Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 276 : Pelukkis Ye Couple || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna membuka mata perlahan dan mendapati suaminya masih terlelap di sisinya. Biasanya, Yeriko selalu bangun terlebih dahulu untuk bersiap ke kantor. Yuna hanya tersenyum menatap wajah suaminya. Ia turun dari tempat tidur dengan hati-hati agar tidak membangunkan Yeriko.

Akhir-akhir ini, Yeriko terlihat sangat sibuk. Yuna sangat mengerti bagaimana pekerjaan suaminya. Ia tidak ingin membangunkan Yeriko. Jarang sekali, ia melihat suaminya masih terlelap di sampingnya hingga matahari terbit.

Yuna melangkahkan kakinya perlahan menuju dapur.

“Mbak Yuna sudah bangun?” tanya Bibi War yang sedang berada di dapur.

Yuna mengangguk. Ia melangkah menuju dapur dan membuat segelas susu untuk Yeriko.

“Mas Yeri belum bangun, tho?”

Yuna menggelengkan kepala. “Belum, Bi. Kayaknya, dia kecapean. Akhir-akhir ini sering lembur.”

“Dia makin semangat nyari uang karena udah mau punya anak,” celetuk Bibi War.

“Ah, Bibi bisa aja.”

“Biasanya, laki-laki akan jauh lebih semangat cari uang kalau sudah punya anak,” bisik Bibi War sambil menggenggam pundak Yuna.

Yuna tersenyum kecil. Ia membawa segelas susu dan kembali naik ke kamarnya. Ia melangkah perlahan dan meletakkan gelas susu hangat tersebut ke atas nakas.

Yuna melangkah perlahan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Ia melakukan semuanya dengan hati-hati agar suaranya tidak mengganggu tidur suaminya.

Tepat jam tujuh pagi, tirai kamar mereka terbuka secara otomatis. Yuna lupa dengan hal ini. Ia langsung berjalan perlahan, melindungi Yeriko dari terpaan sinar matahari pagi itu.

Yeriko memicingkan mata, ia melihat Yuna yang berdiri di tepi ranjang. “Ngapain di situ?”

Yuna meringis menatap Yeriko. Usahanya untuk membiarkan Yeriko terlelap, gagal.

“Udah siang ya? Aku kesiangan.” Yeriko menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya. Ia bergegas turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi.

Yuna melongo menatap suaminya yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, Yeriko keluar dari kamar mandi. Ia membuka lemari pakaiannya, mengenakan kaos oblong dan celana pendek.

Yuna mengernyitkan dahi melihat penampilan suaminya yang biasa saja. Sementara, ia sudah menyiapkan kemeja dan jas untuk suaminya pergi bekerja. “Nggak kerja?” tanyanya.

Yeriko menggelengkan kepala. Ia menghampiri Yuna yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi.

“Jalan yuk!” ajak Yeriko.

“Eh!?” Yuna melongo sambil menyuap potongan buah ke mulutnya.

“Ayo!” Yeriko menarik lengan Yuna.

“Ke mana?”

“Ke ... mana-mana.”

“Bentar. Aku ganti baju dulu.”

“Pake ini aja!” pinta Yeriko sambil menatap mini dress warna pastel yang dikenakan Yuna.

“Tapi ...”

“Mau jalan bareng aku atau nggak?” tanya Yeriko. “Ntar aku bawa cewek lain buat nemenin aku,” godanya.

“Iih ... awas aja kalo berani!” dengus Yuna sambil meraih ponsel di atas meja. Ia melingkarkan lengannya ke lengan Yeriko dan melangkah beriringan keluar dari kamar.

“Bi, hari ini nggak usah masak buat Yuna. Kami keluar sampai malam.” Yeriko menghampiri Bibi War yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah mereka.

Bibi War menganggukkan kepala.

Yeriko tersenyum, ia bergegas membawa Yuna masuk ke mobil dan melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumahnya.

Lima belas menit kemudian, mereka sudah sampai di salah satu mall yang terletak di jalan Dharmahusada, Surabaya.

Yuna tersenyum sambil menatap tulisan ‘Galaxy Mall’ yang ada di hadapannya. “Kamu ke sini bukan mau sidak kan?” bisik Yuna.

“Sidak apaan?” sahut Yeriko. “Nggak ada yang tahu kalau aku pemilik gedung ini selain managernya. Dia juga nggak akan lihat kita.” Yeriko menggenggam tangan Yuna dan mengajaknya masuk ke pusat perbelanjaan tersebut.

Yuna tersenyum. Ia merasa sangat bahagia karena Yeriko membawanya jalan-jalan. Membuatnya merasa, masih berpacaran dengan suaminya itu.

Mereka terus berkeliling, kemudian langkah mereka terhenti pada salah satu toko perlengkapan bayi. Yuna langsung mengajak Yeriko masuk untuk melihat-lihat.

“Iih … lucu-lucu!” seru Yuna sambil memerhatikan  beberapa mainan bayi.

“Ambil semua yang kamu mau!” perintah Yeriko.

Yuna mengangguk. “Kamu mau belikan apa buat anak kita?”

Yeriko mengedarkan pandangannya. Ia menghampiri mobil-mobilan yang ada di sudut ruangan. “Yang ini, gimana? Keren kan kalo anak kita jadi pembalap.”

Yuna tertawa kecil. “Keren, sih. Tapi bundanya nggak akan izinin anaknya jadi pembalap!” dengus Yuna sambil berbalik pergi.

“Eh!?” Yeriko melongo dan langsung mengejar langkah Yuna. “Kenapa anak kita nggak boleh jadi pembalap?”

“Kita belum tahu anak kita ini cowok atau cewek. Kalo cewek gimana? Mau kamu ajarin balapan? Walaupun cowok, aku juga nggak mau anakku ngelakuin hal berbahaya.”

Yeriko tersenyum kecil. “Ya udah, ini aja. Gimana?” tanya Yeriko sambil melihat kuda-kudaan yang terbuat dari kayu. “Ini bisa dipakai cewek atau cowok. Tempat duduknya juga nyaman.” Ia menepuk-nepuk kecil tempat duduk berbentuk kuda tersebut.

Yuna tersenyum sambil mengelus  kuda kayu tersebut. Ia mengangguk setuju.

“Mbak, bungkus yang ini satu!” perintah Yeriko pada pelayan yang berjaga.

Pelayan tersebut mengangguk dan langsung menyiapkan barang yang diinginkan oleh Yeriko.

“Kita bikin kamar anak di sebelah kamar kita aja. Mmh … kamu mau  yang mana?” tanya Yeriko sambil memilih tempat tidur untuk anaknya.

“Yang ini lucu.” Yuna menunjuk tempat tidur bayi berwarna pink.

“Lebih baik pilih yang warna netral aja!”

Yuna menganggukkan kepala. Mereka akhirnya sibuk memilih perlengkapan bayi untuk anaknya.

Yeriko langsung menelepon Angga untuk menjemput barang-barang yang mereka beli. Sebab, Yeriko masih ingin mengajak Yuna menonton film.

“Kamu mau nonton apa?” tanya Yeriko saat mereka memasuki pintu penjualan tiket bioskop.

“Mmh … apa ya?” Yuna mengetuk-ngetuk dagunya. “Yang terbaru apa?”

“Spiderman-Homecoming.”

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak suka.”

“Terus, mau nonton yang mana? Film lokal aja?”

Yuna memonyongkan bibirnya.

“Film horror mau nggak?”

Yuna menggelengkan kepala. “Aku bingung.”

Yeriko tersenyum kecil. “Yang ini mau?” tanya Yeriko sambil menunjuk poster yang menunjukkan wajah Pamela Bowie.

Yuna menggelengkan kepala.

“Terus?”

Yuna menimbang-nimbang sejenak. “King Arthur aja lah.”

Yeriko tersenyum kecil. “Kamu tunggu sini!” pinta Yeriko sambil meminta Yuna untuk duduk di salah satu sofa. Kemudian, ia masuk ke dalam antrian tiket.

Yuna terus tersenyum menatap tubuh suaminya yang menjulang tinggi, tampan dan sangat memesona. “Ya Tuhan … aku kok bisa dapet suami seganteng ini?” gumam Yuna dalam hati.

Yeriko berdiri dalam antrian sambil sesekali menoleh ke arah Yuna.

Yuna mulai mengerutkan bibirnya saat mendapati beberapa pasang mata wanita yang ada di sana tertuju pada suaminya. “Mereka nggak tahu kalau dia pria beristri?” batinnya kesal.

Beberapa menit kemudian, Yeriko sudah kembali menghampiri Yuna sambil membawa potongan tiket, minuman dan makanan ringan untuk mereka.

“Berapa menit lagi?” tanya Yuna.

“Dua puluh menit lagi,” jawab Yeriko sambil duduk di sebelah Yuna. Ia langsung menyandarkan kepalanya di pundak Yuna.

“Aku pikir, kamu bakal booking satu bioskop ini dan nggak perlu ngantri kayak gini.”

“Seharusnya aku ngelakuin itu. Lihat! Di tempat seramai ini, semua cowok pada ngelihatin kamu. Mereka nggak tahu apa kalo kamu sudah bersuami?”

Yuna tertawa kecil mendengar ucapan Yeriko. Ia tidak menyangka kalau mereka punya pemikiran yang sama.

“Kenapa ketawa?” tanya Yeriko.

“Nggak papa,” jawab Yuna. Ia mengelus kepala Yeriko sambil menyembunyikan bibirnya.

“Hmm … resiko punya istri cantik. Ke mana-mana, jadi pusat perhatian banyak orang,” celetuk Yeriko.

“Kamu sadar nggak kalo kamu juga begitu?”

“Eh!?” Yeriko langsung menatap wajah Yuna.

“Lihat!” Yuna menunjuk beberapa cewek dengan dagunya. “Kamu udah berhasil bikin mereka semua cemburu!” ucapnya terkekeh geli.

Yeriko tersenyum sambil mengecup pipi Yuna beberapa kali.

“Iih, jangan kayak anak kecil! Malu tahu!”

“Malu kenapa? Aku ini kan suami kamu.”

“Iya, iya.” Yuna menepuk-nepuk pipi Yeriko.

Beberapa menit kemudian. Mereka sudah duduk berdampingan di dalam theater dan menikmati film yang sedang diputar.

Usai menonton film, mereka kembali berjalan-jalan.

Yuna dan Yeriko duduk di salah satu kursi tempat pengunjung beristirahat sambil bercanda ceria. Pasangan serasi ini berhasil merebut perhatian seorang seniman lukis yang ada di tempat itu.

“Ay, lihat!” Yuna menunjuk hasil karya pelukis tersebut dari kejauhan. Ia langsung menarik lengan Yeriko, mengajaknya menghampiri pelukis tersebut.

“Mas, ini lukisan kami ya?” tanya Yuna tanpa basa-basi.

Pelukis itu mengangguk sambil tersenyum. “Saya tertarik dengan kebahagiaan yang terpancar dari wajah kalian.”

Yuna tersenyum. Ia mengeluarkan ponselnya. Memotret lukisan tersebut dan menggunakannya sebagai wallpaper.  “Bagus!”

Pelukis itu tersenyum. Ia ikut senang melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Yuna.

Yeriko merogoh dompet dari saku celananya. “Mas, ini kartu nama saya!” Ia menyodorkan kartu tersebut kepada pelukis itu. “Saya beli lukisan ini. Kirim ke alamat itu ya! Berapapun harganya, asisten saya akan mengurus pembayarannya.”

“Wah, terima kasih, Mas!” seru pelukis tersebut sambil menyalami tangan Yeriko.

Yeriko mengangguk. Ia merangkul pinggang Yuna dan mengajaknya pulang ke rumah kakeknya.

 

(( Bersambung ... ))

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas