Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 273 : Rencana Lamaran

 


Yeriko tersenyum kecil sambil meletakkan ponsel di atas meja kerjanya. Gelak tawa suara Jheni dan Yuna berhasil membakar hatinya. Memang benar, ia tidak pernah mengajak Yuna berkencan bahkan melamarnya.

Yeriko mondar-mandir belasan kali di depan meja kerjanya. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat Yuna merasakan keindahan hari kencan mereka dan memberikan lamaran terbaik untuk Yuna.

“Kayaknya lebih mudah ngambil alih perusahaan daripada nyusun jadwal kencan. Hmm ...” Yeriko masih mondar-mandir di ruangannya.

“Kalau kencan ngapain aja sih? Nonton film, jalan-jalan, belanja, cari makanan enak ... terus, aku ngelamar dia harus gimana?” Yeriko menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Yeriko membuka laptop yang ada di atas meja kerjanya. Ia mencari referensi di internet agar lamarannya kali ini menjadi momen yang akan selalu mereka ingat seumur hidup.

“Gimana reaksi Yuna kalo aku ngelamar dia ya?” tanya Yeriko pada dirinya sendiri. “Sudah pasti diterima. Bukannya dia sudah jadi istriku? Mana mungkin lamaranku ditolak.”

Yeriko sibuk memikirkan rencananya sendiri. Kemudian, ia menelepon Chandra agar ia bisa memberikan kejutan yang tidak terlupakan untuk Yuna.

“Chan, ke sini sekarang!” perintah Yeriko.

Tanpa mendengarkan jawaban dari Chandra. Ia langsung mematikan panggilan teleponnya.

Beberapa menit kemudian, Chandra sudah masuk ke dalam ruangan dan langsung menghampiri Yeriko.

“Kenapa, Yer?” tanya Chandra.

“Bantu aku sebentar!” pintanya.

“Soal akuisisi brand yang waktu itu ...”

“Aargh, jangan ngomongin kerjaan dulu!” pinta Chandra.

Chandra mengernyitkan dahi. Yeriko pria yang sangat disiplin dalam pekerjaan. Jika ada hal lain yang dibahas selain pekerjaan di jam kerja, artinya ...

“Chan, kamu pacaran sama Jheni kan?”

“Nggak perlu aku jawab. Itu pertanyaan yang kamu sendiri sudah tahu jawabannya.”

Yeriko tertawa kecil menatap Chandra. “Ck, bantu aku!”

“Iya, ngapain? Aku mau meeting ini sama anak-anak.”

“Pending dulu meetingnya. Ini lebih penting!” sahut Yeriko.

“Apaan?”

“Biasanya, kalo kalian kencan, ke mana aja?”

Chandra menahan tawa. “Kamu mau bikin jadwal kencan? Kencan sama siapa?”

“Sama istriku.”

“Astaga! Kalian udah nikah. Ngapain pacaran lagi? Enakan juga di kamar tiap malam.”

Yeriko langsung melemparkan pena ke wajah Chandra. “Aku serius, Chan. Kamu pikir, hubunganku sama dia sebatas temen tidur doang!?”

Chandra tersenyum kecil. Ia langsung merebahkan tubuhnya di sofa. “Yer, nikah kan emang buat nyari temen tidur.”

“Nggak berguna banget ngomong sama kamu!” sahut Yeriko kesal.

“Hahaha. Bentar, aku telepon Jheni.”

“Kamu kan pacaran sama Jheni. Masa masih harus telepon dia lagi?”

“Cuma Jheni yang bener-bener tahu kesukaannya Yuna. Emangnya kamu tahu dia sukanya pergi ke mana?”

Yeriko berpikir sejenak. Ia manggut-manggut dan melangkah menghampiri Chandra. “Emangnya kesukaan Yuna sama Jheni beda?”

“Bisa beda, bisa sama.”

“Ya udah, cepet telepon Jheni!”

“Ini lagi telepon, Yer.”

Yeriko menunggu Jheni menjawab panggilan telepon dari Chandra.  “Loudspeaker!” perintahnya.

Chandra mengikuti perintah Yeriko.

“Halo ...!” sapa Jheni dari seberang sana.

“Jhen, kamu di mana?”

“Baru nyampe rumah,” jawab Jheni. Terdengar suara Yuna di balik suaranya.

“Suara siapa itu?”

“Yuna.”

“Oh. Dia lagi di rumah kamu?”

“Iya. Kenapa?

“Bisa bantu aku?”

“Bantu apa?”

“Katanya, Yeriko mau ngajak Yuna kencan.”

“Hah!? Serius?” tanya Jheni berbisik.

“Iya. Kapan sih aku main-main?”

“Hmm, terus?” Jheni langsung mengubah nada suaranya.

Chandra menoleh ke arah Yeriko yang duduk di hadapannya.

“Aku mau ngelamar dia. Bagusnya gimana?” tanya Yeriko tidak sabar.

Jheni menahan tawa. Ia menoleh ke arah Yuna yang sedang duduk bersantai di sofa. Ia tak menyangka kalau Yeriko akan memenuhi keinginan konyol Yuna itu. “Pria harusnya lebih tahu gimana memperlakukan wanitanya.”

“Iya. Dia paling suka apa?”

“Makan,” jawab Jheni singkat.

Yeriko sangat tidak puas dengan jawaban Jheni. Sepertinya, Jheni lebih berpihak kepada istrinya.

“Aku serius, Jhen,” sahut Yeriko.

“Aku juga serius. Bentar, aku keluar dulu!”

Beberapa saat kemudian, suara Jheni kembali terdengar.

“Yer, kamu beneran mau ngelamar Yuna?” tanya Jheni berbisik sambil melirik Angga yang menunggu Yuna di samping mobilnya.

“Beneran.”

“Hahaha. Dari tadi si Yuna murung terus. Katanya, kamu terlalu cuek dan nggak mungkin ngelamar dia secara resmi. Nggak nyangka, kamu gentleman juga ngadepin kekonyolan dia,” tutur Jheni.

“Kira-kira, dia suka lamaran yang gimana?” tanya Yeriko.

“Yer, semua cewek suka lamaran yang romantis. Pangeran kayak kamu masa masih bingung mau ngasih kejutan apa?”

“Aku serahin ke kamu sama Chandra.”

“What!?”

“Aku mau ngajak Yuna jalan-jalan dulu. Kalian atur tempatnya ya!” perintah Yeriko.

“Sekarang?”

“Iya.”

“Mendadak banget, Yer?”

“Aku nggak punya waktu buat main-main!” sahut Yeriko. “Jam delapan malam, semuanya udah siap!”

“Oke.” Jheni langsung memutus panggilan telepon dari Chandra.

Yeriko tersenyum sambil menatap Chandra. Ia memainkan kedua alisnya.

“Iya. Aku bantu!” tutur Chandra seolah mengerti maksud Yeriko tanpa Yeriko mengatakannya.

Yeriko tersenyum. “Kamu siapin cincinnya sekalian ya!”

“Bukannya kamu lagi pesen cincin di Swiss?”

“Itu cincin pernikahan!” sahut Yeriko kesal.

“Banyak banget ngasih cincin. Aku khawatir, jarinya Yuna nggak muat nerima banyak cincin.”

“Nggak usah bercanda!” sahut Yeriko. “Aku nggak mau perhitungan buat istriku sendiri. Ngomong-ngomong, kapan kamu mau ngelamar Jheni?”

Chandra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bergegas keluar dari ruangan Yeriko. “Aku siapin dulu semuanya. Waktu kami nggak terlalu banyak.”

“Hahaha.” Yeriko tergelak sambil menatap punggung Chandra yang beranjak pergi. “Jangan lama-lama, Chan! Keburu ada yang ngelamar dia duluan!” serunya sambil tertawa.

Yeriko terus tersenyum. Ia meminta Riyan untuk membantu Chandra dan Lutfi. Kemudian menelepon Angga agar tidak perlu menunggu Yuna karena dia yang akan menjemputnya. Setelah memastikan semuanya mulai berjalan sesuai rencananya. Ia bergegas melajukan mobilnya menuju rumah Jheni.

Sementara itu ... di rumahnya, Jheni sudah berpakaian rapi dan bersiap untuk pergi bersama Chandra.

“Jhen, kamu beneran mau tinggalin aku?” rengek Yuna. “Sekarang, pacar lebih penting dari sahabat?”

“Nggak usah rewel, Yun! Aku ada perlu penting banget bareng dia.”

Yuna memonyongkan bibirnya sambil berpangku tangan.

“Yeriko bentar lagi jemput kamu.”

“Ada Angga di depan. Dia nggak mungkin jemput aku.”

“Angga udah pulang.”

“Serius?”

“Lihat aja!”

Yuna langsung bergegas menuju pintu dan membukanya. Ia terpaku saat melihat Yeriko sudah berdiri di depan pintu.

Yeriko tersenyum. Namun, Yuna langsung berbalik sambil menyembunyikan wajahnya. Ia masih sangat malu dengan apa yang diucapkan Jheni pada Yeriko lewat telepon.

“Kamu kenapa?” tanya Yeriko sambil ikut melangkah masuk.

Jheni tersenyum kecil melihat tingkah Yuna. “Dia masih malu gara-gara pengen dilamar, tapi udah nikah duluan. Hahaha.”

Yeriko tersenyum kecil. “Pulang, yuk!” ajaknya lembut.

Yuna menggelengkan kepala.

“Aku nggak mau pulang,” ucapnya berbohong.

“Kamu mau di sini sendirian? Aku mau pergi, nih.” Jheni sudah bersiap untuk pergi.

Yuna menatap Jheni kesal. “Penghianat!” makinya.

Yeriko ikut tertawa kecil melihat tingkah Yuna. “Ayo pulang!” Ia langsung mengangkat tubuh Yuna dan menggendongnya keluar dari rumah Jheni.

Pipi Yuna menghangat. Ia tidak bisa menyembunyikan rona di wajahnya. Sebenarnya, ia selalu bahagia dengan perlakuan Yeriko, apa pun itu.

Yeriko tersenyum. Ia memasukkan tubuh Yuna ke dalam mobilnya. “Jadilah kucing yang penurut!” pintanya sambil mengecup bibir Yuna.

Yeriko ikut masuk ke mobil. Ia langsung mengajak Yuna jalan-jalan ke salah satu taman kota terdekat.

 

(( Bersambung ... ))

Kira-kira, lamarannya bakal berhasil nggak ya?

Baca bab selanjutnya ya...

Jangan lupa dukung terus cerita ini biar nggak turun Rank ya. I Love you so much.

 

Much love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas