“Yuna ...!” Suara Rullyta menggema di seluruh ruangan.
Yuna yang sedang bersantai di halaman belakang, langsung
bangkit dan menghampiri Rullyta. “Pagi, Ma!” Ia menyalami dan mencium tangan
Rullyta dengan hormat.
Rullyta tersenyum menatap Yuna. Ia merasa sangat bahagia
mendengar kabar kalau Yuna sudah mengandung.
“Mama dari rumah? Tumben pagi-pagi gini udah ...” Ucapan
Yuna terhenti saat melihat dua orang pria dan beberapa pelayan tiba-tiba masuk
dan berdiri di belakang Rullyta.
“Ini ada apa, Ma?” Yuna kebingungan sambil menatap banyak
orang yang ada di belakang mamanya.
“Yun, kamu kan lagi hamil. Mama siapin mereka buat kamu.”
“Eh!?” Yuna masih tidak mengerti maksud mama mertuanya.
Rullyta tersenyum, ia menatap salah seorang pria yang
memakai baju koki. “Ini, namanya Chef Rafa, dia yang akan memasakkan khusus
buat kamu setiap hari.”
“Ini ...” Rullyta tersenyum sambil menatap pria yang
berdiri di sebelah Chef Rafa. “Namanya Mas
Nanda. Dia ahli gizi, yang akan mengatur asupan nutrisi kamu selama kehamilan.”
Yuna melebarkan kelopak matanya. Ia tidak menyangka kalau
mama mertuanya begitu memperhatikan kehamilannya begitu detail.
“Mereka pelayan yang akan melayani kamu di rumah ini.”
Rullyta menatap empat pelayan yang berjejar di belakang Chef Rafa. “Namanya
Sari, Inah, Sri dan Rini.”
“Yang ini, kamu sudah kenal.” Rullyta menepuk bahu Angga,
supir pribadinya. “Mama percayakan kamu sama Angga. Dia yang akan mengantar
kamu ke mana pun kamu pergi.”
Yuna melongo. Ada begitu banyak orang yang akan melayaninya
di rumah ini. Sedangkan ia sendiri, tidak punya banyak kegiatan di rumah. “Ma,
udah ada Bibi War. Kayaknya, aku nggak perlu pelayan lagi. Aku masih bisa
ngerjain semuanya sendiri.”
“Nggak bisa!” sahut Rullyta. “Kamu nggak boleh banyak
beraktivitas. Mereka akan melayani semua kebutuhan kamu di rumah ini.”
Yuna meringis. Ia terpaksa menganggukkan kepala. Ia tak
bisa membantah keinginan mama mertuanya. Menjadi menantu kesayangan keluarga
Hadikusuma ternyata tidak mudah. Ia bukan lagi gadis yang bisa hidup bebas
untuk melakukan apa pun yang ia sukai.
“Bibi ...!” teriak Rullyta.
Bibi War langsung muncul dari dapur dan menghampiri
Rullyta. “Ada apa, Bu?”
“Mereka sudah saya bawa ke sini. Bibi yang atur tugas-tugas
mereka!” perintah Rullyta.
“Baik, Bu!” Bibi War mengangguk, ia langsung mengajak empat
pelayan tersebut ke belakang untuk mengatur pekerjaan mereka.
Sementara, Rafa dan Nanda mulai berdiskusi untuk membuat
menu yang baik dan sehat. Mereka akan memberikan nutrisi yang baik untuk masa
kehamilan Yuna.
“Ma, apa ini nggak berlebihan?” tanya Yuna. Ia merasa
kurang nyaman karena semua kehidupannya dilayani. Ia tidak bisa membayangkan
bagaimana harus menjalani hari-harinya dengan empat orang pelayan.
“Yun, Bibi War itu sudah semakin tua. Dia ngerawat Yeriko
sejak Yeriko masih kecil. Apa kamu tega membiarkan Bibi War mengerjakan semua
pekerjaan rumah sendirian?”
“Tapi ...”
“Nggak ada tapi-tapian! Kalo kamu nggak mau nerima mereka,
nggak usah anggap Mama lagi!” ancam Rullyta. Ia memasang wajah kesal untuk
membuat Yuna menerima pemberiannya.
“Iih ... nggak gitu, Mak. Oke, oke. Aku terima mereka
semua. Jangan marah!” pinta Yuna sambil menggoyang-goyangkan lengan Rullyta.
Rullyta tersenyum sambil menatap wajah Yuna. “Gitu dong,
manis!” Ia mencubit pipi Yuna.
“Makasih ya, Ma!” tutur Yuna sambil tersenyum.
“Mama akan memberikan yang terbaik buat calon cucu Mama.
Jadi, kamu juga harus menerima dan menjaga anak ini dengan baik.” Rullyta
tersenyum sambil mengelus perut Yuna yang masih mungil.
Yuna tersenyum.
“Oh ya, Mama bawa hadiah buat kamu.” Rullyta memberikan
satu buah paper bag ke hadapan Yuna.
“Apa ini, Ma?”
“Buka!”
Yuna membuka membuka paper bag itu perlahan. Ia tersenyum
melihat satu set pakaian hangat yang ada di dalam paper bag tersebut.
“Suka?” tanya Rullyta saat melihat wajah Yuna begitu
sumringah.
Yuna menganggukkan kepala sambil tersenyum lebar. “Suka
banget!”
Rullyta tersenyum. Ia sangat bahagia melihat Yuna yang
sudah seperti anaknya sendiri. Andai ia memiliki anak perempuan, mungkin akan
secantik Yuna. Setiap ia bepergian, bisa memberikan hadiah lucu untuk anaknya.
Yuna bangkit dari tempat duduknya. “Mama mau minum apa?”
tanya Yuna.
“Duduk aja!” perintah Rullyta.
“Tapi, Ma ...”
“Bibi War sebentar lagi datang bawakan Mama minum. Kamu
duduk aja! Kandungan kamu masih muda, jangan banyak bergerak!”
Yuna menggigit bibir dan kembali duduk di sebelah Rullyta.
“Oh ya, undangan udah Mama cetak.” Rullyta mengambil
selembar undangan dari dalam tasnya dan menunjukkan kepada Yuna. “Bagus nggak?”
Yuna tersenyum. “Bagus banget!” Ia mengamati undangan
pernikahan yang dilapisi kain tile bermotif batik warna emas. Pita warna
mustard yang mengikat di tengahnya membuat undangan tersebut terlihat sangat
mewah.
“Boleh aku buka?” tanya Yuna sambil tersenyum.
“Boleh, dong!”
Yuna tersenyum. Ia menarik ujung pita dan mengeluarkan
undangan berwarna dark brown itu dari balutan tile. Ia tersenyum sambil
menyentuh tulisan nama Yeriko dan Yuna berwarna silver yang dicetak emboss atau
timbul.
“Ini bagus banget, Ma!” seru Yuna. “Aku ambil satu, boleh?”
“Boleh. Mau kamu simpan?”
Yuna menganggukkan kepala. “Mau aku bingkai, buat
kenang-kenangan.”
Rullyta tersenyum kecil menatap Yuna. Tak berapa lama, Bibi
War menghampiri mereka sambil membawakan minuman dan beberapa cemilan.
“Makasih, Bi!” Yuna tersenyum senang ke arah Bibi War.
Bibi War mengangguk sambil tersenyum.
Rullyta juga ikut tersenyum. “Bi, Bibi harus jaga Yuna
baik-baik ya!” pintanya.
“Siap, Bu!”
“Oh ya, Mama denger dari Yeri, kamu udah berhenti kerja?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Bagus, deh. Lebih baik kamu di rumah. Fokus dengan
kehamilan kamu.”
Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia sangat berharap kalau
mama mertuanya tidak mengetahui perseteruannya dengan Bellina. Selama Mama
Rullyta tidak mempertanyakannya, ia tidak perlu mengatakan hal tersebut.
“Mama heran, kenapa keluarga Wijaya dan keluarga kamu itu
nggak ada berhentinya gangguin kamu terus.”
“Eh!? Mama tahu kalau ...”
“Jelas aja Mama tahu. Yeriko selalu cerita ke Mama.”
Yuna menggigit bibirnya.
“Kamu nggak mau kasih mereka pelajaran?”
Yuna menggeleng sambil tersenyum.
“Kenapa?”
“Aku nggak perlu jadi seperti mereka. Aku masih berharap,
Bellina bisa berubah. Walau gimana pun, mereka tetap keluarga aku, Ma.”
Rullyta tersenyum bangga menatap wajah Yuna. Ia tidak tahu
bagaimana Yeriko bisa mendapatkan seorang istri yang hatinya begitu baik.
“Yun, kamu terlalu berbesar hati sama mereka. Mereka masih
aja jahat sama kamu. Mama bener-bener nggak bisa membayangkan gimana kehidupan
kamu saat masih tinggal sama mereka.”
Yuna tersenyum menatap Rullyta. “Aku baik-baik aja, Ma. Aku
udah terbiasa dengan perlakuan mereka. Paman Tarudi selalu baik sama aku.
Sebenarnya, dia bukan orang yang jahat. Hanya saja, pengaruh Tante Melan
terlalu menguasai dia dan paman nggak pernah berani melawan tante.”
“Melan itu dari keluarga mana ya?” tanya Rullyta.
Yuna menggelengkan kepala.
“Sepertinya, Mama harus cari tahu latar belakang keluarga
dia.”
“Buat apa, Ma?”
Rullyta terdiam sambil menatap Yuna. Kemudian ia tersenyum
manis. “Nggak papa. Cuma pengen tahu aja.” Ia tidak bisa mengatakan banyak hal
kepada Yuna. Bagaimanapun, ia harus tetap menjaga suasana hati Yuna agar janin
di perutnya tetap sehat. Ia lebih memilih mengajak Yuna membicarakan banyak hal
tentang persiapan pernikahan mereka.
(( Bersambung ... ))
Asyik ya punya mama mertua yang super duper perhatian?
Terima kasih sudah baca terus sampai di sini. Mohon dukungannya dengan cara
kasih Star atau review ya.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment