“Yun … Yuna!” seru
Jheni di telinga Yuna.
“Apaan sih,
Jhen!?” Yuna langsung menutup telinganya dengan bantal.
“Bangun, Yun. Udah
pagi.”
Yuna bergeming.
Jheni langsung
merebut bantal dari kepala Yuna. “Bangun! Siap-siap dandan!” seru Jheni kesal.
Yuna memicingkan
mata sambil mengangkat tubuhnya. “Jam berapa, Jhen?”
“Jam lima.”
“Masih pagi
banget. Acaranya kan mulai jam sepuluh.” Yuna merebahkan tubuhnya kembali dan
menutup seluruh wajahnya dengan selimut.
“Astaga, Yuna!”
Jheni geram dengan tingkah Yuna yang terlihat sangat santai.
“Aku masih
ngantuk, Jhen!” balas Yuna.
“Siapa yang suruh
kamu keliaran di luar tengah malam?”
“Yeriko!”
“Oh, jadi kalian
berdua sekongkol buat bohongin kami, hah!?”
Yuna langsung
menyingkap selimut dari tubuhnya. “Kamu cerewet banget, sih!?” dengusnya. Ia
turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi sambil memejamkan mata.
“Yeriko
juga, tuh. Udah tua, masih aja kayak anak abege. Apa susahnya sih pisah cuma
sebentar doang? Cuma semalem doangan. Alay bener tuh orang,” dengus Jheni
kesal.
Icha hanya tertawa
kecil melihat Jheni yang mengomel sendiri.
“Apa
ketawa-ketawa? Bukain pintu, tuh!” perintah Jheni saat ia mendengar pintu
diketuk.
Icha langsung
menoleh ke arah pintu. Melangkah perlahan dan membukakan pintu. Beberapa orang
karyawan berseragam khas hitam putih langsung masuk ruangan sembari membawa
gaun pengantin yang akan dikenakan Yuna.
“Wow!” Icha dan
Jheni melongo melihat gaun pengantin yang super mewah hasil rancangan dari
desainer ternama di Asia.
“Gila, ini berapa
milyar gaunnya Yuna doang!?” seru Jheni. “Ya ampun … Yuna bener-bener jadi
Cinderella. Aku harus mengabadikan momen ini dengan baik. Ntar aku tulis dalam
project novel aku selanjutnya.”
Jheni dan Icha tak
henti-henti mengagumi gaun pengantin yang dirancang khusus untuk Yuna.
Melihatnya, membuat mereka ingin segera menikah saat itu juga.
“Duh, kapan aku
bisa pake gaun kayak gini?” tanya Icha dengan mata berbinar.
“Iya, Cha. Kayak
mimpi di siang bolong. Rasanya, jadi pengen cepet-cepet dilamar sama Chandra.”
Icha
mengangguk-anggukkan kepala. “Aku juga …”
“Eh, bukannya kamu
sama Lutfi cuma pacaran kontrak? Emang bisa sampai nikah?”
Icha meringis ke
arah Jheni. “Kalo kontraknya udah habis. Boleh berharap yang lebih dari itu
kan?”
Jheni langsung
mengetuk dahi Icha. “Pintar juga otak kamu. Bikin dia jatuh cinta beneran ke
kamu. Ntar aku bantu comblangin,” ucap Jheni sambil mengerdipkan matanya.
“Nggak yakin.
Ceweknya dia banyak,” sahut Icha santai.
“Kamu santai
banget nanggepinnya? Sabar banget ngadepin Lutfi. Eh, by the way, kamu kan
satu-satunya cewek yang paling deket sama Lutfi di antara yang lainnya. Kamu
dapet banyak dukungan dari orang-orang terdekatnya Lutfi. Emangnya, kamu nggak
punya perasaan sedikit pun ke dia?”
“Pertanyaan itu,
harusnya kamu tujukan ke Lutfi. Dia punya perasaan atau nggak ke aku? Kalo aku
sendiri, udah jelas sayang sama dia. Sedangkan dia, menganggap semua cewek yang
dia deketin itu sama.”
“Hmm … pinter
banget sih kalian nyembunyiin hubungan palsu ini dari kami? Emangnya, kamu
dihargai berapa sama Lutfi?”
Icha tersenyum
masam. Ia sebenarnya tidak menyukai hubungan ini. Namun, ia terpaksa
melakukannya. Jika boleh memilih, ia akan memilih mencintai Lutfi dengan tulus.
Bukan karena perjanjian mereka saat itu.
Jheni terdiam. Ia
mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dengan hubungan Icha dan
Lutfi. Keduanya terlihat sangat mesra dan baik-baik saja. Bila dibandingkan
hubungannya dengan Chandra yang kaku. Tapi, Chandra tetap saja memiliki nilai
plus bila dibandingkan dengan Lutfi.
“Hai, kalian … apa
kabar?” sapa Irvan yang baru saja masuk ke kamar tersebut.
“Hai …!” balas
Icha dan Jheni bersamaan.
“Mana
pengantinnya, nih?” tanya Irvan.
Jheni dan Icha
saling pandang. Mereka baru menyadari kalau Yuna sudah sangat lama berada di
dalam kamar mandi. Mereka terlihat panik dan berlari menuju kamar mandi.
“Nggak dikunci,”
tutur Jheni sambil memutar gagang pintu kamar mandi.
Mereka melihat
Yuna yang duduk di pojok kamar mandi sambil memejamkan mata.
“Astaga, Yuna!”
seru Icha dan Jheni.
Yuna langsung
gelagapan dan terbangun dari tidurnya. “Kalian ngagetin aja.”
“Kamu masih bisa
lanjutin tidur di sini?”
“Kita udah
khawatir banget. Kenapa-kenapa di dalam kamar mandi. Irvan udah datang.”
Yuna bangkit. Ia
melangkah menuju westafel dan membasuh wajahnya. “Kalian keluar dulu! Aku mau
cipes!” seru Yuna.
Jheni dan Icha
langsung keluar dan menutup pintu kamar mandi.
Beberapa menit
kemudian, Yuna keluar dari kamar mandi. Ia langsung ditarik oleh beberapa
pegawai Ivan untuk mempersiapkan dirinya.
“Kenapa mata kamu
sayu banget?” tanya Ivan sambil memerhatikan wajah Yuna.
“Aku ngantuk.
Tidur sebentar lagi, boleh nggak?”
“Nggak bisa. Kamu
kurang tidur?” tanya Irvan. Ia menoleh ke arah Icha dan Jheni. “Kalian ngajak
pengantin begadang?”
Jheni dan Icha
menggelengkan kepala.
“Ini pengantinnya
udah sarapan atau belum?”
Jheni dan Icha
kembali saling pandang. “Lupa, Cha. Kamu gimana sih?” bisik Jheni.
“Aku juga lupa.
Ini pertama kali aku jadi bridesmaid.”
“Eh, kalian malah
asyik ngobrol sendiri. Si Yuna udah sarapan apa belom?” tanya Irvan lagi.
“Belum, Van. Aku
laper. Kasihan anak di perutku,” rengek Yuna.
Ivan langsung
menatap Jheni dan Icha. “Kalian pesenin makanan buat Yuna!” perintahnya.
“Jangan sampai dia pingsan karena kelaparan.”
“Iya. Kamu mau
makan apa, Yun?”
“Tanya Bibi War.
Semua menu makanku diatur sama Chef Rafa.”
“Aku mana punya
nomernya Bibi War,” sahut Jheni geram.
“Nggak usah
marah-marah!” pinta Yuna. “Ntar cepet keriput tuh kulit hidung.” Yuna menahan
tawa sembari menyodorkan ponselnya.
Jheni meraih
ponsel dari tangan Yuna dan menelepon Bibi War untuk menanyakan menu makanan
yang seharusnya dikonsumsi pagi ini.
Beberapa menit
kemudian. Yuna sudah berada di bawah kendali Irvan. Irvan telah menyiapkan
peralatan make up khusus yang tidak berbahaya untuk ibu hamil. Sebab, Rullyta
dan Yeriko sudah memberitahukan bahwa Yuna sedang hamil.
Tepat jam sembilan
pagi, Yeriko dan dua sahabatnya berangkat menuju Sangri-La. Ia langsung
melangkah menuju kamar tempat Yuna mempersiapkan dirinya.
“Heh, ngapain ke
sini?” Jheni langsung menghalangi mereka masuk ke dalam ruangan begitu
mengetahui kalau Yeriko dan dua pengawalnya datang.
“Yuna mana?” tanya
Yeriko celingukan.
“Lagi make up.
Nggak bisa diganggu.”
“Jhen, kamu cantik
banget!” tutur Lutfi. “Lihat, si Chandra sampe gak kedip lihat kamu.”
Jheni menahan
tawa. “Siapa dulu yang make up-in? MUA profesional kelas atas,” sahutnya
bangga.
Yeriko tersenyum.
Ia berusaha untuk melihat Yuna, namun Jheni keukeuh melarangnya.
“Kalian tunggu di
kamar depan, tuh!” Jheni menunjuk pintu kamar yang sudah disediakan. Beberapa
orang di dalamnya terlihat mondar-mandir mempersiapkan semua keperluan
pernikahan yang akan dilaksanakan sebentar lagi.
Yeriko memilih
untuk menuruti ucapan Jheni. Ia menunggu Yuna di ruang yang berbeda.
Di dalam ballroom,
beberapa tamu terlihat sudah berdatangan.
Bellina dan Lian
terlihat memasuki ruangan tersebut, juga kedua orang tua mereka.
Di belakangnya,
ada walikota dan istrinya. Juga seorang pria tampan bertubuh tinggi nan kekar
yang berhasil merebut perhatian semua orang si ruangan itu.
Pria itu langsung
menghampiri Lutfi dan Chandra yang sudah ada di ruangan tersebut.
“Hei, Satria? Apa
kabar?” sapa Lutfi begitu pria tampan itu menghampirinya.
“Baik. Kalian apa
kabar?” tanya Satria sambil memberikan rangkulan hangat untuk dua teman
lamanya.
“Baik, Sat.
Akhirnya, nongol juga kamu ke sini.”
Satria tersenyum
kecil. “Udah kelar tugas di sana. Sekarang, di sini aja sementara sampai ada
tugas baru lagi.”
“Weh, sukses nih
jadi prajurit?” tanya Chandra sambil menepuk bahu Satria.
Satria tertawa
kecil menanggapi ucapan Chandra. “Kalian yang sudah pada sukses jadi pengusaha.
Aku masih jadi pesuruh.”
“Pesuruh apanya?
Komandan kan sekarang?” tanya Lutfi.
Satria tersenyum
kecil. “Yeriko mana?”
“Belum turun.
Masih lima belas menit lagi.”
“Oh.” Satria
manggut-manggut.
Mereka bertiga
terlihat serius membicarakan tentang dunia militer yang pernah mereka jalani
bersama beberapa tahun lalu. Sembari menunggu MC membuka acara pernikahan
tersebut.
(( Bersambung
...))
Happy Wedding Mr.
Hero
Support terus
cerita ini biar aku makin semangat bikin cerita yang lebih seru lagi.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
.png)
0 komentar:
Post a Comment