“Yuna
...!” Andre mencoba mencegah Yuna agar tidak pergi seorang diri.
Tepat
saat Yuna ingin keluar dari halaman restoran, Lamborghini Biru memasuki halaman
restoran tersebut. Yuna memicingkan mata sambil menghalau cahaya lampu mobil
yang menyilaukan matanya.
Yuna
tersenyum dalam tangisnya saat melihat mobil tersebut berhenti dan mematikan
lampunya. Ia sangat mengenal mobil itu. Suaminya, bergegas keluar dari mobil.
Yuna langsung berlari ke dalam pelukan Yeriko.
“Kamu
nggak papa, kan?” tanya Yuna sambil memeluk erat tubuh Yeriko.
“Kenapa
hujan-hujanan kayak gini?” tanya Yeriko. Matanya tertuju pada Andre yang sejak
tadi berdiri di belakang Yuna.
“Aku
...” Yuna menghentikan ucapannya saat Andre tiba-tiba menarik tubuhnya dari
pelukan Yeriko.
“Bisa-bisanya
kamu biarin Yuna nunggu kamu di sini sendirian. Kamu nggak tahu gimana
khawatirnya dia? Dia lagi hamil. Kamu nggak sayang sama istri dan anak kamu
sendiri? Suami nggak bertanggung jawab!” sentak Andre sambil melayangkan
tonjokkan ke wajah Yeriko.
Yeriko
langsung menahan tangan Andre sebelum mengenai wajahnya. Ia tidak ingin mencari
masalah dengan Andre. Walau keberadaannya sedikit mengganggu hubungan rumah
tangganya, tapi Andre cukup bisa diandalkan untuk melindungi istrinya.
Andre
menatap Yeriko penuh emosi. Ia berusaha melepaskan kepalan tangannya dari
genggaman tangan Yeriko.
“Ndre,
makasih udah jagain mereka!” tutur Yeriko. Ia kembali menarik Yuna ke dalam
pelukannya. Yeriko langsung melepas jaket yang dikenakan Yuna, melemparnya ke
arah Andre.
Yeriko
membuka pintu mobil, mendorong tubuh Yuna perlahan masuk ke dalam mobilnya. Ia
tersenyum menatap Andre. “Makasih, Ndre!” ucapnya sambil menepuk bahu Andre. Ia
masuk ke mobil, meninggalkan Andre yang masih terpaku seorang diri di bawah
rintik hujan.
Andre
tersenyum kecil sambil menatap jaket yang ada di tangannya. Ia tidak bisa
memiliki Yuna, tapi masih bisa melindungi wanita itu walau hanya sebentar.
“Yun, semoga kamu selalu bahagia. Aku cuma bisa menjagamu dari jauh,” gumam
Andre sambil berbalik dan pergi ke dalam mobilnya.
Di
perjalanan, Yuna dan Yeriko tak saling bicara. Mereka sibuk dengan pikiran
mereka sendiri.
Yeriko
terus melirik Yuna yang duduk di sampingnya, hatinya diselimuti rasa bersalah.
Membiarkan Yuna menunggu lama dan membuatnya seperti ini.
HATCHIIM
...!
Yuna
tak bisa lagi menahan rasa gatal yang tiba-tiba bersarang di lubang hidungnya.
HATCHIIM
...!
Yuna
menutup mulut hidung dan mulutnya menggunakan tisu.
Yeriko
langsung menepikan mobilnya. Ia melepas safety belt yang melingkar di tubuhnya,
meraih jaket yang ada di kursi belakang dan menutupkannya ke wajah Yuna.
“Sorry, aku sengaja bikin kamu kayak gini.”
Yuna
tersenyum menatap Yeriko. “Aku nggak papa.”
“Kamu
sakit gara-gara aku, Yun. Maafin aku!” Yeriko menyentuh kedua pipi Yuna dan
menciumnya penuh kehangatan.
“Aku
nggak papa. Cuma flu aja,kok.”
“Flu
juga penyakit, aku carikan kamu obat di apotek.”
Yuna
langsung menatap wajah Yeriko. “Kamu lupa kalau aku lagi hamil?”
“Astaga!”
Yeriko menepuk dahinya sendiri. “Kita cepet-cepet pulang aja.”
Yuna
mengangguk.
Yeriko
kembali mengenakan safety belt dan melajukan mobilnya pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Yeriko membawa Yuna untuk berendam air hangat bersamanya.
“Yun,
maafin aku!” bisik Yeriko sambil memeluk tubuh Yuna dari belakang.
Yuna
menengadahkan kepalanya sambil tertawa kecil. “Kamu minta maaf terus. Aku nggak
papa.”
Yeriko
tersenyum kecil. Ia tetap saja merasa bersalah karena membiarkan Yuna
menunggunya seorang diri.
“Kenapa?
Kamu biasa aja kayak gini karena Andre nemenin kamu di sana?”
Yuna
langsung memutar tubuhnya menghadap ke Yeriko. “Udah kayak gini, kamu masih
bisa nyurigain aku!?” dengusnya kesal.
“Kenapa
Andre bisa ada di sana juga? Kamu manggil dia karena aku nggak datang tepat
waktu.”
“Aku
nggak tahu. Dia tiba-tiba udah ada di sana. Aku nggak manggil dia. Kamu nggak
percaya sama aku?”
Yeriko
terdiam, wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu.
“Harusnya
aku yang marah karena kamu udah bikin aku nunggu lama di sana. Udah bikin aku
khawatir waktu orang-orang bilang ada kecelakaan. Kamu juga lebih milih makan
malam sama Reptil itu daripada datengin aku tepat waktu!” seru Yuna kesal
sambil memukul air yang ada di dalam bathtub.
Yeriko
gelagapan. Istrinya yang tadinya lembut, tiba-tiba berubah menjadi emosi
seperti saat mereka pertama kali saling mengenal.
Yuna
menautkan kedua alisnya sambil menatap Yeriko. Wajahnya terlipat-lipat tak
karuan, ia keluar dari bathtub. Meninggalkan Yeriko yang masih melongo melihat
tingkah Yuna.
Yeriko
baru tersadar saat Yuna sudah mengenakan handuk mandinya. “Kamu tahu dari mana
kalau aku sama Refi makan bareng?”
“Dari
Refi. Dia yang kirim foto-foto kalian ke aku.”
“Nggak
ada orang lain di tempat itu, siapa yang motoin?” tanya Yeriko, ia ikut keluar
dari dalam bathtub.
Yuna
mengedikkan bahunya. “Hantu kali,” jawabnya kesal.
“Yun,
kamu marah karena Refi?” tanya Yeriko. Ia buru-buru mengenakan handuk saat Yuna
melangkah keluar dari kamar mandi.
“Kamu
marahin aku karena Andre?” sahut Yuna tak mau kalah.
Yeriko
menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia segera mengejar langkah Yuna. “Aku
sama Refi nggak ngapa-ngapain. Dia cuma minta aku nemenin ulang tahunnya doang.
Aku, bahkan nggak menyentuh makanan dan minuman sedikit pun di sana,” jelas
Yeriko sambil menarik lengan Yuna.
“Ngerayain
ulang tahun cuma berdua doang? Romantis banget!” seru Yuna sambil melangkah
menuju lemari.
“Yuyun
...!” seru Yeriko sambil meletakkan telapak tangannya ke lemari untuk menahan
langkah Yuna. “Dengerin aku dulu!” pintanya.
“Aku
udah dengar. Kamu berduaan aja sama Refi di dalam ruangan itu, makan bareng,
peluk-pelukkan ...”
Yeriko
menatap mata Yuna. “Kamu lagi cemburu?” tanya Yeriko.
“Eh!?
Enggak. Ngapain aku cemburu sama cewek kayak dia?” sahut Yuna menyembunyikan
perasaannya. Ia berbalik dan mencoba melangkah pergi. Namun, kedua tangan
Yeriko menahannya dan membuat punggungnya merapat ke lemari pakaian.
“Kamu
cemburu?” tanya Yeriko sambil tersenyum.
Yuna
menggelengkan kepalanya.
“Mata
kamu lagi bohongin aku.”
Yuna
langsung mengerjap-ngerjapkan matanya. Pipinya merona saat melihat Yeriko
tersenyum kepadanya. “Emangnya kenapa kalo cemburu. Kamu kan suami aku, wajar
kan kalo aku cemburu kamu jalan sama cewek lain. Apalagi, cewek itu cinta
pertama kamu. Kamu bisa aja balik sama dia lagi dan ninggalin aku sama anakku
gitu aja,” cerocos Yuna.
Yeriko
tersenyum, mulutnya langsung menyambar bibir Yuna yang dingin. Mengulumnya
dengan lembut dan penuh kehangatan.
Yuna
langsung tersenyum saat Yeriko melepas ciumannya perlahan.
“Kamu
harus percaya sama aku. Wanita yang paling aku cintai di dunia ini cuma
istriku, nggak ada yang lain,” tutur Yeriko.
Yuna
menyembunyikan bibirnya, tapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan kalau
wajahnya penuh dengan senyuman.
Yeriko
tersenyum menatap Yuna. “Cepet ganti baju!” perintahnya. “Aku masakin buat
kamu.” Ia membuka pintu lemari, mengambil kaos dan celana pendek. Ia langsung
mengenakan celana pendeknya. Kemudian, mengenakan kaos sambil berjalan keluar
dari kamarnya menuju dapur untuk menyiapkan makan malam.
Yuna
tersenyum senang. Sebenarnya, ia tidak ingin memaafkan Yeriko dengan mudah.
Hanya saja, perlakuannya membuatnya luluh.
((Bersambung...))
.png)
0 komentar:
Post a Comment