Friday, July 11, 2025

Perfect Hero Bab 290 : Ten Hours Before the Wedding Party

 


“Yun, kamu belum ngantuk? Ini udah jam sebelas malam. Besok hari pernikahan kamu. Jangan sampe kecapekan karena kurang tidur,” omel Jheni saat melihat Yuna belum juga terlelap.

Yuna menghela napas. “Aku nggak bisa tidur, Jhen.”

“Masih deg-degan?” tanya Icha. “Kamu sama Yeriko kan udah sah jadi suami istri. Apa yang kamu khawatirkan, Yun?”

“Iih ... kalian itu nggak ngerti perasaanku!” dengus Yuna.

“Aargh ...! Kamu ini rewel banget, Yun. Aku masih nggak ngerti gimana Yeriko yang cool itu ngadepin kamu setiap hari. Betah aja dia jadi suami kamu. Kamu susah banget ditidurkan aja. Udah kayak anak bayi aja,” keluh Jheni.

“Jhen, aku tuh belum ngantuk. Aku udah terbiasa tidur sama Yeri. Nggak bisa tidur kalo nggak ada dia,” rengek Yuna.

“Hahaha. Astaga! Kamu nggak bisa tidur cuma karena Yeriko nggak satu kamar sama kamu? Aku pikir, kamu gugup karena mau nikah,” sela Icha sambil tertawa lebar.

“Dua-duanya, Cha!” sahut Yuna kesal.

“Ck, kalo cuma Yeriko ... besok juga ketemu. Alay banget!” dengus Jheni kesal.

“Kamu tuh belum tahu rasanya punya suami. Biasanya tidur dikelonin sama dia. Aku nggak bisa tidur tanpa dipeluk sama dia,” tutur Yuna, ia sengaja membuat dua sahabatnya itu cemburu.

“Nggak usah pamer!” seru Jheni kesal. “Kamu mau tidur nggak? Kalo masih nggak mau tidur, besok aku nggak mau jadi bridesmaid buat pengantin rewel kayak kamu!” ancam Jheni. Ia memeluk guling sambil meracau.

Yuna melipat wajahnya. Ia berbaring di ranjangnya, berusaha memejamkan mata agar terlelap. Tapi, matanya malah sulit untuk terpejam. Ia meraih ponsel, membuka aplikasi Whatsapp.

“Yuna, tidur!” seru Jheni. “Bandel banget dikasih tahu. Kalo sampe besok si Irvan ngomel karena kamu punya mata panda, yang dijejalin pertanyaan pasti aku terus karena nggak mengurus kamu dengan baik. Kamu tahu, seharian ini aja aku udah ditelepon berapa kali sama dia buat mastiin kalo anak buahnya kerjanya bagus. Kamu bener-bener nggak bisa lihat aku tidur dengan baik malam ini?”

“Bawel banget kayak emak-emak,” celetuk Yuna.

Jheni langsung melempar bantal ke arah Yuna. “Kamu yang emak-emak bawel. Aku kayak gini demi kebaikan kamu juga.”

“Iya, Jheni sayang ... Jheni ter-lope-lope!”

“Ngece banget sih!?” Jheni melompat dari tempat tidurnya dan langsung menyerang Yuna.

“Ssst ...! Jangan ribut! Icha udah tidur beneran,” bisik Yuna.

Jheni langsung menoleh ke arah Icha. “Cepet banget dia tidur. Enak banget tidurnya, kayak nggak punya beban hidup.”

“Kalo kita? Nggak tidur-tidur gini, apa karena keberatan beban hidup?”

Jheni tertawa kecil. “Kamunya aja yang bandel!” jawab Jheni sambil mengetuk dahi Yuna. “Udah bercandanya. Tidur yuk!” ajaj Jheni.

Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia kembali berbaring, namun masih sulit untuk memejamkan mata.

Dua puluh menit berlalu.

Yuna masih belum juga memejamkan mata.

“Kenapa aku nggak bisa tidur?” tanya Yuna dalam hati. Ia menatap wajah Icha dan Jheni yang sudah terlelap.

Yuna menatap langit-langit kamar yang luas. Ia kembali melihat ponselnya dan membuka pesan Whatsapp. “Yeriko udah tidur atau belum ya?” batinnya.

Yuna mengetik pesan untuk Yeriko. Kemudian menghapusnya kembali. Begitu seterusnya hingga beberapa menit terlewati.

“Hmm ... belum tidur?” Yeriko tiba-tiba mengirimkan pesan terlebih dahulu.

“Oh My God!” Yuna berseru tanpa suara. “Dia juga belum tidur?”

Yuna langsung tersenyum dan membalas pesan Yeriko. “Aku nggak bisa tidur. Kamu sendiri kenapa belum tidur?”

“Kangen kamu,” jawab Yeriko sembari mengirimkan emoji ‘hug’ untuk Yuna.

Yuna tersenyum senang membaca pesan dari Yeriko. “Aku juga. Nggak bisa tidur tanpa kamu,” balas Yuna.

Yeriko langsung menelepon Yuna.

“Halo ...!” sapa Yuna berbisik. Ia perlahan turun dari tempat tidur.

“Aku di bawah. Turun ya!”

“Serius?”

“Iya. Kapan aku bercanda?”

“Oke.” Yuna mematikan telepon dan mengendap-ngendap keluar dari kamar tersebut.

Beberapa menit kemudian, Yuna menghampiri Yeriko yang sudah menunggunya di luar hotel.

“Hei ...!” sapa Yuna sambil menepuk punggung Yeriko.

Yeriko berbalik dan tersenyum menatap Yuna.

“Kenapa nggak masuk?” tanya Yuna.

“Mama bener-bener kejam sama aku. Masa aku nggak boleh pesen kamar di sini. Malah ditaruh di hotel lain.”

Yuna tersenyum kecil. “Kenapa ya? Padahal, di sini kan bisa beda kamar juga.”

Yeriko tersenyum. “Emang udah diatur sama Mama untuk keamanan. Karena pernikahan kita tertutup banget. Katanya, banyak media yang minta buat ambil gambar. Kalo aku check-in di sana. Media bakal ngira resepsi kita di sana.”

“Dasar licik!” dengus Yuna.

Yeriko tersenyum. “Kenapa belum tidur juga sampai jam segini?”

“Aku nggak bisa tidur. Belum dipeluk sama kamu.”

“Umh, sini!” Yeriko menarik Yuna ke dalam pelukannya. “Kita sudah menikah sejak enam bulan lalu. Kenapa aku ngerasa malam ini masih single ya? Aku sampe nggak bisa tidur menghadapi hari pernikahan besok.”

“Aku pikir, aku doang yang ngerasa kayak gini.”

“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Yeriko.

“Semuanya.”

“Padahal, semua udah diurus sama mama.”

“Gimana sama mama? Apa dia bisa tidur?”

Yeriko menggelengkan kepala. “Aku rasa, dia bisa tidur. Mungkin, orang WO yang nggak bisa tidur karena ditekan terus sama mama.”

“Hihihi, kasihan juga mereka ya? Udah kerja keras untuk pernikahan kita.”

“Aku nggak bisa lama-lama di sini. Kamu cepet tidur ya! Besok, harus kerja keras. Vitamin dari dokter, nggak lupa diminum kan?”

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak mungkin aku lupa.”

Yeriko mengelus perut Yuna. “Jaga dia baik-baik ya!” pintanya lirih sambil mengecup perut Yuna. “Kalian harus tidur sekarang. Kalau nggak tidur, Ayah akan merasa bersalah karena udah buat Dedek ikut begadang.”

Yuna tersenyum kecil sambil menggenggam tangan Yeriko yang masih di perutnya. “Siap, Ayah!” sahutnya dengan suara yang sengaja dibuat seperti anak kecil.

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Kembalilah ke kamarmu! Sampai ketemu besok,” ucapnya. Kemudian mengecup bibir Yuna yang manis.

Yuna mengangguk. “Ayah hati-hati!”

Yeriko mengangguk. “Cepet masuk!”

“Tunggu kamu pergi.”

“Aku tunggu kamu masuk, baru pergi.”

“Aku tunggu kamu pergi, baru aku masuk.”

Yeriko tertawa kecil.

“Kayak gini aja terus sampai besok. Hahaha.”

Yeriko langsung memutar tubuh Yuna. “Kalo gitu, sekarang kalian kembali ke sana dan tidur dengan nyenyak! Nggak boleh melawan perintah Ayah!”

Yuna tertawa kecil. “Oke.” Ia melangkahkan kakinya perlahan. Rasanya, kakinya tak ingin melangkah pergi. Ia terus menoleh ke belakang, menatap Yeriko yang masih tersenyum di sana.

“Lihat jalan baik-baik!” seru Yeriko.

Yuna nyengir. Ia memutar wajahnya dan melangkah pasti memasuki hotel kembali. Ia terus tersenyum sampai masuk ke dalam kamarnya.

Lampu kamar yang gelap, tiba-tiba menyala.

“Dari mana? Kenapa nggak tidur?” tanya Jheni yang sudah  berdiri menghadang Yuna.

“Kamu ngagetin aja!” celetuk Yuna sambil melangkahkan kakinya. “Aku abis cari angin. Nggak bisa tidur.”

“Angin bisa bikin kamu tidur?”

“Huuaa ... ngomelnya besok aja! Aku ngantuk,” jawab Yuna sambil merebahkan tubuhnya ke atas kasur.

Jheni mengerutkan hidungnya. Ia kembali mematikan lampu dan berbaring kembali di tempat tidurnya. “Kalo bukan temen, udah aku pites kamu, Yun. Ngeselin banget,” celetuknya.

Yuna hanya tertawa kecil mendengar celetukkan Jheni. Ia akhirnya bisa terlelap setelah  jam tiga pagi.

 

(( Bersambung ...))


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas