Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 259 || Mr. Ye Mual-Mual || a Romance Novel by Vella Nine



“Bel, aku butuh penjelasan dari kamu!” pinta Yuna sambil melangkahkan kakinya mendekat ke ranjang Bellina.

 

Bellina menggelengkan kepala. “Kamu yang harus kasih penjelasan ke aku. Kenapa kamu dorong aku, Yun? Kamu iri karena aku udah hamil dan kamu nggak bisa punya anak? Kamu jahat, Yun!” seru Bellina sambil menangis.

 

“Cukup, Bel! Kamu udah keterlaluan. Hapus air mata buaya kamu ini!” sahut Yuna tak mau kalah. “Kamu yang udah menjatuhkan diri kamu sendiri. Kamu yang udah bunuh anak kamu sendiri.”

 

Bellina menggelengkan kepala. “Kamu pikir aku bodoh sampai membunuh anakku sendiri?”

 

“Kenyataannya memang kayak gitu. Kamu bodoh dan kejam, Bel. Anak itu nggak salah sama sekali. Kamu sampai mengorbankan dia cuma buat fitnah aku kayak gini?”

 

“Aku nggak fitnah, Yun. Kamu udah dorong aku dan masih nggak mau ngaku!” sentak Bellina.

 

Lian langsung menghampiri Bellina dan berusaha menenangkan istrinya tersebut.

 

“Li, dia udah bunuh anak kita!” tutur Bellina sambil menangis. “Kamu harus balasin dendam anak kita! Kamu nggak boleh ngebiarin pembunuh ini berkeliaran dengan bebas!”

 

Lian menarik napas dalam-dalam, ia mulai terpengaruh dengan ucapan Bellina.

 

“Yun, lebih baik kamu pergi dari sini!” pinta Lian. “Kita selesaikan urusan ini di kantor polisi.”

 

Yuna membelalakkan matanya. “Li, kamu nggak percaya sama aku? Aku nggak mungkin mencelakai Bellina sampai seperti ini.”

 

Yeriko merangkul Yuna dan berusaha menenangkan istrinya.

 

“Kalau sampai kalian laporin aku ke polisi, aku bakal lawan kalian. Aku nggak terima difitnah kayak gini.”

 

“Aku nggak fitnah kamu. Kamu yang nggak mau ngaku kalo kamu udah bunuh anak aku!” seru Bellina.

 

“Aku nggak bunuh anak kamu. Aku bahkan nggak dorong kamu sama sekali. Kamu yang bunuh kamu sendiri, Bel. Kamu bener-bener keji sama anak kamu sendiri. Dia nggak salah apa-apa. Suatu saat, anak itu bakal menuntut balas atas perbuatan ibunya sendiri. Seharusnya, dia berhak buat lahir ke dunia ini!”

 

Lian dan Yeriko terdiam mendengar ucapan Yuna.

 

Yeriko sangat mempercayai istrinya, ia tahu kalau Yuna tidak bersalah.

 

Lian juga sama, ia percaya semua ucapan istrinya dan membuatnya membenci Yuna karena telah membuat dia kehilangan anaknya. Namun, kalimat yang baru saja keluar dari mulut Yuna benar-benar membuatnya bimbang.

 

“Kamu yang udah bunuh anak aku!” seru Bellina histeris sambil melempar bantal ke arah Yuna.

 

Yeriko langsung menghalau bantal yang dilemparkan oleh Bellina dan melindungi tubuh Yuna. “Kamu nggak papa?” Yeriko menoleh ke arah Yuna yang berdiri di belakangnya.

 

“Aku nggak papa.”

 

Yeriko menatap tajam ke arah Bellina. “Aku bakal bikin perhitungan sama kalian. Aku nggak akan membiarkan kalian terus-menerus memfitnah Yuna sekejam ini. Aku pasti bisa dapetin bukti kalau Yuna nggak bersalah. Lebih baik, kalian siapin pengacara untuk membela kebohongan Bellina!”

 

Bellina ingin sekali menyerang Yeriko. Namun, Lian menahannya karena kondisinya yang masih dalam perawatan.

 

“Awas kalian!” seru Bellina.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil merangkul pinggang Yuna. “Kita pulang sekarang! Semua ini, biar diurus sama Riyan dan pengacara keluargaku,” tuturnya lembut.

 

Bellina semakin membenci Yuna yang mendapatkan dukungan dari banyak orang. Ia sudah berkorban seperti ini dan masih saja kalah dengan Yuna. Seharusnya, semua orang percaya padanya dan membenci Yuna. Tapi Yuna tetap saja mendapatkan pembelaan dari orang lain dan membuatnya semakin iri dengan kehidupan Yuna.

 

 

 

Di perjalanan, Yuna terus termenung. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Bellina tega membuatnya seperti ini. Fitnahnya kali ini benar-benar membuat hatinya terluka. Saat kejadian, tidak ada satu orang pun yang melihatnya. Ia bisa saja terjerat kasus hukum jika tidak memiliki banyak bukti untuk membela dirinya sendiri.

 

“Bunda, mau makan apa?” tanya Yeriko lembut sambil menoleh ke arah Yuna yang duduk di sampingnya.

 

Yuna tak bereaksi, ia sibuk dengan pergulatan batinnya sendiri. Ia sangat takut jika benar-benar harus menghabiskan waktunya di penjara dalam keadaan hamil. Apakah Yeriko benar-benar bisa melindunginya dari ini semua?

 

Yeriko menarik napas dan menepikan mobilnya perlahan.

 

“Bunda ...!” panggil Yeriko lembut sambil menyentuh punggung tangan Yuna.

 

“Eh!? Kenapa?” Lamunan Yuna terbuyar, ia langsung menoleh ke arah Yeriko.

 

“Mau makan apa?” tanyanya lembut.

 

“Apa aja,” jawab Yuna dengan tatapan kosong.

 

Yeriko menggenggam erat tangan Yuna. “Masih mikirin Bellina?”

 

Yuna mengangguk kecil. “Aku takut ...”

 

“Takut apa? Ayah pasti melindungi Bunda. Nggak akan ada yang bisa melukai kamu. Bunda percaya sama Ayah!”

 

“Tapi ... gimana kalau aku nggak bisa membuktikan kalo aku nggak salah? Bellina pinter banget bohong. Aku takut ...”

 

“Bunda nggak usah takut!” pinta Yeriko. “Pengacara keluargaku, bukan pengacara sembarangan. Dia sudah memenangkan banyak kasus di dalam dan di luar negeri. Bunda nggak usah terlalu memikirkan hal ini. Kebenaran akan selalu menang!”

 

Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko. Ia merasa sedikit tenang.

 

“Mau makan apa?” tanya Yeriko sekali lagi.

 

“Telur lele.”

 

 

 

DEG!

 

Yeriko mengerjapkan matanya. Ia belum bisa memenuhi keinginan istrinya yang sedang hamil dan membuatnya merasa menjadi pria paling payah di dunia. Hanya telur lele, ia tak sanggup memberikan untuk istri tercintanya.

 

Yuna menggigit bibir mendapati ekspresi Yeriko. “Ya udah, makan yang lain aja.”

 

Yeriko tersenyum kecut. “Kita makan yang lain dulu siang ini. Nanti, aku carikan lagi sampai dapat.”

 

Yuna mengangguk kecil. Mereka bergegas menuju salah satu restoran terdekat untuk makan siang bersama.

 

“Mama udah balik atau belum dari luar kota?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna saat mereka sudah berada di meja makan.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Belum.”

 

“Kamu udah kasih tahu Mama kalau kamu hamil?”

 

Yuna menggeleng lagi. “Bukannya, kamu yang mau kasih tahu mama sendiri?”

 

“Oke. Nanti, aku aja yang kasih tahu Mama kalau dia udah balik.”

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia menoleh ke arah pelayan yang sedang menata makanan yang mereka pesan di atas meja.

 

“Kamu cuma makan salad doang?” tanya Yuna.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna tertawa kecil. “Tadi pagi, kamu cuma makan roti doang. Ntar lemes kalo nggak makan protein. Cobain ini sedikit aja!” pinta Yuna sambil menyodorkan potongan daging ke mulut Yeriko.

 

Yeriko membelalakkan matanya. Aroma amis pada daging begitu menyengat di hidungnya. Seisi perutnya bergejolak dan ia tak sanggup menahan rasa mual.

 

“Uweek ...!” Yeriko menutup mulutnya.

 

“Kamu kenapa? Sakit?” tanya Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala. Ia buru-buru berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perut yang ia makan tadi pagi.

 

Yuna mengikuti langkah Yeriko dan menunggunya di depan pintu kamar mandi. Ia mulai gelisah saat mendengar suara Yeriko muntah beberapa kali. Ia langsung menoleh ke arah pintu kamar mandi yang terbuka.

 

“Kamu nggak papa?” tanya Yuna.

 

Yeriko langsung merangkul tubuh Yuna. “Kenapa sekarang aku nggak bisa nyium bau ikan atau daging? Kamu yang hamil, kenapa aku yang mual-mual?” gumam Yeriko.

 

Yuna tertawa kecil sambil memapah tubuh Yeriko. “Kamu beneran ngidam buat aku?”

 

“Kamu yang ngidam telur lele. Bukan aku!” sahut Yeriko.

 

“Tapi, kamu yang mual-mual kayak gini. Aku nggak ngerasain apa-apa.”

 

Yeriko menarik napas panjang sambil menatap perut Yuna. “Anak ini, baru muncul sudah ngerjain ayahnya. Lihat aja kalau sudah lahir, Ayah pasti bikin perhitungan sama kamu!” dengus Yeriko sambil menunjuk perut Yuna.

 

“Perhitungan banget sama anak sendiri!” sahut Yuna sambil menahan tawa.

 

Yeriko menggeleng-gelengkan kepalanya. “Nggak habis pikir, kenapa bisa kayak gini?”

 

“Udah, terima aja!” sahut Yuna sambil menahan tawa.

 

“Kamu!? Seneng juga ngerjain aku? Anak sama Bundanya sama aja, sekongkol ngerjain Ayahnya, hah!?”

 

Yuna tergelak menatap Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil, ia bahagia melihat istrinya bisa tertawa. Banyak tekanan yang harus diterima Yuna akhir-akhir ini. Ia khawatir akan memengaruhi kondisi janin yang dikandung oleh Yuna. Membuatnya tertawa di tengah-tengah masalah yang sedang mereka hadapi tidaklah mudah.

 

“Yun, aku rela harus muntah setiap hari asal kamu baik-baik aja,” batin Yeriko sambil menatap Yuna. Mereka kembali ke meja makan. Sebisa mungkin, Yeriko menjauh dari makanan yang mengandung ikan agar ia tidak merasa mual.

 


Yuna merasa, olahan makanan di restoran tersebut sudah sangat baik. Bau amis ikan dan daging tidak begitu terasa. Namun, penciuman Yeriko saat ini sangat sensitif. Ia juga harus menjaga Yeriko agar tetap sehat dan tidak membuat aktivitasnya terhambat karena perubahan selera makan.

 

(( Bersambung ... ))

Duh, yang ngidam sebenarnya siapa sih? Kok, dua-duanya?

Gimana keseruan cerita selanjutnya ya?

Baca terus ya, jangan lupa kasih review biar tulisan aku bisa lebih baik lagi.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas