“Bi, hari ini biar
aku yang masak ya!” pinta Yuna.
“Tapi, Chef Rafa
...”
Yuna tersenyum ke
arah Bibi War. “Aku mau masak khusus buat Yeri.”
“Terus? Mas Rafa
gimana?”
“Chef Rafa kan
masak buat aku, Bi. Aku nggak akan ngusir dia, kok.”
“Oh. Oke.”
“Bibi bantu aku
belanja ya!” pinta Yuna. “Ini daftarnya,” lanjutnya sambil menyodorkan secarik
kertas ke arah Bibi War.
Bibi War meraih
kertas tersebut dan menganggukkan kepala.
“Aku tunggu di
belakang,” ucap Yuna sambil melenggang ke teras belakang. Tempat ia biasa
bersantai saat Yeriko sudah berangkat ke perusahaan. Ia lebih senang menikmati
mentari pagi di tempat ini. Yeriko juga meletakkan karpet bulu dan beberapa
boneka yang bisa digunakan untuk bersantai.
“Nggak nyangka,
rumah yang dulu monoton ini ... makin lama makin girly,” celetuk Yuna sambil
memeluk boneka beruang miliknya.
Yeriko melakukan
banyak hal untuk Yuna. Semua yang sudah ia lakukan adalah ketidakmungkinan yang
terjadi begitu saja.
Yuna menyandarkan
tubuhnya ke dinding sambil mencari panggilan terakhir di ponselnya. Begitu
mendapati nama Jheni, ia langsung menekan menu panggil.
“Halo ...! Kenapa
nelpon pagi-pagi gini? Udah kangen sama aku?” tanya Jheni.
“Iya. Kamu masih
ngejar deadline kerjaanmu?”
“Iya, Yun. Kenapa?
Mau ajak aku makan di luar?”
“Kamu dong yang
traktir aku makan!” pinta Yuna. “Kamu kan lagi banyak project. Duitnya pasti
banyak.”
“Banyakan duitmu,
Yun.”
“Aku pengangguran
sekarang. Nggak punya duiit. Huuuaaaa ...!”
“Nggak usah
drama!” sahut Jheni.
Mulut Yuna
langsung menganga lebar. “Kamu nggak kasihan sama ibu hamil yang pengangguran
ini?” rengek Yuna.
“Jangan manfaatin
anak kamu buat menindas orang lain!” pinta Jheni.
“Hehehe. Kapan
kamu luang, traktir aku ya!”
“Kamu mau makan
apa? Aku delivery ke rumah kamu. Kasihan banget ibu hamil yang satu ini.
Terkurung di dalam istana sendirian,” sahut Jheni.
“Ada banyak
makanan di istanaku. Hahaha. Aku butuh kamu, Jhen. Kapan kita kencan sahabat?”
“Huh, bilang aja
kamu mau pamer honeymoon kamu selama di Italy!?” dengus Jheni.
“Hahaha. Biar kamu
pengen dan cepet nikah sama Chandra.”
“Nggak punya
perasaan!” seru Jheni sambil mematikan teleponnya.
Yuna langsung
tertawa kecil saat melihat panggilan teleponnya sudah mati.
“Mbak,
belanjaannya udah Bibi taruh di dapur.”
“Astaga! Bibi
ngagetin aja!” Yuna terkejut saat Bibi War tiba-tiba sudah ada di belakangnya.
Bibi War tersenyum
ke arah Yuna. “Mau Bibi bantuin motongin sayurnya?”
“Bibi nggak ada
kerjaan lain?” tanya Yuna sambil bangkit.
“Nggak ada.”
“Oke. Kita masak
bareng!” ajak Yuna sambil merangkul Bibi War dan melangkah ke dapur.
Bibi War tersenyum
sambil mengelus punggung tangan Yuna. “Mau masak apa?” tanyanya.
“Mmh ... karena
Yeri belum bisa makan ikan. Aku mau buatin sup singkong aja, Bi.”
“Oh.”
Yuna tersenyum. Ia
dan Bibi War berkutat di dapur sambil berbincang banyak hal.
“Bi, siang ini aku
mau antar makan siang untuk Yeriko. Si Angga hari ini ke sini atau nggak, ya?”
“Belum tahu, Mbak.
Mobilnya belum kelihatan.”
“Oh. Ya udah,
nggak papa. Aku naik taksi aja.”
“Atau telepon Mas
Riyan aja?”
“Nggak usah, Bi.
Yeriko baru aja masuk kerja. Mereka pasti sibuk banget.”
“Iya. Ini baru
pertama kalinya Mas Yeri ninggalin perusahaan lama banget. Biasanya, hari libur
aja dia masuk kerja.”
“Emangnya, dulu
Yeriko sesibuk itu ya?”
Bibi War
mengangguk. “Makanya, nggak punya waktu buat pacaran.”
Yuna tertawa kecil
sambil mengemas makanan untuk Yeriko. Memasukkannya dengan hati-hati ke dalam
kotak bekal.
“Sekarang, dia
malah lebih banyak di rumah. Baru setengah hari kerja, sudah pulang.”
Yuna tertawa
kecil. “Dia begitu karena anaknya. Waktu aku belum hamil. Dia nggak pernah
perhatian secara berlebihan kayak gini.”
“Kenapa selalu
ngerasa rendah diri. Dari awal, dia sudah perhatian sama Mbak Yuna. Dia nggak
pernah bawa cewek lain masuk ke rumah ini selain Mbak Yuna. Makanya, Ibu seneng
banget waktu Mbak Yuna masuk ke rumah ini. Dia kira, Mas Yeri nggak akan
menikah seumur hidupnya.”
“Kenapa gitu?
Bukannya dia tampan dan kaya? Nggak sulit buat dapetin istri yang dia mau.”
“Semua perempuan
pengen jadi istrinya. Tapi, Mas Yeri itu pemilih sekali. Udah banyak perempuan
yang dijodohkan sama Kakek dan Ibu. Nggak ada satu pun yang dia mau.”
Yuna tertawa
kecil. Ia merasa sangat bahagia karena sejak awal, Yeriko memang tidak mudah
tergoda dengan wanita cantik dan seksi. “Terus, apa yang dia suka dari aku?”
batinnya.
“Mbak Yuna mau
berangkat sekarang?”
“Sekarang jam
berapa, Bi?”
“Jam setengah
sebelas.”
“Yeriko minta aku
udah di sana jam sebelas. Kalo gitu, aku siap-siap dulu, Bi.”
Bibi War
mengangguk. “Sini, biar Bibi yang rapikan.”
Yuna mengangguk.
“Makasih, Bi!” Ia melepas appron dari tubuhnya dan bergegas naik ke kamar untuk
bersiap-siap.
Beberapa menit
kemudian, Yuna turun dari kamar dalam keadaan sudah rapi. Taksi yang ia pesan
juga sudah menunggu di halaman rumah. Segera, ia bergegas menuju perusahaan
suaminya.
Yuna langsung
masuk ke dalam gedung perkantoran Galaxy Group begitu sampai di sana. Salah
seorang satpam menyapanya dengan ramah dan ikut mengantar Yuna hingga ke lantai
paling atas. Semua karyawan yang ia temui, juga menyapanya dengan ramah.
Sebelum masuk ke
ruangan Yeriko, ia disapa oleh dua orang sekretaris yang biasa membantu urusan
administrasi Yeriko.
“Selamat siang, Bu
...!”
“Siang,” balas
Yuna sambil tersenyum hangat. “Bapak lagi sibuk atau nggak?”
“Sudah nunggu Ibu
dari tadi.”
“Mmh ... oke.”
Yuna melangkahkan kakinya masuk ke ruangan Yeriko.
“Siang .. !” sapa
Yuna ceria. Ia tertegun saat melihat Fariz ada di ruangan tersebut. Ia
melangkah perlahan menuju meja dan meletakkan kotak bekal ke atasnya.
Yeriko tersenyum
kecil sambil menatap Yuna. “Sini!” pintanya
Yuna tersenyum
kecil. Ia melangkah perlahan dan duduk di samping Yeriko.
“Mbak Yuna, ini
semua dokumen pengalihan aset yang harus Mbak Yuna tanda tangani,” tutur Fariz
sembari menunjuk tumpukkan map yang ada di hadapan Yuna.
“Pengalihan aset?”
Yuna mengernyitkan dahinya.
Yeriko mengangguk
sambil tersenyum. “Ini semua aset pribadiku. Nggak ada sangkut pautnya sama
saham perusahaan.”
“Terus? Maksudnya
apa?”
“Karena Mbak Yuna
sudah menjadi istri sah Mas Yeri. Ini semua untuk Mbak Yuna.”
“Kenapa harus
dialihkan?”
Yeriko tersenyum.
“Aku nggak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Aku sendiri nggak bisa
menjamin akan berjaya terus-menerus. Kalau suatu saat terjadi hal buruk. Ini
semua bisa kamu gunakan untuk ...”
“Aku nggak mau!”
sahut Yuna. “Aku menikah sama kamu bukan karena harta yang kamu punya. Toh,
kamu suamiku. Nggak perlu mengalihkan semua aset kamu atas namaku.”
Yeriko menatap
tajam ke arah Yuna. “Aku mikirin masa depan kamu dan anak-anak kita. Kalau
terjadi sesuatu sama aku dan aku nggak bisa ngelakuin apa-apa buat kamu. Kamu
mau anak-anak kita menderita?”
“Tapi ...” Yuna
benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. “Aku boleh pilih yang aku mau?”
Yeriko
menganggukkan kepala.
Yuna membuka map
tersebut satu per satu dan membacanya. Ada banyak aset property milik Yeriko di
dalam dan di luar kota. Bahkan, ada juga yang di luar pulau. Ia rasa, selama
Yeriko masih menjadi suaminya. Ia tak perlu menandatangani pengalihan aset
pribadi sebanyak ini.
“Aku cuma mau
tanda tangan yang ini aja,” tutur Yuna sambil memegang satu map di tangannya.
“Yang lain
gimana?”
Yuna menggelengkan
kepala.
“Kenapa pilih
rumah ini?”
Yuna tersenyum.
“Karena ... cuma rumah ini yang punya banyak kenangan tentang kita.”
Yeriko tersenyum
kecil. “Tambah ini ya!” pintanya sambil menyodorkan map lain ke arah Yuna.
Yuna menggelengkan
kepala. “Kalau kamu masih maksa, aku nggak akan tanda tangan satu pun.”
Yeriko menghela
napas. “Oke.”
Yuna
tersenyum. Ia mulai menandatangani dokumen yang sudah ada di tangannya.
“Apa pun yang akan terjadi di masa depan. Aku akan menghadapinya. Kita bisa
hadapi sama-sama. Jangan buat aku menjadi seperti wanita yang nggak berguna!”
pinta Yuna sambil meletakkan kembali dokumen tersebut ke atas meja.
Yeriko benar-benar
tidak mengerti kenapa Yuna menolak semua harta yang ia berikan. Sungguh, ia
tidak ingin melihat Yuna menghadapi kesulitan bersamanya. Saat ini, ia sangat
berjaya. Tapi, tidak tahu bagaimana masa depan mereka. Ia hanya mengkhawatirkan
masa depan istri dan anak-anaknya. Ia harap, semua akan baik-baik saja.
(( Bersambung ...
))
Thanks udah setia
baca sampai di sini,
Dukung terus biar
aku makin semangat bikin cerita yang lebih seru lagi.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
.png)
0 komentar:
Post a Comment