Yuna tersenyum sambil memeluk ponselnya. Ia
sangat bahagia saat melihat pesan dari Yeriko yang mengirimkan sebuah alamat
untuknya. Ia langsung membuka lemari dan mencari pakaian yang bagus untuk ia
kenakan. Ia memilih dress selutut warna mocca dan mengenakannya.
Usai bersiap, Yuna bergegas turun dari
kamarnya. Ia celingukan mencari mobil sedan milik mama mertuanya.
“Bi, Angga mana ya?” tanya Yuna.
“Dipanggil ke rumah kakek. Mbak Yuna mau ke
luar?”
Yuna mengangguk. “Ya udah, aku pesen taksi
online aja, Bi.”
“Coba bibi telepon Angga dulu. Dia bilang, cuma
pergi sebentar.”
“Oh. Oke.” Yuna mengangguk. Ia menunggu Bibi
War menelepon Angga.
“Mbak, si Angga udah mau ke sini. Mbak Yuna
tunggu Angga aja ya!”
Yuna mengangguk sambil tersenyum.
Bibi War menemani Yuna di teras rumah sembari
menunggu Angga datang menjemputnya.
“Mbak Yuna mau pergi ke mana? Cantik banget?”
“Mau pacaran sama Bos Ye,” sahut Yuna sambil
terkekeh.
Bibi War ikut terkekeh. “Kirain, mau pergi ke
mana. Biasanya, keluar sama Mas Yeri cuma pake piyama.”
“Iya. Itu kan kalo Yeri ngajak aku buru-buru.
Itu namanya bukan kencan, Bi. Kali ini, baru kencan beneran.”
“Iya, Bibi ngerti.”
“Huft, akhir-akhir ini Yeriko sibuk banget.
Karena semalam dia nggak bisa nemenin aku makan malam. Jadi, malam ini dia
ngajak makan di restoran puncak gunung. Hmm … diam-diam, dia romantis juga.”
“Semenjak nikah, Mas Yeri lebih banyak di rumah
nemenin Mbak Yuna. Biasanya, Mas Yeri jarang banget di rumah. Pulang kerja
sampai jam empat pagi. Jam tujuh pagi, dia sudah pergi ke kantor lagi.”
“Sibuk banget ya, Bi?”
Bibi War mengangguk. “Dia memang pekerja keras.
Sampai nggak punya waktu buat pacaran. Tapi semenjak nikah, dia banyak berubah.
Rumah ini juga jadi lebih hangat sejak Mbak Yuna tinggal di sini.”
Yuna tersenyum. Ia mengingat saat beberapa
bulan lalu Yeriko membawanya ke rumah ini dalam keadaan yang sangat memilukan.
Mungkin benar, dia memang hanya kucing jalanan yang dipungut Yeriko. Jika tidak
bertemu dengan Yeriko, sampai saat ini ia masih menjalani penderitaan, hidup
luntang-lantung dan berada di bawah tekanan keluarga Bellina. Sebab mereka
selalu menggunakan Ayah Yuna sebagai ancaman.
Kini, hidup Yuna jauh lebih tenang. Ayahnya
telah mendapatkan pengobatan terbaik. Dirinya juga telah mendapatkan hidup baru
yang lebih baik. Ia harap, Yeriko akan terus mencintainya sepenuh hati hingga
mereka tua nanti.
“Mbak, Mas Angga sudah datang.” Bibi War
membuyarkan lamunan Yuna.
Yuna tersenyum menatap mobil sedan yang sudah
terparkir di halaman rumahnya. Ia langsung melangkah dan masuk ke dalam mobil
tersebut.
“Nyonya, mau ke mana?” tanya Angga.
Yuna menyodorkan ponselnya. “Tahu tempat ini
kan?”
Angga mengamati sejenak, lalu menganggukkan
kepala. Ia bergegas menyalakan mesin mobilnya dan membawa Yuna menuju salah
satu restoran yang berada di puncak gunung.
“Nyonya Bos ...!”
“Panggil Mbak, aja ya!” perintah Yuna. “Aku
nggak suka dipanggil Nyonya.”
Angga mengangguk kecil.
“Ada apa?” tanya Yuna.
“Di garasi Pak Bos ada mobil porsche, punya
siapa? Kok, Pak Bos nggak pernah pakai. Tapi, setiap pagi disuruh manasin
terus.”
Yuna tertawa kecil. “Ikutin aja perintah bos
kamu. Dia nggak ngasih tahu itu mobil siapa?”
Angga menggelengkan kepala.
Yuna terus tersenyum. Ia mengingat bagaimana
cara Yeriko mengambil mobil mewah itu dari tangan Andre.
...
- Galaxy Group Big Office –
Yeriko tersenyum setelah mengirimkan pesan
untuk Yuna. Ia menelepon Riyan.
“Halo, Pak Bos!” sapa Riyan.
“Kamu di mana?” tanya Yeriko.
“Lagi ngecek pabrik yang Pak Bos suruh.”
“Oke. Jam berapa balik?”
“Ini sudah di luar jam kerja. Saya langsung
pulang.”
“Beberapa departemen malam ini aku suruh
lembur. Kamu awasi mereka!” perintah Yeriko.
“Hah!?”
“Kenapa? Mau potong bonus atau potong gaji?”
“Nggak dua-duanya. Abis ini, saya langsung ke
sana.”
Yeriko tersenyum. “Bagus.” Ia langsung
mematikan panggilan teleponnya.
Yeriko meraih kunci mobil yang ia letakkan di
atas meja. Ia melangkah penuh semangat karena akan mengajak Yuna makan malam di
restoran sambil menikmati bintang-bintang dan keindahan kota dari ketinggian.
Baru saja ingin membuka pintu ruangannya,
ponselnya tiba-tiba berdering. Ia merogoh ponsel dari saku dalam jasnya dan
melihat nomor yang tidak dikenal memanggilnya.
Yeriko mengernyitkan dahi, lalu menjawab
panggilan telepon tersebut.
“Halo ...!” sapa Yeriko.
“Halo, Yer! Apa kabar?” Terdengar suara yang
tidak asing dari ujung teleponnya.
Yeriko tersenyum sinis. Ia sangat mengenal
suara wanita yang meneleponnya. “Mau apa telepon aku?”
“Aku mau ngucapin terima kasih atas apa yang
sudah kamu lakuin ke aku selama ini.”
Yeriko enggan menyahut. Baginya, suara wanita
ini sangat memuakkan.
“Kamu tahu nggak ini hari apa?” tanya wanita
itu.
Yeriko tak menjawab. Ia hanya mengingat hari
ini sudah merencanakan memberikan kejutan untuk istrinya.
“Yer, hari ini hari ulang tahunku. Bukannya
dulu kamu pernah janji kalau mau menemaniku merayakan ulang tahun setiap
tahunnya.”
Yeriko tersenyum kecil. Baginya, itu hanya
kalimat konyol yang keluar dari mulutnya beberapa tahun silam. Kini, ia
menganggap semuanya tidak berarti.
“Yer, aku tahu kamu masih di situ. Please,
temenin aku ngerayain ulang tahunku kali ini.”
“Ref, aku udah nikah. Aku cuma sayang sama
istriku. Aku nggak bisa menuhin permintaan kamu.”
“Sekali aja, Yer. Aku cuma mau mengenang
masa-masa indah kita yang dulu.”
“Aku udah berusaha bikin kamu sembuh. Masih
kurang?”
“Aku tahu. Sekarang, aku sudah bisa sembuh
karena kamu. Makanya, aku mau kamu nemenin aku ngerayain ulang tahunku sekalian
ngucapin terima kasih.”
Yeriko tersenyum sinis. “Aku ikhlas ngelakuin
itu demi Yuna. Jadi, kamu nggak perlu berterima kasih ke aku. Berterima
kasihlah sama istriku yang sudah berbelas kasih ke kamu!”
“Oke. Aku akan berterima kasih ke istri kamu.
Tapi, aku tetap akan menagih janji kamu buat nemenin aku ngerayain ulang
tahunku. Sebagai seorang pria, setidaknya kamu menepati janji kamu. Aku cuma
minta waktu kamu satu jam aja. Aku janji, ini terakhir kalinya aku ngerayain
ulang tahun sama kamu.”
Yeriko tersenyum kecil. Ia sangat mengetahui
sifat Refi yang licik dan penuh ambisi. Ia lebih khawatir kalau Refi akan
melukai Yuna jika ia menolak keinginannya.
Tiba-tiba, terlintas ide licik di kepala
Yeriko. Jalan satu-satunya untuk membuat Refi berhenti mengganggu rumah
tangganya adalah dengan membuatnya menderita secara perlahan dan membuat gadis
itu sadar kalau ia tidak pantas sama sekali berdiri di sisi Yeriko.
“Tiga puluh lima menit,” tutur Yeriko.
“Oke. Nggak masalah. Asalkan kamu mau datang ke
sini. Aku kirim alamatku ke kamu.”
“Oke.” Yeriko mematikan panggilan teleponnya.
Ia tersenyum sinis dan membuka pintu ruangannya.
...
Di tempat lain, Refi sangat senang. Ia mengira
kalau Yeriko masih sangat mencintainya dan bersedia merayakan ulang tahunnya
hari ini. Ia menyiapkan makanan masakannya sendiri. Ia tahu, Yeriko sangat suka
masakan rumah. Terlebih, makanan yang dibuatnya dengan penuh cinta.
Banyak makanan sudah tersusun di meja makan. Ia
memasang banyak lampu tumblr untuk membuat suasana menjadi lebih romantis.
Lilin-lilin juga sudah terpasang dengan baik. Refi tersenyum puas melihat hasil
kerja kerasnya sendiri.
“Kamu harus jadi milikku lagi!” tegas Refi
sambil menuangkan wine ke dalam gelas. Ia sengaja menambahkan obat perangsang
ke dalam minuman tersebut. Ia berniat untuk memiliki Yeriko seutuhnya. Setelah
melakukannya dengan baik malam ini, Yeriko akan merasa bertanggung jawab
terhadap dirinya dan ia bisa dengan mudah menyingkirkan Ayuna.
((Bersambung...))
.png)
0 komentar:
Post a Comment