Yeriko memasuki rumah sewaan milik Refi.
Sebenarnya, rumah tersebut sudah ia atur sebelumnya bersama Chandra karena
perkembangan kaki Refi yang terus membaik. Yeriko menyewakan sebuah rumah yang
tak jauh dari rumah sakit agar Refi tetap bisa mendapatkan terapi dengan mudah.
Refi bergegas membukakan pintu untuk Yeriko
begitu ia mendengar pintu rumahnya diketuk.
Yeriko menatap tubuh Refi dari ujung kepala
sampai ke ujung kaki, hingga membuat Refi mengira kalau Yeriko terpesona dengan
penampilannya.
“Kamu udah bisa berdiri?” tanya Yeriko. Dalam
hati, ia ingin tertawa melihat penampilan Refi yang menggelikan.
Refi mengangguk, ia memasang senyum semanis
mungkin. Di matanya, jelas tersirat kalau ia sangat menginginkan Yeriko.
“Ayo, masuk!” ajak Refi sambil melangkah
perlahan. Ia mencoba menahan rasa nyeri di kakinya. Ia masih harus mengikuti
beberapa terapi agar bisa berjalan normal tanpa menahan sakit.
Yeriko melangkahkan kakinya masuk ke rumah, ia
menatap kue ulang tahun di atas meja dan semua hidangan yang sudah disiapkan
oleh Refi.
“Yer, makasih ya. Kamu udah mau datang ke sini
buat aku,” ucap Refi sambil tersenyum.
Yeriko tersenyum menatap Refi. Ia sudah
memahami gerak-gerik Refi.
“Gimana keadaan kamu akhir-akhir ini? Sehat?”
tanya Yeriko.
Refi tersenyum. “Iya. Seperti yang kamu lihat
sekarang.”
“Baguslah. Aku bisa tenang dengarnya.” Yeriko
sengaja mengucapkan kalimat yang membuat Refi mengira kalau dirinya masih
memberikan perhatian untuk wanita itu.
“Yer, makasih banyak buat perhatian kamu ini.
Aku tahu, kamu nggak bener-bener benci sama aku kan?” Ia mendekat ke tubuh
Yeriko dan ingin menyandarkan kepalanya ke dada Yeriko.
Yeriko tersenyum sinis dan sengaja menghindari
Refi hingga gadis itu terseungkur ke sofa.
Refi memejamkan mata sambil menarik napas
dalam-dalam. Ia sangat kesal dengan sikap Yeriko kali ini. Ia tidak menyangka
kalau Yeriko akan mempermainkan dirinya seperti ini.
“Ref, sabar!” bisiknya dalam hati. “Sebentar
lagi, dia akan masuk ke dalam perangkap.”
Refi bangkit dari sofa dan tersenyum ke arah
Yeriko.
“Mmh ... ayo, kita makan malam bareng.
Bukannya, kamu nggak punya waktu?” ajak Refi sambil melangkah menuju meja
makan.
Yeriko mengangguk kecil. Ia duduk di salah satu
kursi, tepat di hadapan Refi. Tatapannya sangat dingin, membuat Refi semakin
menginginkan pria setia seperti Yeriko.
“Yer, hari ini aku masak khusus buat kamu. Aku
harap, kamu masih suka sama masakanku.” Refi menyiapkan piring untuk Yeriko, ia
menaruh ikan di atas piring. Dulu, Yeriko sangat suka makan ikan hasil olahan
tangan Refi.
“Aku nggak makan ikan!” Yeriko mendorong piring
itu menjauh darinya. Ia sedikit pusing dan mual melihat olahan ikan yang ada di
hadapannya.
“Eh!? Bukannya, dulu kamu suka makan ikan?”
Yeriko menggelengkan kepala. “Sekarang, aku
cuma makan ikan yang dimasak Yuna,” jawabnya dingin.
Ucapan Yeriko benar-benar menyulut kemarahan
Refi. Ia kini tidak tahu apa yang sebenarnya ada di pikiran Yeriko. Pria itu
terlihat sangat santai, hingga ia tidak bisa membaca apa yang tersirat dari
wajah Yeriko.
“Yuna, siapa kamu sebenarnya? Kenapa kamu bisa
mengendalikan Yeriko sampai seperti ini?” batin Refi kesal. Bibirnya terus
tersenyum walau dalam hatinya mengumpat.
“Mmh ... kalau gitu, gimana kalau kita
bersulang buat ngerayain ulang tahun aku?” tanya Refi sambil mengangkat gelas
wine yang ada di hadapannya.
Yeriko menggeleng lagi. “Aku nggak minum, masih
harus nyetir.”
Refi langsung menghapus senyuman di bibirnya.
Ia meletakkan gelas wine miliknya kembali ke atas meja. Ia sangat kesal karena
kehadiran Yeriko justru membuat suasana hatinya semakin buruk.
“Yer, aku cuma minta kamu sebentar buat
ngerayain ulang tahunku aja. Kenapa sih kamu nggak bisa bersikap manis sama aku
walau cuma sebentar?”
Yeriko merogoh korek dari saku celananya. Ia
langsung menyalakan lilin yang tersemat di atas kue ulang tahun milik Refi.
“Tiup lilinnya sekarang!” perintahnya. Ia tidak ingin berlama-lama berada di
dekat Refi.
Refi menarik napas dalam-dalam sambil
memejamkan mata. Ia berharap Yeriko bisa kembali ke sisinya seperti dulu lagi.
Ia membuka mata perlahan dan meniup lilin ulang tahun miliknya.
Yeriko tersenyum ke arah Refi. “Selamat ulang
tahun,” ucapnya.
Refi balas tersenyum. Ia sangat bahagia melihat
Yeriko tersenyum sambil mengucapkan selamat ulang tahun untuknya. Tahun
kemarin, Yeriko juga masih melakukan hal yang sama untuknya lewat video call.
Oleh karenanya, ia masih tidak bisa mempercayai kalau kini Yeriko mencintai
wanita lain selain dirinya.
Yeriko langsung bangkit dari tempat duduknya.
“Mau ke mana?” tanya Refi.
“Mau pergi. Aku ada janji makan malam bareng
istriku.”
Refi menahan amarah di dadanya. Ia tidak bisa
membiarkan Yeriko pergi begitu saja. Ia harus bisa menahan Yeriko agar tetap
tinggal bersamanya. Ia tidak ingin rencananya kali ini gagal lagi.
Refi berusaha menahan Yeriko agar tak beranjak
pergi meninggalkannya. Ia ikut bangkit dan langsung memeluk tubuh Yeriko.
“Lepasin, Ref!” pinta Yeriko.
“Jangan pergi, please!” pinta Refi sambil
mengeratkan pelukannya.
Yeriko makin geram dengan sikap Refi. Ia
mencengkeram kedua lengan Refi dan melepaskan dirinya dari pelukan Refi.
Refi tidak bisa mempertahankan tubuhnya.
Kakinya yang belum benar-benar kokoh membuat tubuhnya terjatuh ke lantai. “Aw
...!” Ia merintih kesakitan.
Yeriko menatap Refi yang terduduk di lantai
sambil memegangi kakinya. Ia menarik napas, ia membungkukkan tubuhnya dan
membantu Refi untuk bangkit.
Refi tersenyum. Ia langsung merangkul leher
Yeriko.
“Lepasin, Ref!” sentak Yeriko.
Refi tersenyum menatap wajah Yeriko. “Yer, aku
cuma mau selalu ada di dekat kami kayak gini walau tanpa status apa pun,”
tuturnya sambil berusaha mencium wajah Yeriko.
“Argh ...!” Yeriko berusaha menghindari wajah
Refi. Ia mencengkeram kedua lengan Refi dan menghempaskan tubuh Refi ke lantai
begitu saja.
Yeriko berdiri di hadapan Refi sambil menatap
gadis itu penuh kebencian. “Kamu sadar nggak kalau kelakuan kamu ini
menjijikkan!”
Refi menengadahkan kepalanya sambil menatap
Yeriko dengan mata berkaca-kaca. “Yer, aku kayak gini karena kamu. Aku pengen
kamu balik kayak dulu lagi. Aku masih sayang sama kamu.”
“Aku nggak sayang sama kamu.”
“Bukannya dulu kamu bilang kalau kamu sayang
sama aku?”
“Aku yang dulu udah nggak ada lagi. Sekarang,
aku nggak bisa kamu tipu lagi.”
“Aku nggak nipu kamu, Yer. Aku beneran sayang
sama kamu. Kenapa kamu nggak pernah lihat aku?”
Yeriko tersenyum sinis. “Aku nggak akan
ngelihat perempuan murahan kayak kamu.”
“Kamu tega ngatain aku kayak gini?”
“Kamu pikir, aku nggak tahu kalau kamu udah
naruh obat di minuman itu, hah!?” sentak Yeriko.
“Aku nggak naruh apa-apa di minuman itu. Itu
cuma ...”
Yeriko tidak sabar menghadapi
kebohongan-kebohongan Refi. Ia meraih gelas wine yang sudah disediakan Refi. Ia
kembali membungkuk di hadapan Refi. Dengan cepat, tangannya menyambar rahang
Refi. Membuka mulut gadis itu dengan paksa dan mengucurkan wine berisi obat
perangsang itu ke dalam mulut Refi.
Refi langsung menangis sambil menatap Yeriko
yang memandangnya sangat rendah.
Yeriko tersenyum sinis sambil menegakkan
kembali tubuhnya. Ia mengangkat gelas wine yang sudah kosong lebih tinggi dari
kepalanya. Secara perlahan, ia melepaskan pegangan tangannya dan membuat gelas
itu meluncur bebas ke lantai.
TAARRR ...!
Pecahan gelas berderai tepat di sisi Refi.
Yeriko tidak ingin bernegosiasi soal perasaannya. Ia langsung melangkah pergi
penuh ketegasan dan tidak menoleh sedikitpun ke arah Refi.
Refi terus memandang tubuh Yeriko hingga
menghilang di balik pintu yang berdentum karena tenaga Yeriko cukup kuat saat
menutupnya.
“Aargh ...!” Refi menangis histeris. Ia bangkit
sambil menyandarkan tubuhnya ke meja. Tangannya langsung menyingkirkan semua
isi meja. Piring dan gelas berjatuhan ke lantai. Juga kue ulang tahun yang kini
nasibnya berada di bawah kaki meja. Menunggu semut-semut melahapnya.
Refi tak bisa mengendalikan dirinya. Ia meminum
banyak obat perangsang yang ia simpan.
“Kenapa jadi kayak gini?” teriak Refi histeris.
Ia tidak bisa menerima kenyataan kalau Yeriko benar-benar membencinya.
Di saat yang tak terduga. Deny masuk ke dalam
rumah itu. Ia melihat Refi yang terbaring di tas sofa penuh nafsu. Ia melihat
obat perangsang yang tergelak di lantai. Wajahnya sangat antusias melihat Refi
yang mulai meliukkan tubuhnya seperti cacing kepanasan.
Deny sangat senang melihat hal ini. Ia ikut
meminum obat perangsang yang tersisa dan langsung melucuti semua pakaian Refi.
.png)
0 komentar:
Post a Comment