Friday, July 11, 2025

Perfect Hero Bab 284 : Makin Manja

 


Usai memakai pakaian, Yuna melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Ia langsung menuju dapur. Melihat Yeriko yang sedang memasak untuknya sembari menggunakan masker.

Yuna tersenyum geli melihat suaminya memaksakan diri memasak olahan ikan, sesekali ia muntah di westafel dapur. Ia melangkah perlahan mendekati Yeriko, kemudian memeluk pinggang Yeriko sambil menyandarkan kepalanya di punggung pria itu. “Biar aku aja yang masak. Gimana?”

Yeriko tersenyum kecil sambil menoleh ke arah Yuna. “Aku masih bisa. Kamu tunggu aja di sana!” sahut Yeriko sambil menunjuk meja makan yang tak jauh dari dapurnya.

Yuna menggelengkan kepala. Ia tetap mempertahankan pelukannya. “Aku mau di sini aja.”

Yeriko memutar tubuhnya. “Kalau kamu peluk aku terus, aku malah nggak kelar-kelar masaknya.” Ia mengangkat tubuh Yuna dan meletakkannya di atas meja travertine yang ada di dapurnya. “Duduk di sini, jangan ke mana-mana!” pinta Yeriko.

Yuna tersenyum sambil mengamati Yeriko yang sedang memasak untuknya. “Kamu yakin bisa masak?” tanyanya lagi saat melihat Yeriko muntah di westafel untuk kesekian kalinya.

Yeriko mengangguk sambil mencuci mulutnya.

“Nggak usah masak ikan, deh!” pinta Yuna geram. “Aku mau makan mie instan aja.”

“Eh!? Bukannya kamu suka makan ikan?”

“Suka. Tapi sekarang lagi pengen makan mie kuah yang panas-panas gitu. Enak kan habis hujan gini.”

“Serius?” Yeriko menatap Yuna.

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

“Oke.” Yeriko menyimpan potongan ikan yang sudah ia cuci dan siap untuk ia masak.

“Mau pake telur?” tanya Yeriko sambil membuka pintu kulkasnya.

Yuna mengangguk.

“Berapa? Dua?”

Yuna mengangguk lagi.

Yeriko mengambil dua buah telur dari dalam kulkas, beberapa dua lembar sawi, satu buah tomat dan satu buah cabai. Biasanya, saat Yuna tidak hamil, ia akan memasukkan lima buah cabai ke dalam mie yang ia masak.

Tak sampai lima belas menit, Yeriko sudah selesai memasak mie kuah yang diinginkan Yuna dan menghidangkannya ke hadapannya Yuna.

Yuna langsung mengendus aroma mie kuah yang begitu menggugah seleranya.

“Ayo, makan!” ajak Yeriko sambil melangkah ke ruang makan.

“Iih … gendong!” pinta Yuna manja. Ia enggan beranjak dari tempat duduknya.

Yeriko tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ia meletakkan nampan berisi dua buah mangkuk tersebut ke atas meja makan dan menjemput Yuna yang masih duduk di atas meja. Ia langsung mengangkat tubuh Yuna dan menurunkannya ke lantai. “Jalan sendiri!”

“Nggak mau. Kakiku nggak bisa digerakin!” rengek Yuna.

“Euhh …!” Yeriko gemas dengan sikap istrinya. Ia langsung menggendong Yuna menuju meja makan.

Yuna terkekeh menanggapi ia yang sengaja bermanja-manja.

“Kenapa terlambat ke restoran puncak? Nggak biasanya kamu terlambat kayak gitu,” tanya Yuna.

“Macet,” jawab Yeriko sambil menyuap mie ke dalam mulutnya.

“Tumben. Bukan karena nemenin Refi?”

Yeriko langsung menghentikan makannya. Ia menatap Yuna yang duduk di sampingnya. “Bisa kalo nggak bahas dia?” tanya Yeriko.

Yuna terdiam dan melanjutkan makannya.

“Jalanan macet karena ada kecelakaan beruntun. Aku mau telepon kamu, tapi bateraiku low,” jelas Yeriko. “Aku heran, kabel charger yang ada di mobil itu ke mana ya? Masa dibawa Riyan, sih?”

Yuna meringis sambil menatap Yeriko. “Kebawa di tasku.”

“Kok bisa?” Yeriko mengerutkan dahinya.

“Di mobil yang dibawa Angga nggak ada kabel untuk charger handphone. Jadi, aku ambil di mobilmu. Sorry!” Yuna meringis sambil menangkupkan kedua tangannya.

“Nggak papa. Sudah lewat juga. Nanti aku suruh Riyan beli lagi.”

“Jadi, yang itu aku pake aja ya!” pinta Yuna.

Yeriko menganggukkan kepala. “Oh ya, hasil pemeriksaan dokter gimana? Anak kita sehat?” tanya Yeriko.

Yuna menganggukkan kepala.

“Baguslah.”

“Oh ya, makasih ya udah buatin kamar untuk si Dedek.”

Yeriko tersenyum kecil. “Buat apa makasih? Aku bikinin buat anakku sendiri.”

“Anak aku juga.”

“Iya. Anak kita.” Yeriko mengusap ujung kepala Yuna. Mereka menyelesaikan makannya dan kembali ke kamar.

“Yun, sebelum aku ke restoran. Aku memang ketemu sama Refi. Dia minta aku buat nemenin ngerayain ulang tahun dia. Aku nggak lama kok di sana. Kamu tahu dari mana kalau aku sama Refi?”

Yuna langsung menyodorkan ponselnya. Ia menunjukkan gambar dan pesan yang dikirim Refi.

“Kamu nggak percaya omongannya dia ini kan?” tanya Yeriko.

Yuna menggeleng. “Kalo aku percaya sama dia. Aku nggak akan nunggu kamu di sana sampai kamu datang.”

Yeriko tersenyum. Ia merengkuh kepala Yuna ke dadanya. “Kanu tahu kalau Refi menginginkan rumah tangga hancur. Kamu jangan mudah terprovokasi sama dia. Selama kamu masih percaya sama aku dan masih sayang sama aku. Aku nggak akan ngelepasin kamu. Apalagi untuk wanita lain seperti Refi.”

“Kenapa? Bukannya dia jauh lebih cantik dari kamu? Kamu beneran nggak tertarik?”

Yeriko menggelengkan kepala. “Wanita yang paling cantik adalah wanita yang aku nikahi.”

Yuna tersenyum sembari membenamkan pipinya di dada Yeriko.

“Oh ya, gimana si Andre bisa ada di sana juga?” tanya Yeriko.

Yuna menggelengkan kepala.

“Apa dia buntutin kamu?”

“Aku rasa nggak. Soalnya, dia bilang sendiri kalau sudah ada di sana sebelum aku datang.”

“Dia tahu kalau kamu mau ke sana?”

Yuna menggelengkan kepala. “Kenapa? Cemburu lagi sama Andre?” tanyanya.

Yeriko menggelengkan kepala.

“Beneran nggak cemburu?”

“Aku udah paham siapa dia. Nggak harus dicemburui.”

“Maksud kamu?”

“Dia emang suka sama kamu. Tapi nggak begitu terobsesi buat ngerebut kamu dari aku. Dia masih tahu batasan. Kayaknya, dia emang sayang sama kamu sejak kalian masih kecil. Bener-bener menganggap kamu adik dan bisa diandalkan untuk melindungi kamu.”

“Eh!?” Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Kamu nggak takut kalau dia ngerebut aku? Kamu udah nggak cemburu lagi? Udah nggak sayang sama aku lagi?”

Yeriko tersenyum kecil. “Bukan nggak sayang. Aku juga harus bersikap bijak. Kamu tetap yang terpenting buat aku. Kalau aku nggak bisa melindungi kamu. Ada dia yang bisa melindungi kamu dengan tulus.”

“Kenapa kamu ngomong kayak gitu?”

“Yun, aku tetep manusia biasa. Aku bukan pria hebat seperti yang dikatakan banyak orang. Ada banyak hal yang akan terjadi di masa depan. Saat aku nyakitin kamu, Andre selalu menyadarkan aku kalau kamu adalah wanita yang nggak pantas untuk disakiti.”

Yuna menatap wajah Yeriko dengan mata berbinar. Ia tak menyangka kalau suaminya bisa sangat berbesar hati menerima Andre sebagai bagian dari kehidupannya.

“Kamu tahu nggak, waktu dulu kamu masuk rumah sakit. Andre adalah yang pertama kali menyadarkan aku kalau aku udah bikin kesalahan. Dia nggak terima kamu disakiti, dia mukulin aku …”

“Hah!? Waktu itu Andre mukul kamu? Kenapa kamu nggak bilang?”

Yeriko menggelengkan kepala. “Karena aku nggak mau kamu mengkhawatirkan dia. Aku juga mukul dia.”

“Ckckck, kamu ini udah tua. Menyelesaikan masalah dengan berkelahi itu sudah kadaluarsa,” sahut Yuna sambil geleng-geleng kepala.

Yeriko tertawa kecil. “Kamu tahu gimana emosinya Andre. Tadi aja, dia langsung mau mukul aku. Kalo aku nggak mikir dia yang jagain kamu di sana. Udah kupukul balik.”

Yuna tersenyum kecil. “Hmm … gimana ya caranya bikin dia menyerah mengejar aku. Dan juga bikin Refi menyerah mengejar kamu?”

“Mmh …” Yeriko memutar bola matanya. “Nanti aku pikirkan. Kamu nggak usah mikir macam-macam!” pinta Yeriko. “Cukup pikirin si Dedek aja biar tetep sehat sampai lahir,” lanjutnya sambil mengecup ujung kepala Yuna.

Yuna menganggukkan kepala. Ia terus memeluk tubuh Yeriko yang masih sibuk memantau laporan lewat email yang masuk ke ponselnya.


((Bersambung...))

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas