Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 257 || Demi si Kecil || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Ada tamu siapa?” tanya Yuna saat Yeriko baru saja kembali ke kamarnya. Ia mengetahui kalau Yeriko kedatangan tamu, tapi tidak diizinkan turun oleh suaminya itu dan hanya menunggu suaminya kembali ke kamar.

“Design interior,” jawab Yeriko sambil menghampiri Yuna yang sedang duduk di sofa sambil menonton televisi.

Yuna mengernyitkan dahinya. “Mau ngapain?”

“Ngubah dekorasi rumah.”

“Hah!?”

Yeriko tersenyum, ia langsung menarik Yuna ke dalam pelukannya. “Kamu lagi hamil, aku harus pastikan semua ruangan aman buat kamu. Setelah semuanya selesai, kamu bisa bergerak bebas di rumah ini,” tutur Yeriko di telinga Yuna.

“Oh ya?” Yuna tersenyum sambil menyandarkan kepalanya di dada Yeriko.

Yeriko mengangguk kecil. “Besok udah mau masuk kerja?” tanya Yeriko.

“Mmh ... besok, aku kelarin dulu masalahku sama Bellina.”

Yeriko mengangguk. “Aku temenin kamu ke sana.”

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

Yeriko memasukkan tangannya perlahan ke dalam baju Yuna dan mengelus lembut perut Yuna yang masih mungil. “Jadi anak baik ya, Nak! Kami selalu menunggumu lahir ke dunia.”

Yuna tersenyum sambil menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Karena udah mau jadi papa, aku boleh panggil kamu Papa Yeri?”

“Papa?” Yeriko memutar bola matanya. Ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

“Papa atau papi?” tanya Yuna sambil tersenyum.

“Mmh ... Papa aja!”

“Kenapa? Nggak mau dipanggil Papi? Pipi, Pupu, Popo ...?”

“Jangan dilanjutin!”

“Eh!?” Yuna mengernyitkan dahi, kemudian tertawa lebar. “Mmh ... Ayah aja deh kalo gitu.”

“Apa aja boleh,” tutur Yeriko sambil tersenyum dan mengecup leher Yuna.

Yuna tersenyum sambil mencubit kedua pipi Yeriko. “Ayah Yeri ...! Ayah ...! Ay ...! Ai, aishiteru ... ai, ai ni ... wo ai ni!”

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Kamu ... bisa aja,” tutur Yeri sambil memainkan hidungnya di atas hidung Yuna. “Kalo gitu, aku juga harus manggil kamu Bunda Yuyun.”

“Aku masih nggak percaya kalo aku bakal jadi ‘Bunda’. Ini bukan mimpi kan?”

Yeriko menggelengkan kepalanya. “Aku juga bahagia karena akan menjadi seorang ayah. Mmh ... kita mau kasih dia nama apa ya?”

Yuna menatap wajah Yeriko. “Kamu yang paling berhak buat kasih dia nama. Aku yang akan memanggil dia setiap hari, setiap bangun tidur, sebelum tidur ... setiap mau melakukan apa pun, dia akan mewarnai hari-hari kita.”

Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna penuh kehangatan. “Terima kasih karena kamu sudah menerima semua ini. Melakukan banyak hal demi aku. Aku nggak pernah merasa seistimewa ini.”

“Bukannya kamu yang udah ngelakuin banyak hal buat aku? Aku yang seharusnya berterima kasih.”

Yeriko menggelengkan kepala. “Semuanya nggak akan sebanding dengan apa yang akan kamu terima selama mengandung anakku. Aku akan menjaga kalian dengan baik.”

 Yuna terus tersenyum menatap wajah suaminya. Ia tidak bisa berkata-kata. Semua hal yang diucapkan Yeriko, membuat hatinya sangat nyaman dan berbunga-bunga.

 

“Obatnya sudah diminum?” tanya Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kamu nggak ngerasain apa-apa?” tanya Yeriko lagi.

 

Yuna menggeleng.

 

“Kenapa aku yang sering mual ya?” tanyanya pada diri sendiri. “Bener-bener nggak masuk akal. Yang hamil kamu, kenapa aku yang kesulitan makan?”

 

“Biar adil,” sahut Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Adil gimana?”

 

“Ya, bayangin aja kalo aku yang mual-mual dan susah makan. Pasti, aku bakal lemes setiap hari. Anak ini juga bisa-bisa kekurangan nutrisi karena setiap makanan yang masuk, pasti keluar lagi.”

 

“Mmh ... iya juga, ya? Nggak papa deh aku yang mual-mual. Asalkan anak kita selalu sehat.”

 

Yuna terkekeh menatap wajah Yeriko. Ia langsung mengecup bibir Yeriko. “Ayah yang baik!” pujinya.

 

“Biasanya, orang ngidam berapa lama ya?” tanya Yeriko.

 

Yuna menggelengkan kepalanya. “Nggak tahu. Ini hamil pertamaku, jadi nggak banyak tahu.”

 

“Aku langganan newsletter online untuk ibu dan bayi. Banyak tips dan ilmu soal kandungan dan bayi.” Yeriko meraih ponsel dari atas meja dan membukanya.

 

Yuna mengangkat kedua alisnya. “Kamu udah langganan begituan?”

 

Yeriko mengangguk. “Aku harus mempersiapkan semuanya dengan baik.”

 

“Mana? Aku lihat!”

 

Yeriko merapatkan pelukannya. Mereka membaca beberapa artikel tentang usia kandungan yang masih muda. Hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada kandungan yang masih berusia di bawah dua puluh minggu.

 

“Huft, aku harus bener-bener cuti selama ini?” tanya Yeriko setelah membaca salah satu artikel di ponselnya.

 

“Dokter udah bilang, kalau kita nggak boleh berhubungan dulu selama tiga bulan ke depan.” Yuna langsung menatap wajah Yeriko. “Kamu tahan?”

 

Yeriko memutar bola matanya. “Aku tahan-tahanin. Asal kamu nggak godain aku.”

 

“Emang kapan aku godain kamu?”

 

“Setiap malam.”

 

Yuna terkekeh. “Gimana kalo ... kita tidur sendiri-sendiri aja dulu?”

 

“Eh!? Kenapa begitu?”

 

Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Aku takut, kita sama-sama nggak bisa mengendalikan diri dan ...”

 

“Kita nggak boleh ngelakuin hubungan suami-istri bukan berarti harus pisah ranjang kan? Aku nggak mau tidur pisahan!” Yeriko mengeratkan pelukannya.

 

“Tapi ...”

 

“Yun, aku masih bisa mengendalikan diriku sendiri. Aku nggak mau tidur sendirian.”

 

“Yakin?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Tiga bulan, loh.”

 

Yeriko mengangguk lagi. “Masa kamu tega biarin aku tidur di ruang kerja selama tiga bulan?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Asal kamu tahan godaan,” jawabnya sambil menatap wajah Yeriko.

 

“Iya, aku tahanin!” sahut Yeriko kesal.

 

Yuna tersenyum sambil memainkan ujung jemari tangannya di dada Yeriko yang sedikit terbuka.

 

“Nah, kan?” Yeriko langsung menangkap telapak tangan Yuna.

 

“Nah kan, apa?” tanyanya sambil menahan tawa.

 

“Kamu mau bikin aku menderita?” tanya Yeriko sambil menatap tajam ke arah Yuna.

 

“Menderita kenapa?”

 

“Yuna ...! Kalo si Kecil bangun, kamu mau tanggung jawab?” rengek Yeriko.

 

Yuna terkekeh geli. “Aku cuma bercanda. Lagian, katanya tahan. Baru disentuh dikit aja udah kelimpungan,” celetuknya.

 

“Aku mana tahan kalo kamu genit kayak gini.”

 

“Makanya, sementara kita tidur terpisah aja dulu. Gimana?”

 

“Nggak mau!”

 

“Demi si Kecil. Biar aman.”

 

“Nggak mau! Aku nggak mau tidur terpisah.” Yeriko bersikeras.

 

Yuna tersenyum jahil. “Yakin tahan sama godaanku?” tanya Yuna sambil menyodorkan dadanya ke wajah Yeriko.

 

Yeriko memejamkan mata. Ia langsung menggendong Yuna dan membawanya ke tempat tidur. “Tidurlah!” pintanya sambil menyelimuti tubuh Yuna.

 

“Kamu mau ke mana?”

 

“Aku mau ngerjain laporan. Kamu baik-baik di sini!” pintanya.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum bahagia. “Jangan terlalu malam kerjanya!”

 

Yeriko mengangguk. Ia mengecup kening Yuna dan bergegas keluar dari kamar.

 

Yuna tersenyum menatap pintu kamar yang baru saja ditutup oleh Yeriko. Ia merasa kalau Yeriko semakin lembut dan penuh perhatian. Ini semua karena anak yang dikandung oleh Yuna. Sebab kehadirannya sudah dinantikan sejak lama oleh mereka. Yeriko pasti akan melakukan apa pun untuk menjaga anak dalam kandungan Yuna.

 

 

(( Bersambung ... ))

 


 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas