Wednesday, August 13, 2025

Perfect Hero Bab 293 : Keseruan Bersama Pengantin

 


“Eh, kita belum bikin games untuk pengantin. Gimana ... kalau kita nge-game dulu?” Jheni menatap semua orang yang duduk satu meja dengannya.

“Boleh,” sahut Lutfi. “Satria aja yang pandu. Dia doang yang nggak ada pasangan.”

“Hah!? Ini ... pasangan kalian beneran?” tanya Satria sambil menatap  Jheni dan Icha.

“Iyalah. Lu kira pura-pura?” sahut Lutfi sambil merangkul Icha. “Kenalin, ini cewekku, namanya Icha. Kalo itu si Jheni Kamarin, pacarnya Chandra.”

“Khamelin, Lut. Bukan Kamarin. Sembarangan aja ganti-ganti nama orang!” dengus Jheni.

“Halah, kamu kan suka dikamarin,” goda Lutfi.

“Bangsat kamu, Lut!” sahut Jheni kesal.

“Eh, yang bangsat bukan aku. Dia tuh!” ucap Lutfi sambil menunjuk Satria. “Bang Sat dia, Bang Satria. Hahaha.”

Satria hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Anggota sampe nggak ada yang berani manggil aku ‘abang’  gara-gara namaku begitu.”

“Padahal, namamu keren. Sayangnya, nggak cocok kalo dipanggil abang. Kan Bang Sat jadinya. Hahaha.” Lutfi tergelak.

“Sama kayak Unan. Kalo dipanggil Bang, jadinya Bang Unan.” Satria tak mau kalah.

“Kalau namanya Khairul?” tanya Yuna.

“Bang Khai, dong. Hahaha.” Lutfi menjawab sambil tertawa.

“Hahaha.” Semua orang ikut tertawa.

“Ayo main game!” ajak Satria.

“Ayo, game apa?” tanya Lutfi.

“Gini ...” Satria mengambil satu sumpit yang belum terpakai. “Yang kena tunjuk bagian kecil sumpit, artinya dia kalah dan harus minum ini sampai habis,” jelas Satria sambil memegang sumpit di tangannya. “Kalau nggak mau minum, harus jawab pertanyaan dari pemutar sumpit.”

“Boleh.” Semua setuju untuk ikut dengan permainan.

“Kecuali istriku,” tutur Yeriko.

“Kenapa?” tanya Satria.

“Dia lagi hamil. Nggak bisa minum.”

“Bisa jawab pertanyaan,” tutur Jheni.

“Hmm ... nggak papa, aku ikut aja. Bisa jawab pertanyaan, kok.”

“Oke, khusus buat Kakak Ipar Kecil, jawab pertanyaan aja,” tutur Satria. Ia langsung memutar sumpit untuk mencari orang pertama yang akan memulai permainan.

Ujung sumpit berhenti tepat menunjuk Lutfi. “Oke. Aku duluan.” Lutfi kembali memutar sumpit tersebut. Perlahan tapi pasti, ujung sumpit tersebut menunjuk ke arah Yeriko.

“Huu ... mantap!” seru Lutfi sambil menatap Yeriko.

Yeriko hanya tersenyum kecil.

“Mau minum atau jawab pertanyaan?” tanya Lutfi.

“Jawab pertanyaan.” Yeriko tidak ingin minum dan kehilangan kesadaran di malam pengantin mereka.

“Apa kesan pertama waktu pertama kali ketemu sama Kakak Ipar?”

Yeriko tertawa kecil sambil menatap Yuna.

Yuna memonyongkan bibirnya. Ia benar-benar terlihat payah saat pertama kali bertemu dengan Yeriko. Ia malu jika ada orang yang menanyakan pertemuan pertama mereka. Ia sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya saat salah masuk ke toilet pria saat ia mabuk di bar.

“Pemabuk yang cabul,” jawab Yeriko sambil menahan tawa.

“Hahaha. Kenapa gitu?” tanya Satria. “Apa Kakak Ipar Kecil yang perkosa kamu duluan?”

Yeriko dan Yuna menahan tawa. Pertemuan pertama mereka memang sangat memalukan. Terlebih, Yuna dalam keadaan mabuk berat karena melampiaskan kekesalannya saat putus dengan Lian.

“Enak, Sat. Yeriko mah tinggal anteng aja. Hahaha,” sahut Lutfi.

Satria ikut tertawa mendengar ucapan Lutfi.

“Giliran kamu, Yer!”

Yeriko memutar sumpit di atas meja. Ujung sumpit berhenti tepat menunjuk Yuna yang duduk di sampingnya. Ia langsung tersenyum jahil.

Semua orang menunggu Yeriko memberikan pertanyaan untuk istrinya sendiri.

“Kenapa waktu itu kamu cium aku, padahal kita nggak kenal? Apa kamu bakal nyium cowok siapa aja yang kamu kenal di pinggir jalan?”

Jheni dan yang lainnya menahan tawa mendengar pertanyaan Yeriko. 

“Jawab, Yun!” seru Jheni, tak sabar mendengarkan jawaban dari Yuna.

“Mmh ... aku terpaksa karena dia jauh lebih ganteng dari Lian. Aku nggak tahu gimana caranya ngadepin Lian dan Bellina saat itu. Jadi, aku cium dia di depan Lian biar Lian percaya kalo aku baik-baik aja hidup tanpa dia,” jelas Yuna.

“Kalau yang di sana bukan aku. Apa kamu juga bakal cium cowok itu?”

“Mmh ... tergantung. Kalo dia ganteng, maybe yes.”

Yeriko langsung melebarkan kelopak matanya. “Sudahlah. Nggak perlu cemburu sama masa lalu. Ini hari pernikahan kalian,” sela Satria. “Lanjut mainnya!”

Yuna memutar sumpit. Kali ini, ujung sumpit menunjuk ke arah Chandra. Ia langsung tersenyum jahil sambil menatap Chandra.

Chandra menelan ludah saat melihat raut wajah Yuna. Ia merasa dirinya sedang masuk ke dalam bahaya. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Yuna saat menatapnya.

“Chan, pilih minum atau jawab pertanyaan?”

“Minum.” Chandra langsung meraih gelas wine dan meminumnya sampai habis.

Jheni tersenyum kecil menatap Chandra.

“Weh, kamu masih kuat minum juga,” tutur Satria sambil menatap Chandra.

Chandra tersenyum santai. Pipinya terlihat bersemu merah. Di antara mereka berempat, hanya Yeriko yang paling bisa minum banyak alkohol dan tidak mabuk parah.

Kini, giliran Chandra yang memutar sumpit. Ujung sumpit itu menunjuk ke arah Satria.

Satria langsung meminum wine tanpa ditanya terlebih dahulu.

“Kayaknya, sekarang lebih kuat minum,” tutur Lutfi sambil menatap Satria.

Satria tersenyum kecil. “Ada kondisi di mana kita berhadapan sama musuh. Kalau gampang mabuk, kita gampang dikendalikan. Jadi, aku banyak berlatih untuk ini.”

“Hahaha.”

Satria tersenyum kecil. Ia memutar sumpit dan langsung menunjuk ke arah Yeriko. Ia terlihat sangat senang sembari menatap wajah Yeriko.

“Minum atau jawab pertanyaan?” tanya Satria.

“Jawab pertanyaan.”

“Posisi apa yang paling kalian suka saat bercinta?” tanya Satria sambil tersenyum jahil.

“Heh, pertanyaan macam apa itu?” dengus Yuna.

“Halah, di sini semuanya udah dewasa. Setidaknya, kalian ngajarin kami trik yang bagus untuk memuaskan pasangan. Kali aja, bisa bikin cewek klepek-klepek sampai akhir,” tutur Satria.

“Jangan cuma sampai akhir, Sat. Kalo bisa, bikin mau lagi dan lagi,” sahut Lutfi sambil tertawa.

Chandra tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala. “Kalian berdua memang cocok,” celetuknya.

Lutfi dan Satria tertawa berbarengan.

“Heh, jawab, Yer!” perintah Satria.

“Kalian mau yang mana?” tanya Yeriko sambil menahan tawa.

“Yang paling enak, Yer,” sahut Satria.

“Semuanya enak.”

Satria tergelak. “Kamu bisa puasin istrimu nggak sih? Lempeng banget jawabannya. Semua enak, semua enak. Kita semua juga tahu kalo bercinta itu enak. Tapi, pasti ada posisi yang paling uueenak kan? Bagi rahasia ke kita sedikit aja! Gitu aja pelit banget!” cerocos Satria.

Yuna membelalakkan mata menatap Satria. “Waktu kenalan, ini cowok cool banget. Kupikir kalem kayak Chandra. Sekalinya, Lutfi kedua,” gumamnya dalam hati.

Yeriko tersenyum kecil menanggapi ucapan Satria. “Kalo mau tahu, buruan nikah!”

“Gitu aja. Nggak nikah gin bisa,” sahut Satria.

“Kamu suka jajan di luar?” tanya Yuna.

Satria langsung menggelengkan kepala. “Nggaklah. Sehat aku!”

“Kenapa bisa ngomong gitu?”

“Yaelah, kalo razia gabungan. Aku sering banget nangkepin pasangan muda-mudi beda alamat dalam satu kamar. Ngapain coba kalo nggak begituan? Satunya tinggal di Blitar, satunya di Magetan. Tidurnya di kostel Surabaya. Hahaha.”

Yuna menahan tawa mendengar ucapan Satria.

“Eh, aku kasih tahu ya. Kalian jangan sampe gonta-ganti pasangan!” tutur Satria sambil menunjuk Chandra dan Lutfi. “Ada beberapa kasus, cewek-cewek yang begitu bawa HIV/AIDS. Kalo udah nggak tahan, lebih baik nikah. Setia sama pasangan. Daripada jajan di luar. Nggak terjamin kebersihannya,” tutur Satria.

“Siap, Bang!” sahut Lutfi.

“Kamu manggil aku, Bang?” Satria mendelik ke arah Lutfi.

“Iya. Bang Sat,” sahut Lutfi terkekeh.

“Untungnya temen. Kalo bukan, udah aku tembak mati,” dengus Satria kesal.

Yuna tersenyum melihat sikap Satria. Dia pria yang periang jika sudah saling kenal. Suka asal bicara, tapi tetap bisa menasehati teman-teman yang lainnya.

“Ayo, main lagi!” ajak Satria.

“Udah, Sat. Aku mau ngamar,” sahut Yeriko.

“Argh, nggak bisa! Ini masih sore udah mau ngamar aja. Nggak ada yang boleh pergi dari tempat ini sampe jam dua belas malam. Yang pergi, aku keluarin AK47 sama AK101 ke depan muka kalian.”

“Emang bawa?” tanya Lutfi.

“Nggak. Tapi, gampang. Bisa nyuruh anak buah buat ambil.”

“Astaga, nggak segitunya juga, kali.”

Mereka terus berbincang penuh canda tawa. Bermain beberapa games. Tidak melepaskan kedua pengantin ini begitu saja hingga jam dua belas malam.

 

(( Bersambung ... ))

 

Dukung terus cerita ini biar aku makin semangat bikin yang lebih seru lagi.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas