Refi
berdiri di depan cermin sembari menatap dirinya yang sangat berantakan. Di
beberapa tubuhnya terdapat luka memar berwarna ungu, bekas kiss mark yang
dilakukan oleh Deny. Ia mengingat kejadian dua hari lalu di mana ia gagal
menjebak Yeriko. Justru bergulat dengan Deny selama dua hari dua malam.
Ia
baru saja tersadar dari pengaruh obat yang ia telan sendiri, ia langsung
mengusir Deny keluar dari rumahnya.
“Huft,
kenapa aku nggak bisa lepas dari laki-laki itu?” ucapnya kesal.
Deny
telah mengendalikan Refi sepenuhnya. Refi tidak bisa berbuat apa-apa karena ia
hanya mengandalkan Deny sebagai pembantunya. Ia tidak bisa mengandalkan orang
lain lagi.
Refi
mulai merapikan kamar dan seisi rumahnya yang sangat berantakan.
“Deny
sialan!” maki Refi sembari menyemprotkan cairan disinfektan ke seluruh ruangan.
“Kalo
bukan karena aku mau manfaatin dia, aku nggak bakalan mau tidur sama cowok
kayak dia!” serunya kesal. Ia benar-benar tidak mengerti, sejak ia di Paris
hingga kembali ke Indonesia. Deny tidak pernah berhenti mengikutinya.
“Hmm
... sebenarnya, aku yang manfaatin dia atau dia yang manfaatin aku?” gumam
Refi.
“Huh,
nggak bisa. Aku masih butuh dia sampai aku bisa dapetin Yeriko lagi.”
Tok
... tok ... tok ...!
Refi
langsung menoleh ke arah pintu yang diketuk.
“Siapa
yang ke sini? Yang tahu aku tinggal di sini cuma Deny, Yeriko sama Chandra.
Deny? Baru aja aku usir masa udah datang lagi? Chandra? Biasanya nyamperin aku
kalo di rumah sakit doang. Jangan-jangan ... itu Yeriko! Pasti dia datang ke
sini mau minta maaf dan menyesali perbuatannya karena udah nyuekin aku.” Refi
kegirangan dan langsung melangkah menuju pintu.
Refi
langsung membelalakkan matanya begitu melihat wanita yang berdiri di depan
pintu. “Kamu? Ngapain ke sini?” tanya Refi.
Yuna
tersenyum manis ke arah Refi. “Apa kabar? Kaki kamu udah sembuh?”
“Udah,”
jawab Refi ketus.
Yuna
menatap Refi yang terlihat sangat berantakan. Di leher dan dadanya terdapat
bekas keunguan. “Kamu habis main sama siapa?”
“Main
apaan?”
“Kenapa
banyak kiss mark di badan kamu?”
Refi
tersenyum sambil menatap Yuna. “Cuma Yeriko yang tahu aku tinggal di sini.
Menurut kamu, siapa lagi yang bisa main sama aku kalo bukan dia? Kamu nggak
tahu kalau suami kamu itu udah selingkuh di belakang kamu. Dia itu nggak
beneran sayang sama kamu.”
Yuna
menahan tawa mendengar kebohongan yang diciptakan oleh Refi. Kali ini ia tidak
akan mudah terprovokasi dengan ucapan Refi karena Yeriko sudah menceritakan
kejadian yang sebenarnya.
“Ref,
kamu pikir Yeriko bakal tertarik sama perempuan murahan kayak kamu. Jelas-jelas
kamu abis tidur sama cowok lain. Masih aja mau ngejar-ngejar Yeriko. Aku yang
akan jagain dia supaya nggak jatuh ke dalam pelukan wanita jalang kayak kamu!”
“Heh,
kamu jangan ngomong sembarangan ya!” sentak Refi. “Kamu nggak punya bukti kalau
aku tidur sama laki-laki lain.”
Yuna
tersenyum sinis. “Kamu pikir aku bego? Kissmark sebanyak itu, ngapain aja? Abis
masak bareng?” tanya Yuna sambil tertawa kecil.
Refi
terdiam. Ia melirik ke arah Angga yang berdiri di belakang Yuna. “Kamu sama
siapa? Selingkuhan baru kamu?”
Yuna
tersenyum. “Nggak usah ngalihin pembicaraan! Dia supir kesayangannya Mama
Rully. Sekarang, dia khusus jadi supir pribadiku.”
Refi
mengerutkan bibirnya. Matanya menatap Yuna penuh rasa cemburu. Menjadi istri
Yeriko, Yuna mendapatkan banyak fasilitas mewah. Seharusnya, dialah yang ada di
posisi Yuna saat ini.
“Oh,
kamu ke sini cuma mau pamer semua fasilitas yang udah kamu dapetin dari
keluarga Hadikusuma?” tanya Refi tak bersahabat.
Yuna
tersenyum. “Jelas, dong. Aku istri sahnya Yeriko Sanjaya Hadikusuma. Aku pantes
buat dapetin ini semua.”
“Yun,
asal kamu tahu. Apa yang kamu dapetin sekarang, seharusnya itu semua milik
aku!” seru Refi. “Aku bakal ambil semuanya dari kamu.
Yuna
tersenyum sinis. “Aku tahu, kamu nggak bener-bener cinta sama Yeriko. Kamu cuma
terobsesi sama harta yang dia punya.”
“Nggak
usah munafik! Aku tahu kalau kamu juga ngincar harta Yeriko,” sahut Refi kesal.
Ia melirik cincin berlian yang melingkar di jari Yuna. Cincin itu terlihat
mahal dan bentuknya tidak pernah ia lihat. Ia semakin cemburu melihat Yuna
menggunakan barang-barang mewah.
Yuna
tersenyum puas melihat Refi yang terlihat jelas memiliki rasa cemburu dan
ambisi yang besar. “Ref, aku nggak perlu hartanya Yeriko. Saat aku nikah sama
dia, aku nggak tahu sama sekali kalau Yeriko pria muda yang bukan Cuma tampan,
tapi juga kaya raya.”
Refi
semakin kesal mendengarkan ucapan Yuna.
“Sekarang,
aku udah tahu kalau Yeriko itu pria kaya yang jadi incaran banyak perempuan.
Sayangnya, aku sudah terlanjur jadi istri sahnya dia. Aku nggak bisa menolak
lagi semua harta yang dia kasih ke aku.”
“Yeriko
baru kenal sama kamu belum sampai setahun. Dia cuma sementara aja kayak gini ke
kamu. Cepat atau lambat, dia akan sadar dan balik ke aku lagi.”
Yuna
tersenyum menanggapi ucapan Refi. “Aku rasa Yeriko nggak akan ngelakuin itu.
Karena sekarang, aku sudah mengandung anaknya dia.”
“Apa!?”
“Kenapa?
Kamu masih nggak percaya kalau aku ini istri sahnya Yeriko?” tanya Yuna. “Ref,
sebaiknya kamu berhenti ngejar suami orang. Kamu bisa cari kebahagiaan kamu dan
hidup dengan damai. Kamu cantik, di luar sana pasti ada pria yang menghargai
dan mencintai kamu dengan tulus.”
“Kamu
nggak usah sok baik sama aku!” sahut Refi ketus.
“Aku
nggak pernah sok baik sama kamu, apalagi mau baik beneran. Aku cuma mau, kamu
berhenti mengganggu rumah tangga kami. Yeriko sudah bahagia tanpa kamu. Jangan
usik dia lagi!”
Refi
tersenyum sinis. “Bilang aja kalo kamu nggak berani bersaing sama aku,”
celetuknya.
“Aku
rasa, aku nggak perlu bersaing sama kamu. Karena hasilnya sudah pasti kamu yang
kalah. Aku takut, kamu makin depresi dan lompat lagi dari gedung.”
“Kamu
jangan terlalu percaya diri! Gimana kalo akhirnya aku bisa ambil Yeriko lagi?”
“Aku
bakal ambil lagi dari kamu,” jawab Yuna santai sambil tersenyum.
Refi
semakin kesal dengan sikap Yuna yang terlihat sangat santai. “Aku nggak akan
ngebiarin kamu hidup bahagia!” serunya.
“Sayang
banget, Ref. Sekarang aku udah hidup bahagia.”
“Ini
cuma sementara Yun. Aku bakal ambil lagi apa yang seharusnya jadi milikku!”
seru Refi histeris.
“Oh
ya? Minggu ini pesta pernikahan aku sama Yeriko. Aku harap, kamu bisa
memikirkan dengan baik dan bisa merubah diri kamu sendiri. Kalau kamu masih
keukeuh ganggu rumah tangga kami. Kamu bisa kehilangan semuanya. Kamu bisa
tinggal di sini juga karena aku yang minta ke Yeriko!” sahut Yuna mulai kesal.
Refi
semakin emosi. Ia benar-benar tidak bisa menerima kalau hubungan Yuna dan
Yeriko sangat baik sehingga tidak ada keraguan di antara mereka.
Yuna
tersenyum menatap Refi. “Kalau kamu masih nggak mau nyerah dan tetap mau
bersaing sama aku. Aku bakal ngelawan kamu sampai akhir. Kamu pikirin baik-baik
dulu. Jangan sampai rasa belas kasih kami ke kamu bener-bener hilang!” Yuna
berbalik dan melangkah pergi meninggalkan rumah Refi.
Refi
menatap kesal. Setelah Yuna benar-benar pergi, ia langsung membanting pintunya
keras-keras.
Refi
melangkah masuk menuju dapur. Ia mengambil air minum penuh emosi. “Yuna sialan!
Kenapa ada perempuan kayak gitu di dunia ini? Kenapa dia nggak terpengaruh sama
sekali?” Ia sibuk memikirkan cara mendapatkan Yeriko kembali.
“Aaargh
...!” seru Refi sambil membanting gelas kaca di tangannya hingga pecah
berkeping-keping.
Refi
mencari ponsel miliknya dan langsung menelepon Yeriko.
“Halo
...!”
“Halo
...! Yer, barusan istri kamu ke rumah aku. Dia sengaja datang buat cari ribut.”
Yeriko
tersenyum sinis. “Bukannya kamu sendiri yang udah bikin keributan?” batin
Yeriko.
“Istri
kamu ngancam-ngancam aku, Yer. Aku takut banget. Aku nggak mau tinggal di sini
lagi. Aku mau pindah.”
Di
saat yang bersamaan, panggilan telepon Yuna juga masuk. “Kamu nggak perlu
pindah. Tetaplah tinggal di situ. Kamu tenang aja! Masalah ini, biar aku yang
urus.”
“Oke.
Makasih ya, Yer.” Refi tersenyum, ia mengira kalau Yeriko masih peduli padanya
dan akan menyelesaikan Yuna untuknya.
“He-em.”
Yeriko mematikan panggilan telepon Refi dan menjawab panggilan telepon dari
istrinya.
“Halo
... Bundanya anak-anakku yang cantik!” sapa Yeriko begitu ia menjawab panggilan
telepon dari Yuna.
“Halo
...! Lagi telepon siapa?”
“Coba
tebak, siapa yang barusan telepon?”
“Si
Refi?”
“Bener
banget.”.
“Yeei
... aku bener, hadiahnya apa?” tanya Yuna bercanda. “Ternyata bener, dia
langsung ngadu tuh ke kamu.”
Yeriko
tersenyum kecil. “Dia udah mulai masuk ke perangkap. Kamu udah makan siang?”
“Ini
lagi di jalan, mau pulang. Kamu ...”
“Aku
makan siang di kantor. Barusan, Bibi antar makanan ke sini.”
“Kenapa
nggak nyuruh aku?”
“Kamu
istirahat aja di rumah. Jagain si Dedek ya!”
“He-em.”
Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Hmm ... Ide kamu bagus juga. Ntar aku
ceritain di rumah aja kalau kamu udah pulang. Lanjutin kerjanya ya! I love you.
Bye!”
“Bye
...!” Yeriko tersenyum menatap layar ponselnya yang sudah mati. Ia tak
menyangka kalau istrinya punya keberanian besar untuk menghadapi Refi yang
ambisius.
((Bersambung...))
.png)
0 komentar:
Post a Comment