“Uch, akhirnya ... kesampaian juga!” seru Yuna saat melihat
telur lele goreng yang sudah terhidang di atas meja. Ia langsung mengendus
aroma yang sudah ia idam-idamkan sejak beberapa hari lalu.
“Kakak Ipar, kalo sampe nggak dihabisin itu telur lele. Aku
nangis sampe pagi!” ancam Lutfi.
“Eh!? Kenapa?” Yuna melongo menatap Lutfi.
“Kita udah ikut susah payah nyari ini telur lele. Kalo
sampe nggak dihabisin, seriusan aku bakal nangis.”
Yuna tertawa kecil. “Jadi pengen lihat kalo kamu nangis.”
“Wah ... ngece!” dengus Lutfi. Ia, Chandra dan Riyan
bergabung ke meja makan untuk menikmati makan malam bersama Yuna dan Yeriko.
“Bi, Bibi cantik banget. Masakan Bibi pasti enak!” puji
Lutfi sambil menatap Bibi War yang sedang menyiapkan hidangan ke atas meja
makan.
“Halah, kamu ini muji Bibi kalo ada maunya aja,” sahut Bibi
War.
“Hihihi.” Lutfi terkekeh geli. “Udah lama aku nggak makan
masakan Bibi, nih.”
“Sekarang kan sudah punya pacar. Pasti udah dimasakin terus
sama pacarnya, kan?” goda Bibi War.
“Ah, Bibi bisa aja.” Lutfi menyembunyikan wajahnya.
Yuna dan Yeriko ikut tertawa melihat tingkah Lutfi.
“Yer, kapan kamu ganti dekorasi rumah ini?” tanya Chandra.
“Hari ini.”
Chandra mengedarkan pandangannya sambil
mengangguk-anggukkan kepala.
“Kenapa?” tanya Yeriko sambil menatap Chandra.
“Bagus. Aman buat Yuna.”
Yeriko tersenyum kecil. “Yuna lagi hamil, aku harus
pastikan rumah ini aman buat dia bergerak.”
Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Makasih!”
Yeriko tersenyum kecil menanggapi ucapan Yuna. “Makan yang
banyak!”
“Kamu sendiri nggak makan?” tanya Chandra.
Yeriko menggelengkan kepala.
Mereka menikmati makan malam bersama sambil bercanda.
Usai makan, Yeriko menggendong Yuna naik ke kamarnya. Hal
ini, membuat tiga pria single yang melihatnya sangat iri.
“Istirahat ya!” pinta Yeriko lembut sambil membaringkan
Yuna ke atas kasur.
Yuna mengangguk sambil tersenyum.
“Aku temenin mereka ngobrol. Kamu nggak usah tungguin aku.
Tidur duluan aja!”
Yuna mengangguk lagi.
Yeriko tersenyum. Ia mengecup bibir Yuna dan bergegas
keluar dari kamar. Ia menghampiri Lutfi dan yang lainnya yang sedang
bercengkerama di halaman belakang rumahnya.
“Yer, rumahmu enak banget sekarang. Di mana-mana ada bantal
sama karpet bulu,” tutur Chandra sambil menunjuk Riyan dengan dagunya.
Riyan menelungkupkan tubuhnya di atas karpet bulu sambil
bermain ponsel.
Yeriko tertawa kecil. Ia duduk santai di sebelah Riyan.
“Aku harus jagain anakku. Nggak boleh sampai ada hal-hal yang berbahaya buat
Yuna. Kalau kayak gini, dia bisa nyaman di mana aja tanpa harus naik turun
tangga.”
Lutfi menggeleng-gelengkan kepala. “Nggak nyangka, orang
yang nggak pernah jatuh cinta, sekali jatuh cinta langsung berubah tiga ratus
enam puluh derajat.”
“Balik lagi, goblok!” sahut Chandra.
“Hahaha. Asal nggak balik lagi sama mantan!” dengus Lutfi.
Chandra tersenyum kecil menanggapi ucapan Lutfi.
“Chan, Amara sama Jheni, enak yang mana?”
“Enak apanya?” tanya Chandra.
“Masakannya, Chan. Kamu kira enak apanya? Hahaha.”
“Pertanyaanmu ambigu banget,” celetuk Chandra.
Lutfi menahan tawa. “Otakmu aja yang ngeres!” sahutnya.
Yeriko tertawa kecil menanggapi candaan sahabatnya. Ia
menoleh ke arah Riyan yang berbaring di sebelahnya. “Yan ...!” panggilnya.
“Eh, iya, Pak Bos!” Riyan langsung bangkit dan duduk di
sebelah Yeriko.
“Gimana penyelidikan Bellina?”
“Besok aku tanya lagi ke anggota, Pak Bos.”
“Kenapa lagi Mak Lampir itu? Bikin masalah lagi?” tanya
Lutfi.
Yeriko mengangguk. “Dia bilang kalo Yuna yang dorong dia
dari tangga.”
“Kamu percaya?” tanya Chandra.
Yeriko menggelengkan kepala. Ia menyulut batang rokok dan
menghisapnya perlahan.
“Nggak mungkin Kakak Ipar ngelakuin itu. Bunuh nyamuk aja
dia nggak berani. Apalagi sampe nyelakain orang lain,” sahut Lutfi.
“Aku tahu, makanya aku suruh Riyan selidiki ini. Karena ada
yang aneh. Mereka ngancam mau laporin Yuna ke polisi. Tapi, sampe sekarang aku
tungguin nggak ada dilaporin juga. Mereka pasti gak punya keberanian karena
salahnya di mereka.”
“Bunuh aja orang kayak gitu!” sahut Lutfi.
Yeriko tertawa kecil. “Terus, kamu suruh aku masuk penjara?
Anakku aja belum lahir.”
“Banyak pembunuh bayaran,” sahut Lutfi kesal.
“Idemu sama sekali nggak berkelas,” gumam Yeriko. “Kamu
suruh aku jadi pembunuh?” tanya Yeriko sambil menggaruk kepalanya yang tidak
gatal.
“Kayak biasanya aja,” sahut Chandra.
“Chan, dia itu sepupunya Yuna. Masih ada hubungan darah.
Aku nggak tahu kenapa mereka benci banget sama Yuna. Kemungkinan besar karena
kasus sebelas tahun yang lalu. Kalo aku ngancurin mereka terang-terangan, yang
ada Bellina makin benci sama Yuna. Yuna pasti marah kalo aku bertindak
sembarangan ke keluarga dia. Kamu tahu sendiri istriku itu baiknya minta ampun.
Pusing aku!” keluh Yeriko.
“Kenapa juga Kakak Ipar masih baik sama keluarga berengsek
itu?”
“Kalo dibilang baik, nggak juga sih. Dia sebenarnya nggak
mau berhubungan sama keluarga itu lagi. Tapi, dia tetep merasa berhutang budi
karena pamannya udah ngerawat dia.”
“Ngerawat apaan? Nyiksa iya,” sahut Lutfi.
Yeriko menatap Lutfi dan Chandra. “Kalian ada rencana yang
bagus atau nggak?” tanya Yeriko.
Chandra dan Lutfi saling pandang.
“Buat rencana jangka panjang. Kasih mereka pelajaran
pelan-pelan. Aku nggak mau mengakhiri mereka dengan mudah. Aku mau menikmati
penderitaan mereka secara perlahan.”
Chandra dan Lutfi saling pandang dan tersenyum bersama. Di
kepala mereka, sudah ada ide jahat dan akan membantu Yeriko mendapatkan
keinginannya.
“Yan, kabar Pak Adjie gimana?” tanya Yeriko sambil menoleh
ke arah Riyan.
“Sudah mulai membaik, Pak. Mmh ... mmh ...”
“Kenapa?” Yeriko langsung menatap tajam ke arah Riyan.
“Beberapa hari yang lalu, Pak Adjie kembali tidak sadarkan
diri.”
“Kenapa? Nggak kritis kan?”
Riyan menggelengkan kepala. “Sepertinya, ada yang sengaja
membuat Pak Adjie terus tertidur selama ini.”
“What!?” Lutfi membelalakkan matanya. “Kenapa bisa begitu?”
Yeriko menggelengkan kepala.
“Yer, aku jadi penasaran sama latar belakang keluarga Yuna.
Kenapa ayah sama anak jadi incaran orang jahat? Jangan-jangan ... ada rahasia
besar di balik ini semua.”
Yeriko mulai memikirkan ucapan Lutfi. Ia benar-benar tidak
tahu dengan masa lalu keluarga Yuna yang sebenarnya. Bahkan Yuna sendiri tidak
begitu mengetahui kebenaran tentang ayahnya.
“Yan, kamu minta ajudan ke kakek. Suruh jagain ruang
perawatan Pak Adjie. Jangan sampai kita kecolongan lagi!” perintah Yeriko.
“Baik, Pak Bos!” Riyan menganggukkan kepala.
Yeriko tersenyum kecil. “Chan, gimana hubungan kamu sama
Jheni? Nggak mau lebih serius?”
Chandra terdiam sejenak.
“Kenapa?” Lutfi ikut penasaran melihat raut wajah Chandra.
“Ternyata, mereka bukan orang tua kandung Jheni. Kalau mau
nikah, harus nemuin orang tua kandung Jheni dulu.”
“Apa!?” Lutfi membelalakkan matanya.
“Nggak usah heboh!” sahut Yeriko. “Ini bukan masalah besar.
Cari aja orang tua kandungnya! Kalo nggak dapet, bisa pake wali hakim.”
“Huft, entahlah. Kayaknya Jheni belum berniat juga berumah
tangga.”
“Halah, cewek itu biasa jual mahal. Kamu dong yang harusnya
ngelamar dia!” sahut Lutfi.
“Nggak usah ngajarin! Hubunganmu sama Icha aja masih nggak
jelas.”
Lutfi terkekeh sambil menggaruk belakang kepalanya yang
tidak gatal.
“Eh, kamu udah punya pacar atau belum?” Lutfi menatap wajah
Riyan dengan tatapan menyelidik.
Riyan menggelengkan kepala.
“Buruan! Pacaran itu enak tahu!” tutur Lutfi lagi.
“Asisten pribadiku nggak boleh pacaran!” sahut Yeriko.
“Ntar malah sibuk ngurus cewek daripada kerjaan.”
“Egois lu!” sahut Lutfi. “Kasihan Riyan kalo nggak boleh
pacaran.”
“Boleh. Asal kerjaan nomor satu.”
“Di mana-mana, pacar itu nomor satu. Kerjaan nomor dua.”
“Kerjaan nomor satu. Kalo dia nggak punya kerjaan, gimana
mau bahagiain pacarnya?” sahut Yeriko.
Riyan menatap Lutfi dan Yeriko bergantian. Ia masih tidak
mengerti kenapa dua tuan muda ini memperdebatkan soal dirinya.
“Pak Bos, saya pasti berkerja dengan baik,” sela Riyan.
Yeriko bangkit sambil meliukkan badannya. “Aku tidur
duluan!” pamitnya.
“Astaga! Baru jam sebelas, Yer. Udah nggak tahan mau
kelonan?” celetuk Lutfi.
Yeriko tersenyum kecil sambil melangkah pergi meninggalkan
tiga pria itu. “Kasihan istriku sendirian di atas. Kalo pulang, jangan lupa
tutup pintu!”
“Ada satpam juga di depan,” celetuk Lutfi. Ia mengajak
Chandra dan Riyan berbincang banyak hal tentang rencana bisnis mereka ke depan
juga cara membantu Yuna menyelesaikan musuh-musuhnya dengan cara yang elegan.
(( Bersambung ... ))

0 komentar:
Post a Comment