“Ngga,
kamu nggak usah tungguin saya. Saya sama Pak Bos di sini,” tutur Yuna sebelum
ia keluar dari mobil.
“Siap,
Nyonya Bos!”
“Ck,
Nyonya Bos lagi?” dengus Yuna.
Angga
meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Yuna
tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia bergegas turun dari mobil
dan melangkah menuju restoran. Ia memilih duduk di salah satu kursi yang masih
kosong. Sembari menikmati indahnya taburan bintang di atasnya dan cahaya lampu
kota dari ketinggian. Ia tersenyum, memotret pemandangan yang indah dan
romantis, lalu memasangnya di Whatsapp Story.
“Ciyee
… lagi nge-date nih? Romantis banget!” Jheni langsung memberikan komentar pada
foto yang dipasang Yuna.
Yuna
hanya tersenyum, ia juga membalas komentar Jheni menggunakan smile emoticon. Ia
mengedarkan pandangannya. Di meja lain, beberapa pasang muda-mudi terlihat
sangat romantis. Ia pikir, hanya dia seorang yang berstatus istri orang di
tempat ini.
Pikirannya
salah. Di meja belakangnya, ada sepasang suami istri yang terlihat begitu
bahagia bersama seorang puteri kecil yang menjadi penghias hari-hari mereka.
Beberapa
kali Yuna melihat jam di ponselnya, Yeriko belum juga tiba di restoran
tersebut. Biasanya, Yeriko selalu on time. Tidak pernah terlambat saat bertemu
dengan siapa pun.
Dari
dalam ruang restoran, berdiri sosok pria yang sedang memerhatikan Yuna dari
balik kaca. Ia tak menyangka kalau Yuna juga berada di tempat itu. Sejak dulu,
ia ingin sekali bisa membawa Yuna ke tempat ini. Tak disangka kalau wanita itu
kebetulan berada di sini. Tempat yang paling tepat untuk menikmati makan malam
di bawah taburan bintang-bintang.
Andre
langsung melepas jaket yang ia pakai begitu melihat Yuna mengelus punggung
tangannya. Ia tahu, di restoran bagian luar cuacanya sangat dingin. Terlebih
angin malam menerpa dengan kencang.
Yuna
mengenakan dress tanpa lengan, membuatnya bergidik saat angin malam mulai
menyentuh kulitnya. “Duh, aku lupa bawa jaket. Dingin banget di sini,” gumamnya
dengan bibir sedikit bergetar.
Di
saat yang sama, Yeriko pulang ke rumah dan mengganti pakaiannya dengan
terburu-buru.
“Bi,
Yuna udah berangkat?” tanya Yeriko dengan napas tersengal.
“Sudah
dari tadi,” jawab Bibi War.
Yeriko
merapatkan jas yang sengaja tidak ia kancingkan dan berlari keluar rumah. “Bi,
kalo Yuna telepon, bilang kalau aku udah berangkat ke sana. Baterai hapeku low,
nggak sempat charge!” seru Yeriko.
Bibi
War mengangguk sambil tersenyum. Ia bisa melihat kekhawatiran yang tersirat
dari wajah Yeriko.
Yeriko
langsung melajukan mobilnya menuju restoran puncak.
Baru
sepuluh menit ia keluar, jalanan tiba-tiba macet dan membuat mobilnya sulit
bergerak. “Aargh … sial!” Yeriko memukul setirnya. Ia melihat ponselnya yang
tidak bisa menyala. Ia mencari kabel charger agar bisa mengisi baterai
ponselnya.
“Kenapa
nggak ada sih?” Ia makin kesal karena charger ponsel yang ia cari benar-benar
tak bisa ia temukan. Ia mulai khawatir dengan Yuna. Terlebih bintang-bintang
malam mulai tertutup awan. Sepertinya, tak lama lagi akan turun hujan.
…
Yuna
menengadahkan kepalanya saat langit di atasnya mengeluarkan cahaya berkilatan.
Ia membuka ponselnya kembali dan mengirim pesan ke Yeriko.
“Kok,
centang satu? Kenapa Whatsapp dia nggak aktif?” gumam Yuna.
TING!
Yuna
menerima pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal. Ia membuka pesan tersebut
dan melihat foto-foto suaminya sedang bersama Refi di dalam ruangan yang sangat
romantis, ditemani lilin-lilin dan kue ulang tahun.
“Yun,
Yeriko lagi nemenin aku ngerayain ulang tahun. Dia nggak akan datang ke sana.
Malam ini, Yeriko cuma milikku.”
Yuna
sangat kesal membaca pesan yang dikirim Refi. Ia tidak ingin mempercayai Refi
yang berusaha memprovokasi hubungannya dengan Yeriko. Ia memilih untuk lebih
percaya pada suaminya. Ia sangat Yakin kalau Yeriko tidak akan mengkhianatinya.
“Duh,
dingin banget!” gumam Yuna sambil mengelus pundaknya.
Sentuhan
kain di punggungnya, membuat Yuna langsung menengadahkan kepalanya sambil
menoleh. “Andre!?”
Andre
tersenyum. “Pakailah! Di sini dingin banget.”
Yuna
balas tersenyum. “Makasih, Ndre!” Ia merapatkan jaket Andre ke tubuhnya.
“Kamu
nunggu siapa?”
“Nunggu
Yeri,” jawab Yuna lirih. “Kamu udah lama di sini?”
Andre
mengangguk. “Aku udah di sini duluan sebelum kamu datang. Aku di dalam,”
jawabnya sambil menunjuk bagian indoor restoran tersebut. “Kamu belum pesan
apa-apa? Aku pesanin teh hangat.”
Yuna
menggelengkan kepala. “Nggak usah, Ndre. Aku nunggu Yeri.”
Andre
menghela napas. “Aku temenin kamu sampai dia datang.”
Yuna
tersenyum kecil menanggapi ucapan Andre. Ia kembali melihat ponselnya. Lima
belas menit berlalu, Yeriko tak kunjung datang menemuinya. “Apa dia beneran
lagi sama Refi?” batin Yuna. “Aargh, aku nggak boleh mikir yang nggak-nggak.
Aku nggak boleh percaya sama Refi yang jelas-jelas mau ngerusak hubungan rumah
tanggaku.” Yuna mencoba meyakinkan dirinya untuk tidak memikirkan hal yang
tidak tidak-tidak.
Yuna
tidak bisa menahan dirinya. Ia memilih untuk menghubungi Bibi War.
“Halo,
Bi … Yeriko ada pulang ke rumah atau nggak ya?” tanya Yuna tanpa
basa-basi.
“Tadi
pulang ganti baju. Katanya sudah mau nyusul Mbak Yuna. Belum sampai?”
“Belum,
Bi. Udah lama berangkatnya?”
“Sekitar
tiga puluh menit yang lalu.”
“Oke.
Makasih, Bi.” Yuna langsung mematikan panggilan teleponnya. Hatinya sedikit
lega karena Yeriko tidak benar-benar bersama dengan Refi.
“Huft,
untung aja aku nggak percaya sama Refi si Reptil itu,” gumam Yuna.
“Kenapa?”
tanya Andre yang mendengar gumaman Yuna.
“Eh!?
Nggak papa. Kamu ke sini sama siapa?” tanya Yuna.
“Sama
bayangan kamu,” jawab Andre sambil tersenyum.
“Gombal
banget!” dengus Yuna sambil mengerutkan hidungnya.
Andre
tersenyum kecil. Ia hanya ingin menghibur Yuna agar tidak merasa kesepian.
“Cuma bercanda, kok.”
Yuna
tersenyum. Hingga sepuluh menit berlalu, Yeriko tak kunjung datang.
Andre
menatap Yuna penuh kepedihan. Ia merasa, Yeriko tidak menjaga dan melindungi
wanita ini dengan baik. Membiarkan Yuna menunggunya dalam waktu lama di tempat
yang dingin, terlebih Yuna sedang mengandung, angin malam tidak baik untuk
wanita yang kini duduk di hadapannya.
“Kamu
yakin kalau Yeriko bakal datang? Ini mau hujan, gimana kalau aku antar kamu
pulang?” tanya Andre.
“Dia
pasti datang. Tadi, Bibi War bilang kalau Yeriko udah jalan ke sini.”
“Tapi
sampai sekarang belum datang. Ini sudah malam. Angin malam nggak baik buat kamu
yang lagi hamil.”
Yuna
terdiam. Ia tak menyangka kalau Andre masih memerhatikannya walau kini ia sudah
menjadi istri orang lain. Ia harap, perhatian Andre kali ini hanya sebagai
teman baik. Tidak lebih dari itu.
Andre
dan Yuna menengadahkan kepalanya saat rintik hujan mulai turun.
“Masuk
yuk!” ajak Andre. Ia menarik lengan Yuna dan mengajaknya masuk ke bagian dalam
restoran.
Cuaca
berubah begitu cepat. Kursi dan meja yang ada di luar langsung ditarik masuk
oleh beberapa karyawan restoran. Hujan semakin deras, terpaan angin kencang
membuat rambut Yuna berkelebat hingga menutupi wajahnya.
Yuna
semakin gelisah karena Yeriko belum sampai juga ke tempat itu.
“Eh,
ada kecelakaan di jalan poros menuju ke sini,” tutur seseorang yang berbicara
dengan temannya sambil melihat layar ponselnya.
“Serius?
Kecelakaan apa?”
“Mobil.
Kecelakaan tunggal.”
Yuna
mendengar pembicaraan orang-orang di sekitarnya. Ia langsung menghampiri salah
satunya. “Mas, bener ada kecelakaan mobil?” tanya Yuna.
Orang
yang ditanya menganggukkan kepala.
“Di
mana? Baru aja?”
“Iya.
Baru aja, Mbak. Mungkin karena jalannya licin.”
“Sayang
banget, mobil semewah ini nyungsep. Berapa M ini harga mobilnya?” celetuk
seorang pria sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Mulut
Yuna menganga lebar. Mobil mewah? Siapa lagi kalau bukan Yeriko?
“Ndre,
aku harus cari suamiku sekarang juga!” seru Yuna sambil menatap Andre.
“Ini
lagi hujan deras, Yun.”
“Ndre,
Yeriko belum sampai ke sini sampai sekarang. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama
dia. Please, antarin aku!” pinta Yuna dengan mata berkaca-kaca.
Andre
tertegun melihat air mata Yuna. Ia sangat sakit melihat Yuna mencintai Yeriko,
tapi jauh lebih sakit ketika melihat wanita itu menangis.
“Please,
Ndre!” pinta Yuna lagi.
“Kamu
tenang dulu, Yun. Belum tentu itu si Yeri.”
“Aku
tahu. Tapi, kalo kita nggak ke sana, kita nggak akan tahu itu Yeriko atau
bukan. Sampai sekarang, dia belum datang juga. Gimana aku bisa tenang!?” seru
Yuna mulai histeris.
Andre
langsung menggenggam pundak Yuna. “Kamu tenang dulu, aku pasti bantu kamu nyari
Yeriko.”
Yuna
tidak bisa berkata-kata lagi. Perasaannya semakin tak karuan. Ia menatap jutaan
air hujan yang menghujam keras ke bumi. Tanpa pikir panjang, ia langsung
menerobos kawanan air hujan tersebut. Hantaman air hujan terasa jelas di
kulitnya.
“Yuna
…!” seru Andre. Ia tak bisa mencegah Yuna yang sudah berlari menerobos hujan.
“Aku
harus nemuin Yeriko. Ya Allah, jangan sampai terjadi apa-apa sama dia,”
batinnya sambil menangis.
Air
mata Yuna terus mengalir seiring dengan hujan yang mengguyur sekujur tubuhnya.
Ia tidak ingin kehilangan. Ia tidak ingin Yeriko pergi meninggalkan dirinya.
Bukankah, mereka baru saja saling jatuh cinta, saling menyayangi dan sangat
bahagia karena akan memiliki buah hati yang lucu? “Please, jangan ambil
kebahagiaan yang baru aja aku dapetin?” batinnya ngilu.
((Bersambung...))
.png)
0 komentar:
Post a Comment