“Aargh ...!” Yuna berseru sambil melompat kegirangan di
atas kapal saat ia melihat pemandangan kota Salerno-Positano-Amalfi-Sorrento
dari laut Mediterania.
Yeriko yang di belakangnya, tersenyum kecil melihat
kebahagiaan Yuna. Ia melangkah mendekati Yuna dan memeluknya dari belakang.
“Suka?” bisiknya.
Yuna mengangguk sambil tersenyum senang. “Suka banget!”
Yeriko mencium pipi Yuna. “Asal kamu bilang, aku akan
berusaha mewujudkan impian-impian kamu.”
“Hmm ... andai bisa kayak gini setiap hari. Jauh dari
orang-orang yang ganggu hubungan kita. Rasanya sangat tenang, damai dan ...”
Yuna memutar tubuhnya menghadap ke arah Yeriko. “Aku merasa, dunia ini cuma ada
aku dan kamu aja.”
Yeriko tersenyum dan mengecup bibir Yuna. Ia kembali
memutar tubuh Yuna, memeluknya dari belakang, menikmati pemandangan
bersama-sama. “Memang sangat baik ada di sini. Aku nggak perlu khawatir bakal
ada Andre atau Lian. Tapi ... aku juga nggak yakin kalau kamu nggak dilirik
sama cowok lain di sini.”
“Eh!?”
“Semalam, aku lihat cowok-cowok matanya mengarah ke kamu
semua. Padahal, kamu ini kan sudah jadi istri orang dan dalam keadaan hamil.
Kenapa masih begitu menarik perhatian cowok-cowok di luar sana?” tutur Yeriko
sambil mengeratkan pelukannya.
Yuna tertawa kecil. “Emangnya kamu nggak gitu juga?”
“Oh ya? Berarti kita impas.”
“Mana bisa impas. Jelas-jelas, aku yang lebih banyak
ruginya.”
“Kenapa?”
“Sebentar lagi, perutku bakal membesar. Pipiku bakal
gembung kayak bakpao. Badanku nggak akan sebagus ini lagi. Bukannya, kamu bisa
dengan mudah deketin cewek-cewek cantik. Sementara, udah nggak ada cowok yang
ngelirik ibu hamil.”
Yeriko tertawa kecil. “Baguslah.”
“Hah!? Bagus apanya?”
“Nggak ada cowok lain yang ngelirik kamu lagi.”
“Terus, kamu bisa bebas lirik cewek lain?”
“Aku nggak bilang begitu.”
“Tapi ...”
“Kalo aku mau, ada puluhan cewek cantik yang udah
dijodohkan ke aku. Kakek bener-bener ngelakuin segala cara supaya aku cepet
nikah. Aku nggak tertarik sama cewek cantik.”
“Apa itu maksudnya, aku nggak cantik?” tanya Yuna.
“Aduh, salah ngomong!” seru Yeriko dalam hati.
“Bukan gitu. Aku nggak tertarik sama cewek cantik, aku
tertariknya sama cewek yang sangat sangat sangat cantik. Dia satu-satunya yang
ada di pelukan aku ini,” tutur Yeriko meralat ucapannya.
“Halah, gombal,” celetuk Yuna sambil menahan senyum.
Pipinya merona bahagia.
“Aku nggak pandai ngegombal. Yang aku omongin ini
kenyataan.”
“Oh ya?”
Yeriko mengangguk sembari meletakkan dagunya di pundak
Yuna. “Sepertinya, perempuan emang suka digombalin. Kayaknya, aku harus banyak
belajar.”
“Nggak boleh. Ntar kamu gombalin cewek lain di luar sana.
Kayak Lutfi tuh.”
Yeriko tertawa kecil. “Kenapa si Lutfi?”
“Playboy-nya masih belum sembuh juga. Aku pikir, dia
beneran sayang sama Icha. Ternyata, mereka itu cuma pura-pura pacaran di depan
kita. Ngeselin nggak sih!? Selama ini, mereka kelihatan baik-baik aja. Sok
mesra, ternyata cuma hubungan palsu.”
“Oh ya? Kamu tahu dari mana?”
“Dari Icha. Dia sendiri yang ngomong kalo hubungannya
sama Lutfi cuma kontrak. Emangnya si Icha itu artis yang biasa dia endorse? Aku
nggak ikhlas banget temenku diginiin. Pulang dari sini, aku mau bikin
perhitungan sama anak itu.”
Yeriko tertawa kecil. “Biarlah hubungan mereka terjadi
secara alami. Pacaran kontrak bukan masalah besar. Bukannya, banyak juga orang
yang memilih kawin kontrak? Hubungan mereka cukup baik, ada kemungkinan saling
jatuh cinta beneran.”
“Hmm
... gitu ya?”
“He-em.
Mereka sudah
dewasa. Semuanya pasti beralasan. Selama mereka berdua masih baik-baik aja.
Kita nggak perlu banyak ikut campur dalam hubungan mereka.”
“Tapi ...”
“Yun, ini waktu liburan kita. Bukannya kamu ngelarang aku
mikirin perusahaan. Kenapa kamu malah sibuk mikirin temen kamu. Nggak ada hal
lain yang bisa dibicarakan tentang kita?”
Yuna terkekeh. “Iya juga, ya?”
“Kamu mau nginap di mana malam ini?” tanya Yeriko.
“Di ...?” Yuna langsung memutar kepalanya menatap Yeriko.
“Kamu belum ngatur penginapan buat kita?”
Yeriko menggelengkan kepala.
“Emang bisa reservasi dadakan?”
Yeriko menggelengkan kepala. “Ada agency yang ngurus
liburan kita. Kamu tinggal pilih aja. Mau nginap di Positano atau Amalfi?”
“Amalfi,
dong!” sahut Yuna tanpa keraguan.
“Oke.”
“Apanya
yang oke?”
“Kita nginap di Amalfi.”
“Yuna menganggukkan kepala.”
Beberapa menit kemudian, kapal mereka bersandar. Beberapa
orang membantu Yeriko dan Yuna membawa koper mereka menuju ke penginapan.
Yeriko memilih menggunakan tour agency untuk menikmati
liburannya kali ini. Sebab, ia tidak begitu berpengalaman dalam menyenangkan
hati istrinya. Biasanya, dia pergi ke Eropa hanya untuk perjalanan bisnis. Tak
pernah terpikir dalam benaknya kalau ia akan pergi berlibur di tempat ini.
Seorang tour guide, akan memudahkan mereka berkomunikasi dengan penduduk lokal.
“Kamu nggak mau ngelamar aku lagi di sini?” goda Yuna
saat mereka berjalan-jalan di sekitar pantai.
“Eh!? Aku sudah ngelamar kamu. Sudah nikahin kamu, masih
kurang?”
Yuna terkekeh. Ia menggoyang-goyangkan alisnya sembari
melihat seorang pria yang sedang melamar kekasihnya, tak jauh dari tempat
mereka berdiri.
Yeriko masih tak bisa memahami maksud Yuna.
“Mbak tour guide tadi mana?” tanya Yuna.
“Lagi ngatur penginapan kita.”
“Aku mau difotoin pas kamu ngelamar aku di sini.”
“Tuh!” Yeriko menunjuk salah satu agency tour yang memang
menyediakan jasa foto untuk mengabadikan momen bulan madu mereka.
“Oh, iya. Lupa.” Yuna langsung memanggil pria bertubuh
gempal tersebut. “Mas, fotoin kita ya!” pinta Yuna.
Pria berkebangsaan Indonesia itu mengangguk.
“Pake hape-ku nih!” Yuna menyodorkan ponselnya.
“Kamu lamar aku!” pinta Yuna sambil menatap Yeriko.
Yeriko mengernyitkan dahi.
“Iih ... kok, mikir sih?” Yuna melepas cincin dari jari
manisnya dan memberikannya kepada Yeriko.
Yeriko tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepala
melihat tingkah istrinya. “Aku baru aja ngelamar kamu, baru aja ngasih kamu
pesta pernikahan. Masih minta dilamar lagi?”
Yuna mengangguk. “Aku mau kamu ngelamar aku di sini.
Ayolah!” rengeknya.
Yeriko tersenyum kecil sembari menatap cincin berlian
yang ada di tangannya. Walau sedikit konyol, ia tetap saja memenuhi permintaan
istrinya. Ia langsung menjatuhkan salah satu lututnya ke pasir dan
menyodorkan cincin ke arah Yuna.
“Give
me a little baby!” ucap Yeriko sambil tersenyum menatap Yuna.
Yuna
melongo menatap Yeriko. “Eh!? Cuma itu?”
Yeriko
tertawa kecil. “Kamu
mau gimana?”
“Kemarin, kamu ngelamar aku pakai kalimat-kalimat
romantis.”
“Bukannya kalimat yang tadi jauh lebih romantis?”
“Mmh ...” Yuna melirik awan yang menghiasi langit di
atasnya. Ia memikirkan sisi romantis dari kalimat tersebut.
Yeriko menghela napas. Ia bangkit dan langsung
memasangkan cincin itu kembali ke jemari tangan Yuna.
“Kita udah resmi nikah. Udah mau punya anak. Aku nggak
mungkin bilang ke kamu ‘will you marry me?” karena kamu pasti bakal jawab ‘I
do’. Jadi, aku cuma bisa minta kamu melahirkan anak buat aku dan kita menjadi
sebuah keluarga kecil yang bahagia.”
Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Jadi, kamu mau anak
berapa?”
“Satu aja.”
“Why? Kamu nggak suka sama anak-anak?”
“Suka. Tapi, aku juga nggak bisa bikin kamu melahirkan
terus menerus. Emangnya, kamu mau punya anak banyak?”
Yuna mengangguk. “Supaya rumah kita ramai.”
“Mmh ... kalo gitu, aku minta empat anak.”
“Empat?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Aku mau enam. Biar jadi selusin.”.
Yeriko mengernyitkan dahi. “Enam itu bari setengah
lusin.”
“Bakal jadi selusin saat mereka udah punya pasangan
masing-masing.”
Yeriko tertawa kecil. “Kamu ini, ada-ada aja.”
“Hehehe.”
Mereka mulai menikmati masa-masa liburan mereka di tempat
itu. Mencoba aneka makanan yang identik dengan lemon. Juga membeli beberapa
souvenir lucu yang berbentuk lemon.
Lemon dan zaitun, menjadi salah satu komoditi khas daerah
tersebut. Di mana-mana, mereka menemukan makanan dan minuman yang khas terbuat
dari lemon.
Yuna sangat menikmati hari-harinya selama di Italia. Ia
mencoba berbagai makanan, berbelanja souvenir dan menikmati keindahan laut
Mediterania yang terbentang luas dan sangat indah. Ia merasa sangat bahagia. Ia
teringat pada kedua orang tuanya yang seringkali mengajaknya berlibur setiap
tahunnya. Saat kenaikan kelas, ayahnya akan menghadiahi liburan ke luar negeri.
Ia membayangkan bagaimana kondisi kedua orang tuanya sebelum melahirkan seorang
anak. Apakah sama seperti dia dan Yeriko?
(( Bersambung ... ))
Makasih atas dukungannya, semoga bisa bikin cerita yang
lebih seru lagi.
Much
Love,
@vellanine.tjahjadi
.png)
0 komentar:
Post a Comment