Thursday, August 28, 2025

[Cerita Relima Kukar] Semangatku Dimulai dari Marang Kayu

 



Embun pagi di Desa Perangat Selatan begitu menyejukkan. Langit terlihat cerah meski matahari belum terbit. Cuaca pagi di desa ini cukup dingin, tapi juga ada sedikit kehangatan. 
Aku menyusuri jalan aspal tanpa alas kaki. Katanya, ini baik untuk melancarkan peredaran darah. Sekaligus aku bisa menikmati pemandangan pagi yang indah.
 
Sudah satu malam aku menginap di rumah orang tua temanku yang berada tepat di kilometer 79 jalan poros Samarinda-Bontang. 

Awalnya aku bingung harus menginap di mana. Terlebih aku tidak pernah pergi ke Marang Kayu dan tidak punya kenalan di tempat ini. Tapi kemudian, Allah memberikanku sebuah kesempatan yang baik. 
Ternyata, aku punya kenalan bernama Linda. Dia tinggal di Perangat Selatan. Aku rasa, Perangat Selatan berada di Kecamatan Marang Kayu. Kami berkenalan saat mengikuti pelatihan konstruksi di Smart Academy sekitar tahun 2018.

Ah, ternyata sudah 7 tahun berlalu dan kami tidak pernah bertemu. Tapi Linda masih menyimpan nomorku, begitu juga sebaliknya. Sehingga kami kerap saling tahu lewat psan Whatsapp. Terkadang kami menyapa sesekali. 

Satu hari sebelum keberangkatan, aku mengirimkan pesan pribadi pada Linda. Dia langsung menyambutku dengan ramah. Bisa kupastikan kalau Linda berada di wilayah Marang Kayu. 

Sebelum bertanya soal penginapan, Linda memberikan tawaran lebih dahulu untuk menginap di rumahnya saja. 

"Wah ...! Serius!?" Mataku langsung berbinar. Baru saja aku ingin meminta izin untuk bisa menginap di rumahnya. Tapi Linda memberikan tawaran lebih dulu. 

Tentunya aku sambut dengan sangat bahagia. Sebab, ini bisa mengurangi biaya penginapanku. Sebab, Relima tidak ditanggung biaya perjalanan dan penginapannya oleh Perpusnas RI. 

Aku merasa lega setelah aku bisa mendapatkan tempat untuk menginap. Setidaknya, aku tidak harus menginap di musholla/masjid untuk menghemat pengeluaran. 

Aku langsung bersiap-siap pergi ke Desa Perangat Selatan, Kecamatan Marang Kayu. Awalnya aku ingin berangkat pagi hari, tapi tidak bisa kulakukan karena aku masih harus mengisi kegiatan di daerahku. 

Pagi hari di tanggal 24 Agustus, cuaca hujan. Hingga tengah hari, hujan tak kunjung reda. 

"Ya Allah, gimana mau berangkat ke Marang Kayu kalau hujan terus kayak gini? Apa nggak kemalaman sampai sana?" batinku sembari menatap langit yang sedang mendung dari balik jendela kamarku. 

Aku berbaring di dalam kamar sembari menunggu cuaca bagus. Selain hujan yang mengguyur, listrik di kampung kami juga padam. Setiap listrik padam, jaringan seluler juga ikut menghilang entah ke mana. Membuatku tak bisa melakukan apa pun selain berdiam diri di dalam kamar. Aku menunggu waktu menunjukkan pukul 12.00 WITA karena asa jadwal menjadi juri lomba pada jam 12.30 WITA. 

Sementara itu, suamiku masih sibuk berkutat si teras belakang rumah. Ada beberapa pekerjaan rumah yang harus ia rapikan dan aku tidak berani mengganggunya. 

Tepat di jam 3 sore, suamiku menyelesaikan pekerjaannya. Kami pun segera bersiap-siap untuk pergi ke Perangat Selatan menggunakan sepeda motor. Kami pun masih harus memenuhi undangan khitanan dari salah satu guru Arga di sekolah. 

Tepat di jam 17.30 WITA, kami baru keluar dari jalan polewali kilometer 48. Dengan cepat, suamiku melaju kencang menuju ke Kecamatan Marang Kayu. 
Setelah melewati banyak drama, akhirnya kami sampai di Perangat Selatan pada jam 22.30 WITA. 

Aku kira rumah kayu bercat biru itu adalah rumah Linda. Ternyata bukan. Ini adalah rumah orang tua Linda. Rumah Linda masih jauh dari tempat ini dan berada di tempat yang sepi. Itulah mengapa orang tua Linda meminta agar aku menginap di sini saja agar aku tidak kesepian. 

Karena hari sudah malam, suamiku ikut menginap semalam. Ia baru pulang pagi harinya menggunakan bus rute Bontang-Balikpapan karena dia harus bekerja. 

Rumah mungil milik orang tua Linda ini sangat hangat dan ramah. Semua menyambutku dengan begitu baik, terutama Linda. 
Aku bisa menginap di rumah ini tanpa harus mengeluarkan biaya penginapan. Bahkan, setiap pagi sudah tersedia sarapan untukku. Sungguh, ini adalah berkah yang luar biasa dari Allah. 
Aku bersyukur, Allah selalu pertemukan aku dengan orang-orang baik. Aku merasa sangat terbantu ketika aku diberi tempat menginap yang sehangat ini. 
Meski bangunannya sederhana, tapi isi di dalamnya sangat mewah bagiku. Aku merasa begitu nyaman sampai aku sering bangun kesiangan setiap paginya. Untungnya, semua kegiatan Relima dijadwalkan pada jam 10 pagi. Jadi, aku tidak terlalu terburu-buru. 

Pagi ini, aku siap memulai perjalanan Relima Kukar dari Perangat Selatan. Aku akan berkegiatan selama 3 hari karena 3 desa ya g ada di sini berjauhan. Hari pertama aku harus ke Semangko, jarak tempuhnya sekitar 1,5 jam dari Perangat Selatan. Hari Kedua aku bergiat di Desa Perangat Baru. Desa ini cukup dekat, hanya 10 menit saja dari rumah Linda. Hari Ketiga aku harus ke Desa Santan Ilir yang jarak tempuhnya sekitar 2 jam dari Perangat Selatan. 

Kunjungan-kunjungan ini harus menggunakan dana pribadi karena tidak di-cover oleh Perpusnas RI. Sehingga, aku harus menghemat biaya perjalanan dan penginapan agar pengeluaranku tidak membengkak. 

Sebagai relawan, aku dituntut untuk selalu ikhlas menjalani segalanya. Bahkan, aku merasa kalau aku bukan hanya sebagai relawan literasi untuk Perpusnas RI, tapi juha sebagai donatur untuk kegiatan ini. 

Apa diriku sudah kaya sampai harus jadi donatur? Semoga saja segera diberi banyak kekayaan. Supaya kalau aku bergiat sebagai relawan, aku tidak perlu mikir dua kali untuk mengeluarkan uang pribadiku. Aku yakin, Allah pasti akan menolongku. Ia tidak akan membiarkan aku berjalan seorang diri selama itu berada di jalan kebenaran. 

Jika kamu membaca tulisan ini, maka bacalah tulisan-tulisanku yang lain. Bantu aku untuk menghasilkan uang yang bisa aku sedekahkan untuk mencerdaskan anak-anak bangsa lewat literasi dan juga membantu anak-anak Palestina. 
Terima kasih.. 🙏

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas