Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 274 : Lamaran untuk Yuna || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Tumben ngajak aku jalan ke taman malam-malam gini?” tanya Yuna sambil melangkahkan kakinya beriringan dengan kaki Yeriko.

 

“Bukannya aku sering ngajak kamu ke luar?”

 

Yuna meringis. “Kamu protective banget semenjak aku hamil. Aku pikir, nggak akan pernah keluar lihat bintang sampai anak ini lahir.”

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia menghentikan langkahnya dan menatap lekat wajah Yuna. “Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu dan anak kita. Makanya, aku mau … kamu tetep di rumah. Bukan berarti kamu nggak boleh keluar sama sekali. Aku percaya, kamu juga akan menjaga anak kita dengan baik.”

 

Yuna tersenyum sambil menatap wajah Yeriko yang begitu memesona saat cahaya rembulan menimpa wajahnya.

 

Yeriko tersenyum menatap mata Yuna yang ikut tersenyum, memancarkan cahaya keindahan yang langsung merasuk dalam hatinya tanpa ia sadari.

 

Tatapan Yuna langsung beralih pada anak-anak yang sedang bermain di taman tersebut.

 

Yeriko langsung memeluk tubuh Yuna. Ia takut kalau anak-anak yang berlarian bebas itu akan menabrak istrinya.

 

“Mereka lucu banget,” tutur Yuna sambil tersenyum.

 

“Anak kita juga pastinya lebih lucu.”

 

“Kayak aku ‘kan?” sahut Yuna sambil tersenyum lebar.

 

“Kayak ayahnya, dong!”

  

Yeriko tersenyum lebar. “Oh ya, aku nggak pernah lihat foto kamu waktu kecil. Jadi penasaran.”

 

Yuna meringis. “Nggak usah penasaran. Waktu kecil, aku jelek banget!”

 

“Oh ya? Jadi makin penasaran. Kamu simpan di mana foto masa kecil kamu?”

 

“Ada, deh.”

 

“Mau main rahasia-rahasiaan sama aku!?” dengus Yuna.

 

Yuna tersenyum kecil. “Fotonya ada di rumah lamanya ayah. Sekarang, rumah itu udah jadi milik orang lain. Kemungkinan, pemilik barunya sudah membuang semua barangku yang ada di sana.”

 

“Nggak ada sisa satu pun?”

 

“Ada beberapa. Aku simpan di …” Yuna menghentikan ucapannya dan menatap wajah Yeriko.

 

“Di mana?”

 

“Mmh …” Yuna menggenggam kedua tangan Yeriko sambil menatapnya. “Aku kasih tahu kalo kita udah sampe rumah. Tapi janji, jangan diolokin!”

 

“Aku jadi makin penasaran.”

 

Yuna terkekeh. “Kamu tahu kalau aku suka makan. Jadi, berat badanku waktu kecil … keluar dari garis timbangan.”

 

“Hahaha.”

 

“Tuh kan, diketawain!” dengus Yuna.

 

“Nggak, nggak. Aku nggak ketawa,” sahut Yeriko sambil menahan tawanya.

 

Yuna memonyongkan bibirnya.

 

Yeriko balik menggenggam tangan Yuna. “Aku mau ajak kamu ke suatu tempat, yuk!”

 

“Eh!? Ke mana?”

 

“Ke … mmh, kamu pasti suka.” Yeriko menarik lengan Yuna perlahan dan mengajaknya menuju mobil. Ia langsung melajukan mobilnya menuju gedung perkantoran miliknya.

“Ngapain ke sini malam-malam gini?” tanya Yuna sambil mengedarkan pandangannya. “Kamu mau lembur?”

Yeriko menganggukkan kepala.

Yuna mengernyitkan dahi. Bekerja di siang hari saja, Yeriko belum tentu mengajaknya ikut serta. Kenapa Yeriko harus membawanya masuk ke perusahaan di malam hari seperti ini.

Yeriko tersenyum melihat reaksi yang tersirat dari wajah Yuna. Ia membantu Yuna melepaskan safety belt-nya. Ia langsung mengajak Yuna masuk ke kantornya.

“Kok, nggak ada karyawan lain yang masuk lembur?” tanya Yuna melihat suasana kantor yang sangat sepi.

“Iya, aku cuma mau ambil berkas yang ketinggalan.” Yeriko terus menggandeng Yuna menaiki lift.

“Tumben. Nggak nyuruh Riyan?”

“Riyan udah aku kasih kerjaan lain.”

“Kamu nggak kasihan sama Riyan? Dia itu kerja siang malam. Nggak ada istirahatnya.”

“Aku udah bayar mahal. Kalo dia nggak sanggup, tinggal resign aja.”

“Jahat banget sih!?”

“Aku nggak jahat, Yun. Dunia kerja memang begitu. Nggak bisa kita maksain orang buat kerja sama kita terus.”

“Tapi, anak buah kamu kelihatannya cukup loyal.”

Yeriko tersenyum sambil memainkan alisnya. “Aku selalu mengusahakan turn-over di perusahaanku berada di bawah satu persen.”

“Hah!? Serius?”

Yeriko menganggukkan kepala.

“Bukannya kamu terkenal sebagai bos yang kejam?”

“Dalam dunia bisnis, aku harus bisa jadi orang yang ditakuti.”

Yuna tersenyum. Ia tidak tahu harus mengungkapkan kalimat apa yang cocok untuk mengagumi suaminya ini. Ia terus melangkah mengikuti suaminya masuk ke dalam ruang kerja yang berada di lantai paling atas.

Yeriko tersenyum sambil mengambil sebuah map di atas mejanya. Ia melirik Yuna yang ada di sampingnya. Yeriko meraih tangan Yuna dan mengajaknya segera keluar dari ruang kerjanya.

“Kok, ke sini?” tanya Yuna saat mereka sampai di atap gedung.

“Aku pengen lihat suasana malam di kota ini dari sini. Lihat!” tutur Yeriko sambil menatap pemandangan kota di bawah mereka.

“Ternyata, kota ini sudah seramai ini …!” seru Yuna.

Yeriko tersenyum. Ia memeluk Yuna dari belakang sembari meletakkan dagunya di salah satu bahu Yuna.

“Waktu di Melbourne, apa kehidupan kamu baik-baik aja?”

Yuna menganggukkan kepala. “Yah, walau harus belajar ekstra keras setiap hari. Tapi, aku merasa lebih nyaman saat bisa keluar dari rumah Bellina.”

Yeriko menghela napas. “Aku nggak bisa ngebayangin kamu selalu menjalani semuanya seorang diri. Mulai sekarang, kamu harus menceritakan semua yang kamu rasakan. Semua keinginan-keinginan kamu selama ini. Aku akan berusaha mewujudkannya.”

“Mmh …” Yuna memutar bola matanya. Tangannya menyentuh pipi Yeriko dengan lembut.

Yeriko tersenyum kecil. “Kamu tahu nggak ini malam apa?”

“Malam Kamis. Kenapa?” tanya Yuna balik.

“Nggak papa. Aku cuma mau, kamu selalu mengingat hari ini dan tempat ini.  Gedung ini milik kamu juga. Milik anak-anak kita kelak. Kalau suatu hari aku udah nggak ada, kamu harus mengingat dan menjaganya dengan baik.”

“Kamu ngomong apa sih!?” Yuna langsung berbalik dan menatap Yeriko dengan mata berkaca-kaca. “Jangan pernah ngomong kayak gitu lagi!” pintanya. Ia tak bisa menahan air matanya jatuh berderai.

Yeriko tersenyum. “Semua orang akan merasakan kehilangan. Hanya soal waktu aja. Aku harap, bisa melewati banyak hari bersamamu sampai tua nanti. Kalau memang aku yang duluan pergi, kamu harus melepaskanku dengan senyuman.”

Yuna memukuli dada Yeriko sambil menitikan air mata. “Aku nggak mau dengar!” serunya.

Yeriko tersenyum dan merengkuh Yuna ke dalam pelukannya. “Kamu harus dengerin aku!” perintahnya.

Yuna balas memeluk Yeriko erat, sangat erat. Ia tak ingin melepaskannya begitu saja. Ia sangat mencintai Yeriko dan tidak ingin pria itu meninggalkannya.

“Udah, jangan sedih cuma karena hal kayak gini. Aku punya sesuatu buat kamu.” Yeriko memutar tubuh Yuna membelakangi dirinya.

DUAR!

DUAR!

DUAR!

Tiba-tiba banyak kembang api bertebaran di hadapan mereka.

Yuna langsung tertawa bahagia melihat kejutan kecil yang diberikan Yeriko. Ia tak menyangka kalau suaminya itu bisa juga memberikan kejutan yang romantis.

“Ini hari apa sih? Bukan valentine, bukan tahun baru, kenapa kamu …” Yuna membalikkan tubuhnya menghadap Yeriko dan kembali tertegun. Lampu di tempat itu tiba-tiba menyala. Ia sendiri bahkan tidak menyadari kalau atap gedung kantor Yeriko bisa disulap seperti sebuah kafe.

Tirai hitam terbuka, memperlihatkan meja makan, beberapa pelayan dan pemain musik.

“Ini …?” Yuna tak mampu berkata-kata.

Yeriko tersenyum kecil. “Aku siapin ini semua buat kamu.”

Yuna tersenyum lebar. Ingin sekali ia melompat girang dan langsung memeluk Yeriko. Namun, niatnya itu terhenti saat Yeriko tiba-tiba menjatuhkan salah satu lututnya ke lantai.

“Ayuna, aku adalah pria terpayah di dunia ini. Menjadikanmu seorang istri tanpa mahar yang berarti. Menjadikanmu ibu dari anak-anakku dan merebut semua masa mudamu. Aku melakukan semua itu tanpa pernah bertanya … maukah kamu jadi satu-satunya wanita yang menemaniku dalam suka dan duka hingga aku menghembuskan napas terakhirku?” tanya Yeriko sembari menyodorkan sebuah cincin berlian ke hadapan Yuna.

Yuna menangis terharu. Saking bahagianya, air matanya berderai seiring senyuman yang mengembang di bibirnya.

Pikiran Yeriko kosong sesaat ketika melihat air mata Yuna. Ia tidak tahu jika yang ia lakukan adalah sebuah kesalahan dan membuat Yuna menangis. “Kenapa nangis?” tanyanya kemudian.

Yuna tertawa kecil sambil mengusap air matanya. “Aku nangis karena terlalu bahagia.”

Yeriko tersenyum. Ia menengadahkan satu telapak tangannya. Menunggu Yuna menyodorkan jemari tangannya.

Yuna tersenyum bahagia sembari menyodorkannya perlahan.

Yeriko memasangkan cicin tersebut ke jari manis Yuna. Ia menatap cincin yang sudah melingkar dengan manis di jari manis Yuna. Kini, ia mengerti bagaimana perasaan Yuna sekarang. Saking bahagianya, ia juga ingin meneteskan air mata.

Yeriko mengelus jemari tangan Yuna dengan ibu jarinya. Kemudian mencium punggung Yuna dengan lembut. “Yuna … seharusnya, aku melakukan ini sebelum aku menikahimu. Maaf, aku terlalu lancang. Memaksamu masuk menjadi bagian hidupku tanpa kompromi.”

Yuna tersenyum. Ia mengangkat bahu Yeriko agar segera bangkit. Yuna menatap mata Yeriko penuh cinta.

“Kenapa aku?” tanya Yuna.

Yeriko terdiam. Ia sendiri tidak mengerti kenapa takdir begitu cepat mempermainkan perasaannya.

“Kenapa aku yang kamu pilih sebagai istri? Bukannya ada banyak wanita yang jauh lebih cantik di luar sana dan jauh lebih baik dari aku? Ada banyak wanita kaya dan pandai di luar sana. Kenapa kamu …” Ucapan Yuna terhenti saat Yeriko menarik pinggang Yuna ke pelukannya.  Membuat wajah Yuna menghangat.

“Karena aku udah punya semuanya,” jawab Yeriko sambil menatap wajah Yuna yang hanya berjarak sepuluh senti dari hidungnya. “Aku udah punya tampang yang bagus, kekayaan dan nama yang cukup disegani. Aku nggak perlu mencari apa yang sudah aku miliki. Aku hanya perlu mencari satu orang yang membuat seluruh duniaku tiba-tiba berhenti. Dan orang itu kamu ...

Yuna menggigit bibir bawahnya sambil tersenyum lebar. Ia tak menyangka kalau Yeriko akan melamarnya seperti ini. Hingga memindahkan restoran ke atap gedung kantornya dan terus mengucapkan kalimat romantis yang tak bisa berhenti membuat hatinya melayang-layang.

 

(( Bersambung ... ))

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas