Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 270 : Ingin Dimanja || a Romance Novel by Vella Nine

 


Setiap hari, Yuna menghabiskan waktunya di dalam rumah saat Yeriko tidak ada. Ia terus bersantai, bermain ponsel atau menonton televisi.

“Nyonya, ini cemilan untuk Nyonya!” Rini membawakan piring berisi potongan buah dan beberapa kudapan sehat.

“Makasih!” Yuna tersenyum manis. “Taruh di atas meja aja, Mbak!” perintah Yuna sambil terus mengganti channel televisi yang add di hadapannya.

“Nyonya, saya pijitin ya!” Sari langsung menghampiri Yuna.

“Eh!? Nggak usah!” Yuna langsung menarik kakinya begitu pelayan itu ingin memijatnya.

“Nyonya, hari ini aku belum melakukan apa-apa di rumah ini. Rini sudah bantu  Chef Rafa di dapur. Inah bantu Bibi War beres-beres. Sri udah sibuk di belakang nyuci dan nyetrika pakaian. Terus, Sari ngapain dong?”

Yuna tertawa kecil. Ia tak menyangka kalau pelayan keluarga Hadikusuma semuanya rajin. Mereka tidak suka bersantai-santai di dalam rumah.

“Duduk sini!” perintah Yuna sambil menepuk sofa di sisinya. “Temenin aku nonton!”

“Hah!?” Sari melongo. Ia tidak berani duduk bersama majikannya itu. “Sari duduk di sini aja.” Ia langsung duduk di sebelah kaki Yuna.

Yuna tersenyum. “Kamu sudah berapa lama kerja di keluarga Hadikusuma?” tanya Yuna sambil memainkan remote televisi di tangannya.

“Baru setahun, Nyonya.”

“Mmh ... aku nggak suka dipanggil Nyonya. Panggil nama aja gimana?”

“Nggak berani, Nyonya. Kalau Nyonya Besar tahu, saya bisa dipecat.”

Yuna terdiam sejenak. “Aku rasa, Mama Rully nggak sejahat itu.”

“Iya, Nyonya. Nyonya Besar sangat baik. Kami tidak ada yang berani lancang sebagai pelayan. Kata Bibi War, satu saja pelayan yang berani lancang sama majikan, itu akan membuat kekacauan di keluarga ini dan akan diberhentikan.”

“Tapi, Bibi War nggak manggil aku Nyonya. Kenapa yang lain harus manggil aku Nyonya Muda?”

“Nyonya, kami boleh manggil yang lain, tapi tidak boleh lancang manggil nama.”

“Oh, gitu? Ya udah, panggil Mbak Yuna aja bisa kan? Kayak Bibi War.”

Sari menganggukkan kepala.

“Oh ya, umur kamu berapa?” tanya Yuna melihat Sari yang begitu muda.

“Dua puluh lima, Mbak.”

“Udah nikah?”

Sari menganggukkan kepala. “Saya sudah punya anak satu di kampung.”

“Oh ya? Anak kamu umur berapa?”

“Sudah lima tahun.”

“Wah, pasti lagi lucu-lucunya. Kapan-kapan, ajak dia ke sini ya!” pinta Yuna.

“Jauh, Mbak.”

“Kamu nggak kangen sama anak kamu?”

“Kangen, Mbak. Setiap dua minggu sekali, Nyonya Besar kasih saya cuti, pulang lihat anak dan keluarga.”

“Oh.” Yuna mengangguk-anggukkan kepala. “Eh, kamu suka nonton televisi nggak?”

“Kadang-kadang, Mbak.”

“Yang bagus acara apa, ya? Aku bosan nonton sinetron, gosip, berita ...” Yuna menghentikan tangannya menekan tombol remote. Ia melihat berita tentang seorang dokter yang ditemukan di desa terpencil dalam keadaan gila.

“Hah!? Dokter bisa gila?” Sari ikut memberikan komentarnya.

“Bisa jadi. Setiap orang punya masalah. Bahkan presiden sekalipun, kalau nggak kuat menghadapi masalah hidup. Bisa aja gila.”

“Oh, begitu tho?” Sari manggut-manggut tanda mengerti.

“Eh, bentar-bentar ...” Yuna mengamati wajah dokter tersebut dengan seksama.

“Kenapa, Mbak?”

“Ini dokter kayak nggak asing,” jawab Yuna tanpa mengalihkan pandangannya pada layar televisi.

Sari tidak berani memberikan banyak argumen karena ada banyak hal yang tidak ia ketahui.

“Nah, bener dugaanku!” seru Yuna setelah ia mencari tahu profil dokter tersebut di internet. “Ini dokter yang ngoperasi Bellina.” Ia mengetuk-ngetuk dagunya.

Isi kepala Yuna tiba-tiba dipenuhi banyak pertanyaan tentang dokter tersebut dan hubungannya dengan Bellina. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menunggu suaminya pulang untuk menanyakan masalah ini.

Sari terus mengikuti langkah Yuna yang sudah mondar-mandir selama belasan kali.

 

BUG!!!

Yuna langsung menghentikan langkahnya saat ia bertabrakan dengan Sari. “Aduh, Sari! Kamu nggak usah ikutin aku terus!” seru Yuna kesal.

Sari hanya terdiam sambil menundukkan kepala.

Yuna mengerutkan hidung sambil melipat kedua tangan di dadanya. Ia kembali duduk di sofa sambil melirik Sari yang masih berdiri di sebelahnya. “Kamu bantu Bibi War aja di dapur!” perintah Yuna.

“Tapi ...”

“Nggak ada tapi-tapian. Aku masih di dalam rumah ini. Nggak ke mana-mana. Nggak perlu dijagain, Sari!”

Sari mengangguk. Ia segera melangkahkan kakinya menuju dapur.

“Iih ... nggak enak banget, sih. Apa-apa harus dijagain. Aku udah kayak anak bayi yang dirawat sama empat baby sitter. Eh, bukan empat. Lima! Enam! Delapan ... Aargh ...!” Yuna menghentak-hentakkan kakinya di lantai sambil menyandarkan kepala ke bahu sofa.

Yuna menghentikkan rengekkannya saat mendengar suara mobil masuk ke halaman rumahnya. Ia langsung bangkit dan tersenyum bahagia melihat mobil Yeriko. Buru-buru, ia melangkahkan kakinya ke luar rumah dan menghampiri Yeriko.

Yeriko langsung membentangkan kedua tangannya begitu melihat Yuna menghampirinya.

Yuna tertawa bahagia dan langsung memeluk tubuh Yeriko.

“Kangen?” tanya Yeriko sambil mengecup ujung kepala Yuna.

Yuna menganggukkan kepala. “Banget,” sahutnya sambil menengadahkan kepalanya menatap Yeriko.

Yeriko tersenyum, ia mengecup bibir mungil Yuna dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Riyan tersenyum sambil mengikuti langkah bosnya masuk ke dalam rumah. Ia langsung menuju ruang kerja Yeriko seperti biasanya. Sementara, Yeriko dan Yuna langsung masuk ke kamar mereka.

“Hari ini nggak keluar?” tanya Yeriko sambil melepas jasnya.

Yuna menggelengkan kepala. Ia membantu Yeriko melepas kancing kemejanya.

“Oh ya, aku punya hadiah buat kamu.”

“Hadiah apa?”

Yeriko merogoh ponsel di saku celananya. Ia menyalakan ponsel tersebut dan mengirimkan sesuatu untuk Yuna. “Udah aku kirim.”

“Apa sih? Sms banking?” tanya Yuna sambil tertawa kecil. Ia melangkah menuju meja kecil yang ada di samping tempat tidur dan meraih ponsel di atasnya.

“Hmm ... istriku udah mulai mata duitan?”

Yuna tertawa kecil. “Dari dulu aku mata duitan. Kalo nggak, aku nggak bakal cari kerja. Sekarang, aku nggak punya gaji. Cuma mengandalkan uang suamiku aja.”

Yeriko tersenyum kecil. Ia melangkah mendekati Yuna dan memeluknya dari belakang. “Aku kerja buat kamu, buat dia juga.” Ia mengelus lembut perut Yuna. “Jadi, jangan sungkan buat ngabisin uang yang aku kasih!” bisik Yeriko sambil mengayun-ayunkan tubuhnya.

Yuna tersenyum bahagia mendengar ucapan Yeriko. Ia kini mulai menikmati hidupnya bersama Yeriko. Setiap hari, bermanja-manja dengan suami tercintanya itu. Ia membuka pesan yang dikirimkan Yeriko.

“Ini apa?” tanya Yuna.

“Buka!” pinta Yeriko berbisik.

Yuna langsung membuka mulut dan matanya lebar-lebar begitu mendengarkan rekaman yang dikirim Yeriko. “Ini serius?”

Yeriko menganggukkan kepala.

“Aku nggak nyangka kalau Bellina memang ada hubungannya sama dokter  Heru.”

Yeriko tersenyum. Ia sudah merencanakan dan mengendalikan semuanya dengan baik. “Besok, kamu temui Bellina!” pinta Yeriko.

“Eh!? Buat apa?”

“Kamu tunjukkin rekaman itu ke dia.”

“Maksud kamu?”

“Ikuti aja kata-kataku, nggak usah banyak tanya!” pinta Yeriko.

“Kamu mau laporin dia ke polisi?”

Yeriko tersenyum kecil. “Ada hal yang lebih menyenangkan lagi daripada ngelaporin dia ke polisi.”

“Oh ya? Apa itu?”

“Aku kasih tahu kamu kalau kamu udah serahin rekaman itu ke Bellina.”

“He-em. Terus?”

“Apanya yang terus?”

“Abis itu, aku harus gimana lagi?”

“Setelahnya, aku yang urus!”

“Nggak membahayakan dia, kan?”

“Semua tergantung dia sendiri.”

“Maksud kamu? Mau bikin Bellina depresi kayak Amara?”

Yeriko tersenyum kecil.

“Aku nggak setuju kalau kamu sampai bikin dia kayak gitu. Aku tahu kalau Bellina jahat sama aku. Aku nggak pernah balas dia bukan karena aku nggak bisa atau aku ngerasa berhutang budi sama keluarganya dia. Tapi, karena aku masih menganggap mereka keluargaku. Biar gimana pun, Bellina sama aku masih ada hubungan darah. Aku ...” Yuna menghentikan ucapannya saat Yeriko tiba-tiba mencium bibirnya.

“Kenapa tiba-tiba nyium aku?”

“Cuma ini cara yang paling ampuh buat nyumbat mulut kamu yang kebanyakan ngomong,” jawab Yeriko sambil tersenyum.

Yuna tersenyum kecil. “Kamu bener-bener nggak suka kalo aku cerewet?”

“Suka.”

“Kenapa aku lagi ngomong panjang lebar malah kamu sumbat?”

Yeriko tersenyum kecil. “Lebih suka kamu diam dan melayani aku dengan baik.”

“Bukannya kita masih belum boleh ...?”

“Aku tahu. Aku cuma mau kayak gini.” Yeriko mengeratkan pelukannya.

Yuna tersenyum sambil mengusap pipi Yeriko. Ia merasa mendapatkan keberuntungan bertubi-tubi semenjak ia menikah dengan Yeriko. Kini, ia tidak menghadapi masalahnya sendiri. Ada Yeriko yang selalu membuatnya bahagia, tenang dan nyaman. Membuatnya lupa bahwa selama ini ia tenggelam dalam penderitaan.

“Setiap masalah, mengajarkan aku untuk menjadi lebih kuat lagi, lebih dewasa lagi. Tapi, kehadiranmu membuat aku selalu ingin dimanja,” batin Yuna dalam hati.

Yeriko tak kalah bahagia mendapatkan istri yang begitu baik, sederhana dan selalu menghadapi masalah dengan keberanian. Baginya, tidak ada yang bisa membuatnya lebih bahagia lagi selain memeluknya erat-erat.

 

(( Bersambung ))

 

Semoga bahagia terus Mr. & Ms. Ye

Bisa melewati ujian rumah tangga dan semakin kuat cintanya. Selalu jadi Hero untuk Yuna.


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas