Friday, July 11, 2025

Perfect Hero Bab 279 - Without Mr. Ye

 


Andre masih mematung di tempatnya. Akhir-akhir ini, ia memilih bekerja siang dan malam, terus menerus membahas proyek demi mencegah anggota keluarganya ikut campur dalam masalah jodohnya. Hingga ia pun tak menyadari kalau ia juga telah melewatkan Ayuna.

Yuna sangat mengerti bagaimana perasaan Andre. Ia tidak ingin berlama-lama berada di hadapan pria itu. Ia bangkit dari tempat duduknya, melangkah perlahan meninggalkan Andre. Ia tak punya keberanian untuk memutar kepalanya ke belakang, melihat wajah teman kecilnya itu terluka karena dirinya.

“Langsung pulang, Nyonya?” tanya Angga yang bergegas mengikuti langkah Yuna saat ia keluar dari kafe.

Yuna menganggukkan kepala.

Angga segera membukakan pintu mobil untuk Yuna dan bergegas membawa Yuna pergi.

Sementara itu, mata Andre masih terus terpaku menatap pintu kafe yang membawa Yuna pergi menghilang dari pandangannya. Berganti dengan langkah orang lain yang keluar masuk pintu itu.

“Haruskah aku membuka pintu hatiku untuk orang lain? Membiarkanmu pergi begitu saja?” batin Andre. Ia kemudian tersenyum kecil. “Semoga, kamu selalu bahagia. Bersama siapa pun itu.”

Andre tersenyum sambil menarik mangkuk ice cream yang ada di hadapannya. Yuna sangat suka makan ice cream, dengan melahapnya perlahan, ia merasa Yuna sedang makan ice cream di hadapannya dengan wajah yang begitu ceria. Setiap tawa yang terukir di bibir Yuna, membuatnya ingin terus tersenyum.

 

 

...

 

Yuna masuk ke rumah dalam keadaan kesal karena Icha telah mengkhianati dirinya. Ia tak menyangka kalau Icha justru menyodorkan dirinya pada Andre, pria yang secara terang-terangan mengejar dirinya.

“Icha ngeselin banget sih. Bercandanya nggak lucu. Kalo Yeriko tahu aku keluar ketemunya sama Andre, bukannya sama Icha, bisa keluar tanduknya,” omel Yuna sambil melangkahkan kakinya masuk ke rumah.

Yuna menatap beberapa orang yang tidak ia kenal lalu lalang di dalam rumahnya.

“Bi, mereka siapa?” tanya Yuna pada Bibi War yang berdiri tak jauh darinya.

“Tukang, Mbak. Mas Yeri yang nyuruh renovasi kamar atas.”

“Kenapa direnovasi? Nggak ada yang rusak kan?”

“Bikinkan kamar buat si Dedek,” jawab Bibi War sambil tersenyum.

“Hah!? Serius?”

Bibi War mengangguk sambil tersenyum.

Yuna sangat bersemangat, ia bergegas naik ke lantai atas untuk melihat kamar anak yang sedang disediakan oleh Yeriko. Yuna memerhatikan para pekerja yang sibuk merenovasi ruang kerja Yeriko. Ruang kerjanya memang sangat luas, sehingga Yeriko merelakan sebagian ruang kerjanya untuk kamar bayi mereka.

Yuna merogoh ponsel dari dalam tasnya dan langsung menelepon Yeriko. Namun, ia tidak mendapatkan jawaban sama sekali.

Yuna melangkah tak bersemangat menuruni anak tangga. “Dia pasti lagi sibuk banget,” gumamnya.

 

TING!

 

Yuna langsung membuka pesan yang masuk ke ponselnya.

- Aku masih rapat. Nanti aku telepon balik kalau udah nggak sibuk-

Yuna menarik napas setelah membaca pesan dari Yeriko. Ia melangkahkan kakinya ke halaman belakang.

Hari ini, usia kandungan Yuna sudah menginjak minggu ke tujuh. Kali ini, ia akan memeriksakan kandungannya seorang diri karena Yeriko terlalu sibuk dengan pekerjaan dan persiapan pernikahan mereka.

“Dek, ntar sore kita pergi berdua aja ya. Ayah kamu sibuk cari uang buat kita,” tutur Yuna sambil mengelus perutnya.

Kesibukan Yeriko yang padat, membuatnya berpikir banyak hal. Terlebih, Yeriko tidak bisa menemaninya pergi ke dokter. Terpaksa, ia mengandalkan Bibi War untuk menemaninya pergi ke memeriksakan kandungannya.

Beberapa menit kemudian, Yeriko meneleponnya. Yuna langsung tersenyum lebar menatap foto Yeriko yang terpampang di layar ponsel dan langsung menjawab telepon.

“Halo ...!” sapa Yuna.

“Halo, gimana? Tadi jadi ketemu sama Icha?”

“Jadi,” jawab Yuna singkat.

“Sore ini jadwal periksa ya?” tanya Yeriko.

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala.

“Aku harus lembur malam ini. Banyak yang harus aku selesaikan. Kamu pergi sama Bibi War aja, ya!”

“Iya.” Yuna menanggapi tak bersemangat.

“Jangan sedih gitu, dong!”

“Nggak, kok.”

“Aku bener-bener nggak bisa ninggalin kerjaan kali ini. Besok sore, abis pulang kerja, aku ajak kamu jalan-jalan ke suatu tempat.”

“Ke mana?” tanya Yuna sumringah.

“Ada, deh. Sekarang, kamu siap-siap periksain si Dedek Kecil. Kalo udah sampai klinik, kabarin aku ya!” pinta Yeriko. “Aku masih ada rapat lagi. Nanti aku telepon kalau udah nggak sibuk.”

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala. Ia bisa mendengar suara seseorang memanggil nama Yeriko.

Yeriko langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Yuna langsung bersiap memeriksakan kandungannya, ia membawa Bibi War ikut serta memeriksakan kandungannya kali ini. Ia memilih memeriksakan kandungannya ke dokter praktik, karena praktik dokter kandungan mulai buka pada sore hari. Sehingga, Yeriko bisa selalu menemaninya memeriksakan kandungannya. Sayangnya, kali ini kesibukan Yeriko benar-benar tidak bisa diganggu dan membuat Yuna harus memeriksakan kandungannya sendirian.

Sesampainya di klinik dokter praktik, Yuna langsung mengambil antrian. Ia menatap beberapa orang ibu yang juga memeriksakan kandungannya.

“Udah hamil berapa bulan, Mbak?” tanya seorang ibu yang duduk di samping Yuna.

“Jalan dua bulan. Ibu sendiri, sudah berapa bulan kandungannya?” tanya Yuna sambil melihat perut wanita itu yang sudah sangat membesar.

“Udah sembilan bulan. Lagi nunggu hari lahir,” jawab Ibu tersebut sambil tersenyum.

“Oh ya? Semoga lahir dengan selamat ya, Bu!” tutur Yuna.

Ibu itu tersenyum. “Aamiin.”

Seorang anak kecil berusia sekitar tiga tahunan menghampiri ibu hamil tersebut. “Mama!”

“Ini anak Ibu juga?” tanya Yuna sambil menatap gadis kecil yang sangat lucu.

“Iya. Ini anak pertama saya. Baru tiga tahun. Yang di perut ini, anak saya yang kedua. Insya Allah laki-laki.”

“Wah, langsung dapet lengkap. Sepasang nih.”

“Hehehe. Mbaknya baru anak pertama ya?”

Yuna mengangguk. “Kok, tahu?”

“Kelihatan gelisahnya.”

“Eh!? Masa sih, Bu?”

Ibu itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Waktu saya pertama hamil juga begitu. Tapi, harus melawan rasa takut. Ibu hamil harus percaya diri dan kuat. Supaya, bisa melahirkan dengan normal dan sehat.”

Yuna menganggukkan kepala.

“Rencananya, mau lahir normal atau caesar?”

“Mmh ... belum tahu,” jawab Yuna sambil menggelengkan kepala.

“Normal aja. Sakitnya cuma sebentar, kok. Wanita itu, akan merasakan bahagia yang lebih saat lahir normal. Melahirkan itu tugas mulia seorang ibu. Lahir secara normal, jauh lebih nikmat.”

Yuna tersenyum menanggapi ucapan ibu tersebut. Ia sendiri belum pernah memikirkan soal proses kelahiran bayinya.

“Mmh ... kalah lahir normal, sakit atau nggak sih, Bu?”

“Sakit. Sebentar aja, abis itu udah enakan. Apalagi lihat wajah anak kita. Buktinya, saya masih hamil lagi. Kalau melahirkan itu sakitnya mengerikan, saya nggak mau melahirkan lagi.”

Yuna tertawa kecil. Yang diucapkan ibu tersebut memang benar. Apalagi, orang zaman dahulu yang belum mengenal dokter pun bisa memiliki banyak anak. Ia bertekad untuk melahirkan anaknya secara normal. Ia yakin, bisa melakukannya dengan baik.

Tak berapa lama, Yuna mendapat giliran untuk masuk ke ruang pemeriksaan.

“Sore ...!” sapa dokter tersebut dengan ramah.

“Sore, Dok!”

“Suaminya nggak ikut?” tanya dokter tersebut sambil melirik ke arah Bibi War.

Yuna menggelengkan kepala. “Lagi sibuk banget, Dok.”

“Oh, ada keluhan?” tanya dokter tersebut.

Yuna menggelengkan kepala.

“Baring dulu, ya!” biar saya periksa.

Yuna mengangguk. Ia berbaring di atas brankar yang ada di ruangan tersebut.

Usai melakukan pemeriksaan, dokter tersebut memberikan vitamin dan obat penguat kandungan.

“Alhamdulillah, perkembangan janinnya sangat baik. Jaga kesehatan terus ya! Jangan setres, jaga pola makan dan banyak istirahat!” tutur dokter tersebut sambil tersenyum.

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Terima kasih, dok!”

Dokter tersebut menganggukkan kepala.

Yuna dan Bibi War bergegas keluar dari ruang pemeriksaan.

Yuna merasa sangat bahagia karena kondisi anaknya sangat baik dan sehat. Ia tidak menyangka kalau dirinya akan menjadi seorang ibu di usia yang kedua puluh lima.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini, tunggu kejutan-kerjutan selanjutnya ya...

Much love,

 

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas