yuna tersenyum. “Karena ...  cuma rumah ini yang punya banyak kenangan tentang kita.”

Yeriko tersenyum kecil. “Tambah ini ya!” pintanya sambil menyodorkan map lain ke arah Yuna.

Yuna menggelengkan kepala. “Kalau kamu masih maksa, aku nggak akan tanda tangan satu pun.”

Yeriko menghela napas. “Oke.”

Yuna tersenyum.  Ia mulai menandatangani dokumen yang sudah ada di tangannya. “Apa pun yang akan terjadi di masa depan. Aku akan menghadapinya. Kita bisa hadapi sama-sama. Jangan buat aku menjadi seperti wanita yang nggak berguna!” pinta Yuna sambil meletakkan  kembali dokumen tersebut ke atas meja.

Yeriko benar-benar tidak mengerti kenapa Yuna menolak semua harta yang ia berikan. Sungguh, ia tidak ingin melihat Yuna menghadapi kesulitan bersamanya. Saat ini, ia sangat berjaya. Tapi, tidak tahu bagaimana masa depan mereka. Ia hanya mengkhawatirkan masa depan istri dan anak-anaknya. Ia harap, semua akan baik-baik saja.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Thanks udah setia baca sampai di sini,

Dukung terus biar aku makin semangat bikin cerita yang lebih seru lagi.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas