Wednesday, August 13, 2025

Perfect Hero Bab 291 : Last Minutes Before the Wedding Party

 


“Yun … Yuna!” seru Jheni di telinga Yuna.

“Apaan sih, Jhen!?” Yuna langsung menutup telinganya dengan bantal.

“Bangun, Yun. Udah pagi.”

Yuna bergeming.

Jheni langsung merebut bantal dari kepala Yuna. “Bangun! Siap-siap dandan!” seru Jheni kesal.

Yuna memicingkan mata sambil mengangkat tubuhnya. “Jam berapa, Jhen?”

“Jam lima.”

“Masih pagi banget. Acaranya kan mulai jam sepuluh.” Yuna merebahkan tubuhnya kembali dan menutup seluruh wajahnya dengan selimut.

“Astaga, Yuna!” Jheni geram dengan tingkah Yuna yang terlihat sangat santai.

“Aku masih ngantuk, Jhen!” balas Yuna.

“Siapa yang suruh kamu keliaran di luar tengah malam?”

“Yeriko!”

“Oh, jadi kalian berdua sekongkol buat bohongin kami, hah!?”

Yuna langsung menyingkap selimut dari tubuhnya. “Kamu cerewet banget, sih!?” dengusnya. Ia turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi sambil memejamkan mata.

 “Yeriko juga, tuh. Udah tua, masih aja kayak anak abege. Apa susahnya sih pisah cuma sebentar doang? Cuma semalem doangan. Alay bener tuh orang,” dengus Jheni kesal.

 

Icha hanya tertawa kecil melihat Jheni yang mengomel sendiri.

 

“Apa ketawa-ketawa? Bukain pintu, tuh!” perintah Jheni saat ia mendengar pintu diketuk.

 

Icha langsung menoleh ke arah pintu. Melangkah perlahan dan membukakan pintu. Beberapa orang karyawan berseragam khas hitam putih langsung masuk ruangan sembari membawa gaun pengantin yang akan dikenakan Yuna.

 

“Wow!” Icha dan Jheni melongo melihat gaun pengantin yang super mewah hasil rancangan dari desainer ternama di Asia.

 

“Gila, ini berapa milyar gaunnya Yuna doang!?” seru Jheni. “Ya ampun … Yuna bener-bener jadi Cinderella. Aku harus mengabadikan momen ini dengan baik. Ntar aku tulis dalam project novel aku selanjutnya.”

Jheni dan Icha tak henti-henti mengagumi gaun pengantin yang dirancang khusus untuk Yuna. Melihatnya, membuat mereka ingin segera menikah saat itu juga.

 

“Duh, kapan aku bisa pake gaun kayak gini?” tanya Icha dengan mata berbinar.

 

“Iya, Cha. Kayak mimpi di siang bolong. Rasanya, jadi pengen cepet-cepet dilamar sama Chandra.”

 

Icha mengangguk-anggukkan kepala. “Aku juga …”

 

“Eh, bukannya kamu sama Lutfi cuma pacaran kontrak? Emang bisa sampai nikah?”

Icha meringis ke arah Jheni. “Kalo kontraknya udah habis. Boleh berharap yang lebih dari itu kan?”

Jheni langsung mengetuk dahi Icha. “Pintar juga otak kamu. Bikin dia jatuh cinta beneran ke kamu. Ntar aku bantu comblangin,” ucap Jheni sambil mengerdipkan matanya.

 

“Nggak yakin. Ceweknya dia banyak,” sahut Icha santai.

 

“Kamu santai banget nanggepinnya? Sabar banget ngadepin Lutfi. Eh, by the way, kamu kan satu-satunya cewek yang paling deket sama Lutfi di antara yang lainnya. Kamu dapet banyak dukungan dari orang-orang terdekatnya Lutfi. Emangnya, kamu nggak punya perasaan sedikit pun ke dia?”

 

“Pertanyaan itu, harusnya kamu tujukan ke Lutfi. Dia punya perasaan atau nggak ke aku? Kalo aku sendiri, udah jelas sayang sama dia. Sedangkan dia, menganggap semua cewek yang dia deketin itu sama.”

 

“Hmm … pinter banget sih kalian nyembunyiin hubungan palsu ini dari kami? Emangnya, kamu dihargai berapa sama Lutfi?”

 

Icha tersenyum masam. Ia sebenarnya tidak menyukai hubungan ini. Namun, ia terpaksa melakukannya. Jika boleh memilih, ia akan memilih mencintai Lutfi dengan tulus. Bukan karena perjanjian mereka saat itu.

Jheni terdiam. Ia mencoba menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi dengan hubungan Icha dan Lutfi. Keduanya terlihat sangat mesra dan baik-baik saja. Bila dibandingkan hubungannya dengan Chandra yang kaku. Tapi, Chandra tetap saja memiliki nilai plus bila dibandingkan dengan Lutfi.

“Hai, kalian … apa kabar?” sapa Irvan yang baru saja masuk ke kamar tersebut.

“Hai …!” balas Icha dan Jheni bersamaan.

“Mana pengantinnya, nih?” tanya Irvan.

 

Jheni dan Icha saling pandang. Mereka baru menyadari kalau Yuna sudah sangat lama berada di dalam kamar mandi. Mereka terlihat panik dan berlari menuju kamar mandi.

 

“Nggak dikunci,” tutur Jheni sambil memutar gagang pintu kamar mandi.

 

Mereka melihat Yuna yang duduk di pojok kamar mandi sambil memejamkan mata.

 

“Astaga, Yuna!” seru Icha dan Jheni.

 

Yuna langsung gelagapan dan terbangun dari tidurnya. “Kalian ngagetin aja.”

 

“Kamu masih bisa lanjutin tidur di sini?”

 

“Kita udah khawatir banget. Kenapa-kenapa di dalam kamar mandi. Irvan udah datang.”

 

Yuna bangkit. Ia melangkah menuju westafel dan membasuh wajahnya. “Kalian keluar dulu! Aku mau cipes!” seru Yuna.

 

Jheni dan Icha langsung keluar dan menutup pintu kamar mandi.

 

Beberapa menit kemudian, Yuna keluar dari kamar mandi. Ia langsung ditarik oleh beberapa pegawai Ivan untuk mempersiapkan dirinya.

 

“Kenapa mata kamu sayu banget?” tanya Ivan sambil memerhatikan wajah Yuna.

 

“Aku ngantuk. Tidur sebentar lagi, boleh nggak?”

“Nggak bisa. Kamu kurang tidur?” tanya Irvan. Ia menoleh ke arah Icha dan Jheni. “Kalian ngajak pengantin begadang?”

Jheni dan Icha menggelengkan kepala.

“Ini pengantinnya udah sarapan atau belum?”

Jheni dan Icha kembali saling pandang. “Lupa, Cha. Kamu gimana sih?” bisik Jheni.

“Aku juga lupa. Ini pertama kali aku jadi bridesmaid.”

“Eh, kalian malah asyik ngobrol sendiri. Si Yuna udah sarapan apa belom?” tanya Irvan lagi.

“Belum, Van. Aku laper. Kasihan anak di perutku,” rengek Yuna.

Ivan langsung menatap Jheni dan Icha. “Kalian pesenin makanan buat Yuna!” perintahnya. “Jangan sampai dia pingsan karena kelaparan.”

“Iya. Kamu mau makan apa, Yun?”

“Tanya Bibi War. Semua menu makanku diatur sama Chef Rafa.”

“Aku mana punya nomernya Bibi War,” sahut Jheni geram.

“Nggak usah marah-marah!” pinta Yuna. “Ntar cepet keriput tuh kulit hidung.” Yuna menahan tawa sembari menyodorkan ponselnya.

Jheni meraih ponsel dari tangan Yuna dan menelepon Bibi War untuk menanyakan menu makanan yang seharusnya dikonsumsi pagi ini.

Beberapa menit kemudian. Yuna sudah berada di bawah kendali Irvan. Irvan telah menyiapkan peralatan make up khusus yang tidak berbahaya untuk ibu hamil. Sebab, Rullyta dan Yeriko sudah memberitahukan bahwa Yuna sedang hamil.

 

 

Tepat jam sembilan pagi, Yeriko dan dua sahabatnya berangkat menuju Sangri-La. Ia langsung melangkah menuju kamar tempat Yuna mempersiapkan dirinya.

“Heh, ngapain ke sini?” Jheni langsung menghalangi mereka masuk ke dalam ruangan begitu mengetahui kalau Yeriko dan dua pengawalnya datang.

“Yuna mana?” tanya Yeriko celingukan.

“Lagi make up. Nggak bisa diganggu.”

“Jhen, kamu cantik banget!” tutur Lutfi. “Lihat, si Chandra sampe gak kedip lihat kamu.”

Jheni menahan tawa. “Siapa dulu yang make up-in? MUA profesional kelas atas,” sahutnya bangga.

Yeriko tersenyum. Ia berusaha untuk melihat Yuna, namun Jheni keukeuh melarangnya.

“Kalian tunggu di kamar depan, tuh!” Jheni menunjuk pintu kamar yang sudah disediakan. Beberapa orang di dalamnya terlihat mondar-mandir mempersiapkan semua keperluan pernikahan yang akan dilaksanakan sebentar lagi.

Yeriko memilih untuk menuruti ucapan Jheni. Ia menunggu Yuna di ruang yang berbeda.

Di dalam ballroom, beberapa tamu terlihat sudah berdatangan.

Bellina dan Lian terlihat memasuki ruangan tersebut, juga kedua orang tua mereka.

Di belakangnya, ada walikota dan istrinya. Juga seorang pria tampan bertubuh tinggi nan kekar yang berhasil merebut perhatian semua orang si ruangan itu.

Pria itu langsung menghampiri Lutfi dan Chandra yang sudah ada di ruangan tersebut.

“Hei, Satria? Apa kabar?” sapa Lutfi begitu pria tampan itu menghampirinya.

“Baik. Kalian apa kabar?” tanya Satria sambil memberikan rangkulan hangat untuk dua teman lamanya.

“Baik, Sat. Akhirnya, nongol juga kamu ke sini.”

Satria tersenyum kecil. “Udah kelar tugas di sana. Sekarang, di sini aja sementara sampai ada tugas baru lagi.”

“Weh, sukses nih jadi prajurit?” tanya Chandra sambil menepuk bahu Satria.

Satria tertawa kecil menanggapi ucapan Chandra. “Kalian yang sudah pada sukses jadi pengusaha. Aku masih jadi pesuruh.”

“Pesuruh apanya? Komandan kan sekarang?” tanya Lutfi.

Satria tersenyum kecil. “Yeriko mana?”

“Belum turun. Masih lima belas menit lagi.”

“Oh.” Satria manggut-manggut.

Mereka bertiga terlihat serius membicarakan tentang dunia militer yang pernah mereka jalani bersama beberapa tahun lalu. Sembari menunggu MC membuka acara pernikahan tersebut.

 

 

(( Bersambung ...))

Happy Wedding Mr. Hero

 

Support terus cerita ini biar aku makin semangat bikin cerita yang lebih seru lagi.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas