Friday, July 11, 2025

Perfect Hero Bab 282 : Kecelakaan

 


“Ngga, kamu nggak usah tungguin saya. Saya sama Pak Bos di sini,” tutur Yuna sebelum ia keluar dari mobil.

“Siap, Nyonya Bos!”

“Ck, Nyonya Bos lagi?” dengus Yuna.

Angga meringis sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Yuna tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia bergegas turun dari mobil dan melangkah menuju restoran. Ia memilih duduk di salah satu kursi yang masih kosong. Sembari menikmati indahnya taburan bintang di atasnya dan cahaya lampu kota dari ketinggian. Ia tersenyum, memotret pemandangan yang indah dan romantis, lalu memasangnya di Whatsapp Story.

“Ciyee … lagi nge-date nih? Romantis banget!” Jheni langsung memberikan komentar pada foto yang dipasang Yuna.

Yuna hanya tersenyum, ia juga membalas komentar Jheni menggunakan smile emoticon. Ia mengedarkan pandangannya. Di meja lain, beberapa pasang muda-mudi terlihat sangat romantis. Ia pikir, hanya dia seorang yang berstatus istri orang di tempat ini.

Pikirannya salah. Di meja belakangnya, ada sepasang suami istri yang terlihat begitu bahagia bersama seorang puteri kecil yang menjadi penghias hari-hari mereka.

Beberapa kali Yuna melihat jam di ponselnya, Yeriko belum juga tiba di restoran tersebut. Biasanya, Yeriko selalu on time. Tidak pernah terlambat saat bertemu dengan siapa pun.

Dari dalam ruang restoran, berdiri sosok pria yang sedang memerhatikan Yuna dari balik kaca. Ia tak menyangka kalau Yuna juga berada di tempat itu. Sejak dulu, ia ingin sekali bisa membawa Yuna ke tempat ini. Tak disangka kalau wanita itu kebetulan berada di sini. Tempat yang paling tepat untuk menikmati makan malam di bawah taburan bintang-bintang.

Andre langsung melepas jaket yang ia pakai begitu melihat Yuna mengelus punggung tangannya. Ia tahu, di restoran bagian luar cuacanya sangat dingin. Terlebih angin malam menerpa dengan kencang.

Yuna mengenakan dress tanpa lengan, membuatnya bergidik saat angin malam mulai menyentuh kulitnya. “Duh, aku lupa bawa jaket. Dingin banget di sini,” gumamnya dengan bibir sedikit bergetar.

 

Di saat yang sama, Yeriko pulang ke rumah dan mengganti pakaiannya dengan terburu-buru.

“Bi, Yuna udah berangkat?” tanya Yeriko dengan napas tersengal.

“Sudah dari tadi,” jawab Bibi War.

Yeriko merapatkan jas yang sengaja tidak ia kancingkan dan berlari keluar rumah. “Bi, kalo Yuna telepon, bilang kalau aku udah berangkat ke sana. Baterai hapeku low, nggak sempat charge!” seru Yeriko.

Bibi War mengangguk sambil tersenyum. Ia bisa melihat kekhawatiran yang tersirat dari wajah Yeriko.

Yeriko langsung melajukan mobilnya menuju restoran puncak.

Baru sepuluh menit ia keluar, jalanan tiba-tiba macet dan membuat mobilnya sulit bergerak. “Aargh … sial!” Yeriko memukul setirnya. Ia melihat ponselnya yang tidak bisa menyala. Ia mencari kabel charger agar bisa mengisi baterai ponselnya.

“Kenapa nggak ada sih?” Ia makin kesal karena charger ponsel yang ia cari benar-benar tak bisa ia temukan. Ia mulai khawatir dengan Yuna. Terlebih bintang-bintang malam mulai tertutup awan. Sepertinya, tak lama lagi akan turun hujan.

 

 

Yuna menengadahkan kepalanya saat langit di atasnya mengeluarkan cahaya berkilatan. Ia membuka ponselnya kembali dan mengirim pesan ke Yeriko.

“Kok, centang satu? Kenapa Whatsapp dia nggak aktif?” gumam Yuna.

 

TING!

Yuna menerima pesan masuk dari nomor yang tidak ia kenal. Ia membuka pesan tersebut dan melihat foto-foto suaminya sedang bersama Refi di dalam ruangan yang sangat romantis, ditemani lilin-lilin dan kue ulang tahun.

“Yun, Yeriko lagi nemenin aku ngerayain ulang tahun. Dia nggak akan datang ke sana. Malam ini, Yeriko cuma milikku.”

Yuna sangat kesal membaca pesan yang dikirim Refi. Ia tidak ingin mempercayai Refi yang berusaha memprovokasi hubungannya dengan Yeriko. Ia memilih untuk lebih percaya pada suaminya. Ia sangat Yakin kalau Yeriko tidak akan mengkhianatinya.

“Duh, dingin banget!” gumam Yuna sambil mengelus pundaknya.

Sentuhan kain di punggungnya, membuat Yuna langsung menengadahkan kepalanya sambil menoleh. “Andre!?”

Andre tersenyum. “Pakailah! Di sini dingin banget.”

Yuna balas tersenyum. “Makasih, Ndre!” Ia merapatkan jaket Andre ke tubuhnya.

“Kamu nunggu siapa?”

“Nunggu Yeri,” jawab Yuna lirih. “Kamu udah lama di sini?”

Andre mengangguk. “Aku udah di sini duluan sebelum kamu datang. Aku di dalam,” jawabnya sambil menunjuk bagian indoor restoran tersebut. “Kamu belum pesan apa-apa? Aku pesanin teh hangat.”

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak usah, Ndre. Aku nunggu Yeri.”

Andre menghela napas. “Aku temenin kamu sampai dia datang.”

Yuna tersenyum kecil menanggapi ucapan Andre. Ia kembali melihat ponselnya. Lima belas menit berlalu, Yeriko tak kunjung datang menemuinya. “Apa dia beneran lagi sama Refi?” batin Yuna. “Aargh, aku nggak boleh mikir yang nggak-nggak. Aku nggak boleh percaya sama Refi yang jelas-jelas mau ngerusak hubungan rumah tanggaku.” Yuna mencoba meyakinkan dirinya untuk tidak memikirkan hal yang tidak tidak-tidak.

Yuna tidak bisa menahan dirinya. Ia memilih untuk menghubungi Bibi War.

“Halo, Bi  … Yeriko ada pulang ke rumah atau nggak ya?” tanya Yuna tanpa basa-basi.

“Tadi pulang ganti baju. Katanya sudah mau nyusul Mbak Yuna. Belum sampai?”

“Belum, Bi. Udah lama berangkatnya?”

“Sekitar tiga puluh menit yang lalu.”

“Oke. Makasih, Bi.” Yuna langsung mematikan panggilan teleponnya. Hatinya sedikit lega karena Yeriko tidak benar-benar bersama dengan Refi.

“Huft, untung aja aku nggak percaya sama Refi si Reptil itu,” gumam Yuna.

“Kenapa?” tanya Andre yang mendengar gumaman Yuna.

“Eh!? Nggak papa. Kamu ke sini sama siapa?” tanya Yuna.

“Sama bayangan kamu,” jawab Andre sambil tersenyum.

“Gombal banget!” dengus Yuna sambil mengerutkan hidungnya.

Andre tersenyum kecil. Ia hanya ingin menghibur Yuna agar tidak merasa kesepian. “Cuma bercanda, kok.”

Yuna tersenyum. Hingga sepuluh menit berlalu, Yeriko tak kunjung datang.

Andre menatap Yuna penuh kepedihan. Ia merasa, Yeriko tidak menjaga dan melindungi wanita ini dengan baik. Membiarkan Yuna menunggunya dalam waktu lama di tempat yang dingin, terlebih Yuna sedang mengandung, angin malam tidak baik untuk wanita yang kini duduk di hadapannya.

“Kamu yakin kalau Yeriko bakal datang? Ini mau hujan, gimana kalau aku antar kamu pulang?” tanya Andre.

“Dia pasti datang. Tadi, Bibi War bilang kalau Yeriko udah jalan ke sini.”

“Tapi sampai sekarang belum datang. Ini sudah malam. Angin malam nggak baik buat kamu yang lagi hamil.”

Yuna terdiam. Ia tak menyangka kalau Andre masih memerhatikannya walau kini ia sudah menjadi istri orang lain. Ia harap, perhatian Andre kali ini hanya sebagai teman baik. Tidak lebih dari itu.

Andre dan Yuna menengadahkan kepalanya saat rintik hujan mulai turun.

“Masuk yuk!” ajak Andre. Ia menarik lengan Yuna dan mengajaknya masuk ke bagian dalam restoran.

Cuaca berubah begitu cepat. Kursi dan meja yang ada di luar langsung ditarik masuk oleh beberapa karyawan restoran. Hujan semakin deras, terpaan angin kencang membuat rambut Yuna berkelebat hingga menutupi wajahnya.

Yuna semakin gelisah karena Yeriko belum sampai juga ke tempat itu.

“Eh, ada kecelakaan di jalan poros menuju ke sini,” tutur seseorang yang berbicara dengan temannya sambil melihat layar ponselnya.

“Serius? Kecelakaan apa?”

“Mobil. Kecelakaan tunggal.”

Yuna mendengar pembicaraan orang-orang di sekitarnya. Ia langsung menghampiri salah satunya. “Mas, bener ada kecelakaan mobil?” tanya Yuna.

Orang yang ditanya menganggukkan kepala.

“Di mana? Baru aja?”

“Iya. Baru aja, Mbak. Mungkin  karena jalannya licin.”

“Sayang banget, mobil semewah ini nyungsep. Berapa M ini harga mobilnya?” celetuk seorang pria sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Mulut Yuna menganga lebar. Mobil mewah? Siapa lagi kalau bukan Yeriko?

“Ndre, aku harus cari suamiku sekarang juga!” seru Yuna sambil menatap Andre.

“Ini lagi hujan deras, Yun.”

“Ndre, Yeriko belum sampai ke sini sampai sekarang. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama dia. Please, antarin aku!” pinta Yuna dengan mata berkaca-kaca.

Andre tertegun melihat air mata Yuna. Ia sangat sakit melihat Yuna mencintai Yeriko, tapi jauh lebih sakit ketika melihat wanita itu menangis.

“Please, Ndre!” pinta Yuna lagi.

“Kamu tenang dulu, Yun. Belum tentu itu si Yeri.”

“Aku tahu. Tapi, kalo kita nggak ke sana, kita nggak akan tahu itu Yeriko atau bukan. Sampai sekarang, dia belum datang juga. Gimana aku bisa tenang!?” seru Yuna mulai histeris.

Andre langsung menggenggam pundak Yuna. “Kamu tenang dulu, aku pasti bantu kamu nyari Yeriko.”

Yuna tidak bisa berkata-kata lagi. Perasaannya semakin tak karuan. Ia menatap jutaan air hujan yang menghujam keras ke bumi. Tanpa pikir panjang, ia langsung menerobos kawanan air hujan tersebut. Hantaman air hujan terasa jelas di kulitnya.

“Yuna …!” seru Andre. Ia tak bisa mencegah Yuna yang sudah berlari menerobos hujan.

“Aku harus nemuin Yeriko. Ya Allah, jangan sampai terjadi apa-apa sama dia,” batinnya sambil menangis.

Air mata Yuna terus mengalir seiring dengan hujan yang mengguyur sekujur tubuhnya. Ia tidak ingin kehilangan. Ia tidak ingin Yeriko pergi meninggalkan dirinya. Bukankah, mereka baru saja saling jatuh cinta, saling menyayangi dan sangat bahagia karena akan memiliki buah hati yang lucu? “Please, jangan ambil kebahagiaan yang baru aja aku dapetin?” batinnya ngilu.



((Bersambung...))

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas