Friday, July 11, 2025

Perfect Hero Bab 289 : Persiapan Pernikahan Part.2

 


“Jhen, aku nervous banget!” tutur Yuna sambil menggenggam tangan Jheni.

Jheni bisa merasakan telapak tangan Yuna yang begitu dingin. Tidak seperti biasanya. “Aku juga nervous, Yun. Ini pertama kalinya aku jadi pendamping pengantin,” balas Jheni.

“Iih ... aku lebih nervous. Besok gimana ya?”

“Tarik napas, Yun!” pinta Jheni. “Kamu harus rileks. Biar aura wajah kamu itu bisa terpancar.”

“Mmh ... emang bisa gitu ya?”

Jheni tersenyum kecil. “Bisa dong, kamu kan dirias sama make up artist professional.”

Yuna menepuk-nepuk pipinya. “Hmm ... aku kayak mimpi.” Ia mengelus pipi dan kulitnya yang baru saja mendapatkan perawatan tubuh selama seharian penuh.

Jheni tersenyum. Ia ikut bahagia melihat sahabatnya akan melangsungkan pernikahan. “Emang rasanya kayak mimpi ya, Yun? Kayaknya, baru kemarin kita nakal bareng, jalan bareng, seneng-seneng bareng, nangis bareng. Sekarang, kamu sudah mau jadi ibu. Waktu cepet banget berlalu.”

“Iya, Jhen. Nggak terasa kalau masa remaja kita udah habis. Singkat banget ya? Kamu sendiri, belum mikir serius buat nikah sama Chandra?”

Jheni tersenyum menatap Yuna. “Kamu tahu sendiri kalau aku tinggal sama orang tua angkat. Katanya, kalau anak perempuan menikah ... harus nyari ayah kandungnya.”

“Emang kamu nggak pengen nyari orang tua kandung kamu, Jhen?”

Jheni menggelengkan kepala. “Semuanya udah berlalu lama banget. Aku udah bahagia sama orang tua angkatku. Walaupun awalnya, aku sempat syok waktu tahu kalo aku cuma anak angkat. Tapi, aku sekarang bahagia karena mereka memperlakukan aku seperti anaknya sendiri.”

“Aku kagum sama mereka. Bisa sayang sama kamu seperti anak sendiri. Kamu beruntung banget, Jhen. Sedangkan aku, keluargaku satu-satunya malah benci sama aku. Padahal, kami masih ada ikatan darah.”

“Sabar, Yun. Keluarga kamu emang jahat. Tapi, Tuhan ganti dengan suami dan mertua yang sayaaang banget sama kamu. Kamu juga harus bersyukur!” tutur Jheni.

Yuna langsung merangkul tubuh Jheni. “Nggak terasa, kita udah melewati banyak hal di masa-masa remaja kita. Setiap penderitaan, Tuhan selalu menggantinya dengan yang lebih baik. Sekarang, aku lebih banyak takut.”

“Takut kenapa?”

“Aku takut, semakin kita dewasa. Ujian hidup kita akan semakin meningkat.”

Jheni tersenyum menatap Yuna. “Bukannya masalah yang mendampingi kita sampai tua?”

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Masalah juga yang mengajarkan kita untuk bersikap dewasa. Pada akhirnya, masalah akan berakhir pada dua pilihan. Menjadi orang baik atau menjadi orang jahat.”

“Dan kamu harus memilih menjadi orang baik!” tutur Jheni sambil mencolek hidung Yuna.

“Kamu juga!” balas Yuna sambil tersenyum.

“Umh ...!” Jheni langsung memeluk tubuh Yuna erat-erat. “Aku beruntung punya sohib kayak kamu!”

“Jhen, jangan keras-keras peluknya!” pinta Yuna. “Kasihan si Dedek.”

“Eh, iya. Lupa. Maafin aunty ya!” tutur Jheni sambil mengelus perut Yuna.

“Aunty, aunty? Sok Inggris lu. Panggil Bulek aja, Bulek Jheni!” sahut Yuna sambil tertawa.

“Yaelah, biar kerenan dikit gitu. Lagian, aku kan bukan orang jawa.”

“Chandra kan orang jawa. Nanti, anakku kusuruh manggil paklek, Paklek Chandra. Hahaha.”

Jheni memonyongkan bibirnya. “Kamu ini, kalo ngolok kuat betul. Ntar anakmu mirip aku, baru tahu rasa!”

“Nggak papalah mirip kamu, daripada mirip Bellina.”

“Hahaha. Eh, kamu sama Bellina kan masih ada hubungan darah. Kenapa mukamu sama dia beda banget?”

Yuna mengedikkan bahunya. “Entahlah.”

“Mirip sih sama Maleficent itu. Nggak buang kelakuan sama wajahnya.”

“Hihihi. Udah, ah. Jangan ngomongin mereka!” sahut Yuna. “Ngomongin kamu aja sama Chandra. Gimana?”

“Iish ... struggle banget aku kalo mau nikah sama dia, Yun. Aku denger dari Lutfi, hubungan dia sama papanya nggak begitu baik karena mama tirinya. Kamu bayangin aja, Yun! Bayangin!” tutur Jheni.

“Bayangin gimana?” tanya Yuna sambil menahan tawa.

“Bayangin aja dulu!” sahut Jheni kesal. “Mama tirinya aja jahat ke dia. Gimana kalo aku jadi menantunya?”

“Terus, gimana ceritanya dia bisa tunangan sama Amara? Apa karena dipaksa mama tirinya itu? Kata Yeri, mereka tunangan karena perjodohan keluarga?”

“Biasa, perjodohan komersial,” celetuk Jheni.

Yuna manggut-manggut tanda mengerti.

“Kayak kamu!” dengus Jheni.

“Iih ... enggak!”

 “Pernikahan komersial,” lanjut Jheni sambil menjulurkan lidahnya.

“Idih, fitnes! Aku nikah sama Yeri bukan karena uang.”

“Awalnya karena uang kan? Buat pengobatan ayah kamu?”

“Tapi, aku kan nggak tahu kalo dia orang kaya banget.”

“Sekarang udah tahu. Gimana perasaan kamu?”

“Biasa aja!” sahut Yuna sambil membuang wajahnya dan menahan tawa.

“Serius? Aku kasih tahu Yeriko, nih!”

“Iih ... aku bercanda!” sahut Yuna.

“Yee ... takut juga.”

“Ntar dikira serius sama dia. Aku udah terlanjur cinta mati sama dia. Gimana dong?”

“Nggak gimana-gimana. Kalian kan udah nikah. Harusnya, yang ngomong kayak gitu tuh aku. Hubunganku sama Chandra masih nggak jelas mau dibawa ke mana.”

“Emangnya, Chandra nggak ngenalin kamu ke orang tua dia?”

Jheni menggelengkan kepala. “Udah kubilang, mama tirinya dia jahat. Aku nggak berani dikenalin sama keluarganya.”

“Kamu yang nggak berani atau dia yang nggak ajak kamu?”

“Aku nggak berani, Yun. Aku belum siap buat masuk ke keluarganya Chandra. Ngebayanginnya aja aku udah parno duluan.”

“Kamu ngapain sih peduliin keluarganya dia. Yang penting, Chandra cinta sama kamu. Kamu juga cinta sama dia. Kalian bisa bersatu. Soal keluarga, itu bisa diurus belakangan.”

“Mmh ... iya juga, sih.”

“Ya udah, ntar aku suruh Chandra ngelamar kamu.”

“Aku belum siap, Yun!” sahut Jheni kesal.

“Kenapa? Kalian bisa menjalin hubungan lebih serius lagi kan?”

“Aku kelarin dulu semuanya. Abis itu baru deh aku nikah sama dia. Aku nggak mau membebani dia dengan banyak hal.”

Yuna memonyongkan bibirnya.

“Kenapa mukamu gitu?”

“Aku merasa tersindir. Sejak aku nikah sama Yeriko. Kayaknya, aku lebih banyak membebani dia.”

“Emang Yeriko bilang gitu?”

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak, sih. Aku aja yang ngerasa begitu.”

“Ya udah, sih. Cinta itu kan butuh banyak berkorban. Setiap hubungan, punya masalahnya sendiri-sendiri. Kamu bisa lebih mudah karena masalahmu datang dari luar. Beda sama aku dan Chandra. Masalah kami lebih rumit karena datang dari keluarga kami sendiri. Aku yang sampai sekarang nggak pernah tahu orang tuaku siapa. Chandra yang sampai sekarang masih sering berantem sama papanya dan mama tirinya itu. Aku sendiri nggak yakin kalau kami bisa melewati semuanya. Aku takut, kedua orang tua Chandra nggak akan merestui hubungan kami karena aku bukan anak orang kaya.”

Yuna merengkuh tubuh Jheni. “Ya udah, kita fighting sama-sama. Tetap seperti dulu, apa pun masalah yang terjadi di depan ...”

“KITA HADAPI SAMA-SAMA!” seru Jheni dan Yuna bersamaan. Mereka tertawa bersama sambil berpelukan.

“Kalian ngobrolin apa sih? Kelihatannya seru banget?” tanya Icha yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Ngobrolin pasangan kita, dong!” sahut Jheni antusias.

“Eh, gimana sama Lutfi? Kira-kira, dia bakal ngelamar kamu atau nggak?”

Icha menggelengkan kepala. Ia berdiri di depan cermin sambil menyisir rambutnya.

Jheni dan Yuna saling pandang. Mereka tidak mengerti karena Icha terlihat tak bersemangat membahas hubungannya dengan Lutfi.

“Kenapa, Cha? Berantem lagi sama Lutfi?” tanya Yuna.

Icha menggelengkan kepala.

“Terus, kenapa nggak semangat gitu?” tanya Yuna.

Icha terduduk lemas sambil menundukkan kepala. “Aku nggak tahu apa Lutfi beneran cinta sama aku atau nggak.”

“Kenapa?” tanya Jheni.

“Karena di playboy?” tanya Yuna.

Icha menggelengkan kepala. “Sebenernya ...” Ia menatap Yuna dan Jheni yang masih menunggu pengakuan darinya. “Aku sama Lutfi nggak pacaran,” lanjut Icha sambil memejamkan matanya.

“Hah!? Kok, bisa?” tanya Yuna dan Jheni bersamaan.

“Kalian putus?” tanya Jheni.

“Ntar aku yang kasih pelajaran buat itu anak. Bisa-bisanya dia mainin perasaan kamu,” tutur Yuna geram.

“Bukan salah dia, kok. Kami nggak putus. Masih baik-baik aja. Cuma ... hubungan kami hanya sebatas kontrak.”

“Kontrak!?” Yuna dan Jheni saling pandang. Mereka benar-benar tidak mengerti kalau Icha dan Lutfi hanya menjalani hubungan palsu.

“Kok bisa sih, Cha?” tanya Yuna.

Icha hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Yuna. “Nanti aku ceritain ke kalian setelah selesai acara resepsi Yuna. Aku nggak mau ngerusak suasana. Hari ini, hari bahagianya Yuna. Jadi kita semua harus berbahagia ya!” Icha langsung merengkuh Jheni dan Yuna sekaligus.

Jheni dan Yuna tersenyum saling pandang. Mereka merasa, ada banyak hal yang disembunyikan oleh Icha selama ini. Mereka berharap kalau Icha tidak akan mengkhianati persahabatan mereka selama ini.

 

 

(( Bersambung ...))


 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas