“Yuna ... kamu nggak
keberatan kan sama semua yang udah aku lakukan ke kamu?”
Yuna tersenyum. Ia
menggelengkan kepalanya. “Aku selalu bahagia sama apa pun yang kamu lakukan.
Sekalipun, kamu mengurung aku di dalam kamar seharian.”
Yeriko tersenyum kecil.
“Kamu itu tawanan terindah yang aku punya sepanjang hidupku.”
“Emangnya ada tawanan lain
selain aku?”
Yeriko menggelengkan
kepala.
“Kenapa kamu bilang
terindah? Kalau terindah itu artinya lebih indah dari yang lain. Kalo nggak ada
yang lain, artinya nggak bisa dibilang ter-” Yuna tak dapat melanjutkan
kalimatnya saat bibirnya tiba-tiba disumbat oleh bibir Yeriko. Ah, ia merasa
suaminya sangat manis. Mungkin, memang jauh lebih indah berpacaran setelah
menikah. Ia tidak perlu menutupi dirinya dan membalas mencium Yeriko penuh
gairah.
Mereka berdua sangat
menikmati romansa yang menyembur dari hati mereka. Membuat bibir mereka tak
henti bertautan.
“Ehem ...!”
Deheman suara Chandra
menghentikan ciuman mereka.
“Ciyee ... udah nikah
masih aja romantis,” tutur Lutfi.
Yeriko tersenyum sambil
merangkul pundak Yuna.
“Kalian di sini juga?”
tanya Yuna.
“Kamu pikir, Yeriko bisa
bikin ini semua sendirian?” sahut Jheni.
Yuna tertawa menanggapi
ucapan Jheni. Ia langsung memeluk erat pinggang Yeriko.
“Kalian yang nyiapin ini
semua?” tanya Yuna.
Jheni menganggukkan
kepala. “Bukannya kamu pengen dilamar? Yeriko udah mewujudkan keinginan kamu,
Yun. Selamat ya!”
Yuna ingin sekali
menendang wajah Jheni saat itu juga. Ia malu karena ia sudah menikah dan masih
menginginkan hal konyol yang seharusnya tidak ia ucapkan.
“Kamu ini ... bener-bener
bikin aku malu!”
“Yaelah, ngapain malu.
Semua cewek juga pengen dilamar kayak gini kali.”
“Oh ... iya, iya.” Yuna
langsung tersenyum menatap Chandra. “Kamu kapan ngelamar Jheni?”
“Hahaha.” Lutfi tergelak
sambil menatap Chandra. “Cepetan lamar, Chan!”
“Gayamu, Lut. Kayak kamu
nggak-nggaknya aja.”
“Selow, Bro. Aku sama Icha
mah santai.” Lutfi merangkul pundak Icha sambil memainkan alisnya.
“Lutfi galau mau nikahin
yang mana. Ceweknya banyak banget! Hahaha.” Jheni tergelak.
“Fitnes kamu, Jhen!” sahut
Lutfi.
“Fitnah!” seru Jheni
kesal. “Aku lihat di gosip, kamu lagi deket sama artis selebgram yang rambutnya
blonde itu.”
“Astaga! Itu mah Icha juga
tahu. Cuma endorse villa doang.”
“Halah, modus!” sahut
Jheni.
Sementara Icha hanya
tertawa kecil. Ia sudah paham bagaimana sifat Lutfi. Jauh berbeda dengan
Chandra dan Yeriko. Walau usianya sudah menginjak angka dua puluh tujuh, tetap
saja masih kekanak-kanakkan.
“Udah, nggak usah
berantem!” pinta Yuna. “Aku laper.”
“Ayo makan!” seru Lutfi.
“Aku nyiapin buat Yuna,
bukan buat kamu!” sahut Yeriko.
“Kita nyiapin buat kamu.
Buat kita juga dong!” sahut Lutfi sambil terkekeh.
“Kalian!?” Yeriko
mendelik. “Aku minta meja makan yang romantis, berdua aja!”
“Ngalah sama yang masih
belum nikah!” sahut Lutfi. “Abis ini, kalian kan tetep bisa berduaan di kamar.
Sepuasmu, Yer!”
Yeriko
menggeleng-gelengkan kepala sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia
menoleh ke arah Yuna. “Sorry, semuanya jadi kacau kayak gini.”
Yuna tersenyum. “Nggak
kacau, kok. Aku malah seneng bisa makan bareng mereka. Jarang banget kan?”
“Nah, bener!” sahut Lutfi
sambil melenggang menuju meja makan. Yang lain, mengikuti langkahnya.
“Huu ... enak, nih!” seru
Lutfi sambil duduk di salah satu kursi.
Yang lain selalu tersenyum
melihat tingkah Lutfi. Mereka mulai menikmati makan malam bersama.
“Yer, ternyata kamu bisa
romantis juga,” tutur Lutfi dengan mulut penuh makanan.
Yeriko hanya tersenyum
kecil.
“Aku ngebayangin, pas kamu
nyodorin cincin ke Kakak Ipar, turun hujan deras. Hahaha. Kacau!” Lutfi
tergelak seorang diri.
“Senang banget lihat temen
menderita!” sahut Jheni.
“Emangnya, mindahin
restoran ke sini, idenya siapa?” tanya Yuna.
Semua orang langsung
menunjuk ke arah Jheni.
“Kamu memang te-ope
be-ge-te!” tutur Yuna sambil mengacungkan kedua jempolnya.
“Iya, dong!” sahut Jheni
bangga. “Kamu suka kan kejutan yang romantis?”
Yuna tersenyum menatap
Jheni.
“Yeriko bisa romantis
juga,” tutur Jheni.
“Emang Chandra nggak bisa
romantis?” tanya Yuna.
Jheni langsung tersenyum
sambil menatap Chandra yang duduk di sampingnya. “Bisa?”
Chandra menggaruk
tengkuknya yang tidak gatal.
“Huh, lemah!” sahut Lutfi.
“Emang kamu bisa?” tanya
Yuna.
“Gampang.” Ia memutar
badannya menatap Icha yang duduk di sampingnya. “Lihat ya! Abis ini giliran
kamu!” tuturnya sambil menatap Chandra.
Icha hanya tersenyum
melihat tingkah Lutfi.
Lutfi meraih kedua tangan
Icha. “Cha, di antara semua perempuan cantik yang aku kenal. Kamu bukanlah yang
tercantik. Tapi, kamu berhasil bikin aku jatuh cinta tanpa alasan. Bikin aku
takut setiap hari, takut kamu nggak ada lagi di sisiku. Bisakah kita terus
bersama?” Lutfi menatap mata Icha serius.
Icha menahan tawa dalam
hatinya. Ia tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Yes!” seru Lutfi sambil
mengepal tangannya. “Giliran kamu!” Ia langsung menunjuk wajah Chandra.
Jheni terus tersenyum
menatap Chandra. Ia tahu, Chandra tidak terlalu pandai berkata-kata. Terlebih,
ketika berhadapan dengannya yang lebih banyak bicara dan juga pandai merayu.
Chandra menarik napas
dalam-dalam dan memutar tubuhnya menatap Jheni. “Jhen ...!” panggilnya lirih.
“Mmh ...” Jheni tersenyum
sambil menatap Chandra.
Chandra menatap serius ke
arah Jheni. “Aku nggak bisa!” ucapnya sambil tertawa kecil. Ia malah salah
tingkah dan merasa geli dengan dirinya sendiri.
“Hahaha.” Lutfi tergelak
menatap wajah Chandra. “Kalian ini nggak pernah romantis apa?”
“Biasanya dia yang ...”
Chandra menghentikan ucapannya saat mata Jheni mendelik ke arahnya.
Lutfi dan yang lainnya
menahan tawa melihat hubungan Chandra dan Jheni.
“Dia keki, soalnya Jheni
lebih jago kalo ngegombal. Hahaha.” Yuna ikut tertawa.
Jheni tersenyum kecil.
“Dia nggak bisa ngegombal. Apalagi mau romantis-romantisan.”
“Tapi dia bisa nyium kamu
kan, Jhen?”
“Pertanyaan apa itu?”
dengus Jheni.
“Ya kali aja dia juga
nggak punya inisiatif buat nyium kamu duluan. Jadi, kamu terus yang agresif.”
Jheni mencebik ke arah
Lutfi.
“Idih, jangan-jangan
beneran!?”
“Emang kenapa? Masalah buat
lo!?” sahut Jheni kesal.
“Keenakan Chandra, dong!
Tinggal terlentang aja dan menerima semuanya.”
Chandra hanya tertawa
kecil menanggapi candaan Lutfi.
“Kamu ngiri ya?” dengus
Yuna sambil menatap Lutfi.
“Weh, nggaklah. Laki-laki
sejati harus punya inisiatif duluan!” sahutnya bangga.
“Halah, kamu berani
ngomong tok!” celetuk Chandra.
Lutfi tertawa kecil. “Oh,
jadi kamu nggak berani ngomong, langsung action aja?”
“Hahaha.”
“Lut, mereka udah dewasa.
Nggak kayak kamu yang masih kayak anak-anak!” sahut Yuna.
Lutfi langsung
membelalakkan matanya menatap Yuna. “Wah, meremehkan. Biar kelihatan masih anak-anak, aku udah bisa bikin anak.”
“Bikin dah!” sahut Yuna.
“Nanti lah, nikah dulu!”
“Ya udah, buruan nikah!”
“Iya. Nanti.”
“Hahaha. Lemah!”
Semua orang tertawa.
Mereka menikmati makan malam bersama sambil terus bercanda hingga larut malam.
Yuna terus tersenyum dalam
pelukan Yeriko. Mereka sangat bahagia menikmati kebersamaan dan kebahagiaan
bersama sahabat. Bagi mereka, Lutfi, Chandra, Jheni dan Icha sudah seperti
keluarga sendiri.
Usai makan malam, mereka
kembali ke rumah masing-masing penuh suka cita.
(( Bersambung ... ))

0 komentar:
Post a Comment