“Ada
tamu siapa?” tanya Yuna saat Yeriko baru saja kembali ke kamarnya. Ia
mengetahui kalau Yeriko kedatangan tamu, tapi tidak diizinkan turun oleh
suaminya itu dan hanya menunggu suaminya kembali ke kamar.
“Design
interior,” jawab Yeriko sambil menghampiri Yuna yang sedang duduk di sofa
sambil menonton televisi.
Yuna
mengernyitkan dahinya. “Mau ngapain?”
“Ngubah
dekorasi rumah.”
“Hah!?”
Yeriko
tersenyum, ia langsung menarik Yuna ke dalam pelukannya. “Kamu lagi hamil, aku
harus pastikan semua ruangan aman buat kamu. Setelah semuanya selesai, kamu
bisa bergerak bebas di rumah ini,” tutur Yeriko di telinga Yuna.
“Oh
ya?” Yuna tersenyum sambil menyandarkan kepalanya di dada Yeriko.
Yeriko
mengangguk kecil. “Besok udah mau masuk kerja?” tanya Yeriko.
“Mmh
... besok, aku kelarin dulu masalahku sama Bellina.”
Yeriko
mengangguk. “Aku temenin kamu ke sana.”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum.
Yeriko
memasukkan tangannya perlahan ke dalam baju Yuna dan mengelus lembut perut Yuna
yang masih mungil. “Jadi anak baik ya, Nak! Kami selalu menunggumu lahir ke
dunia.”
Yuna
tersenyum sambil menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Karena udah mau jadi
papa, aku boleh panggil kamu Papa Yeri?”
“Papa?”
Yeriko memutar bola matanya. Ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Papa
atau papi?” tanya Yuna sambil tersenyum.
“Mmh
... Papa aja!”
“Kenapa?
Nggak mau dipanggil Papi? Pipi, Pupu, Popo ...?”
“Jangan
dilanjutin!”
“Eh!?”
Yuna mengernyitkan dahi, kemudian tertawa lebar. “Mmh ... Ayah aja deh kalo
gitu.”
“Apa
aja boleh,” tutur Yeriko sambil tersenyum dan mengecup leher Yuna.
Yuna
tersenyum sambil mencubit kedua pipi Yeriko. “Ayah Yeri ...! Ayah ...! Ay ...!
Ai, aishiteru ... ai, ai ni ... wo ai ni!”
Yeriko
tersenyum menatap Yuna. “Kamu ... bisa aja,” tutur Yeri sambil memainkan
hidungnya di atas hidung Yuna. “Kalo gitu, aku juga harus manggil kamu Bunda
Yuyun.”
“Aku
masih nggak percaya kalo aku bakal jadi ‘Bunda’. Ini bukan mimpi kan?”
Yeriko
menggelengkan kepalanya. “Aku juga bahagia karena akan menjadi seorang ayah.
Mmh ... kita mau kasih dia nama apa ya?”
Yuna
menatap wajah Yeriko. “Kamu yang paling berhak buat kasih dia nama. Aku yang
akan memanggil dia setiap hari, setiap bangun tidur, sebelum tidur ... setiap
mau melakukan apa pun, dia akan mewarnai hari-hari kita.”
Yeriko
tersenyum sambil menatap Yuna penuh kehangatan. “Terima kasih karena kamu sudah
menerima semua ini. Melakukan banyak hal demi aku. Aku nggak pernah merasa
seistimewa ini.”
“Bukannya
kamu yang udah ngelakuin banyak hal buat aku? Aku yang seharusnya berterima
kasih.”
Yeriko
menggelengkan kepala. “Semuanya nggak akan sebanding dengan apa yang akan kamu
terima selama mengandung anakku. Aku akan menjaga kalian dengan baik.”
Yuna
terus tersenyum menatap wajah suaminya. Ia tidak bisa berkata-kata. Semua hal
yang diucapkan Yeriko, membuat hatinya sangat nyaman dan berbunga-bunga.
“Obatnya
sudah diminum?” tanya Yeriko.
Yuna
menganggukkan kepala.
“Kamu
nggak ngerasain apa-apa?” tanya Yeriko lagi.
Yuna
menggeleng.
“Kenapa
aku yang sering mual ya?” tanyanya pada diri sendiri. “Bener-bener nggak masuk
akal. Yang hamil kamu, kenapa aku yang kesulitan makan?”
“Biar
adil,” sahut Yuna sambil tertawa kecil.
“Adil
gimana?”
“Ya,
bayangin aja kalo aku yang mual-mual dan susah makan. Pasti, aku bakal lemes
setiap hari. Anak ini juga bisa-bisa kekurangan nutrisi karena setiap makanan
yang masuk, pasti keluar lagi.”
“Mmh
... iya juga, ya? Nggak papa deh aku yang mual-mual. Asalkan anak kita selalu
sehat.”
Yuna
terkekeh menatap wajah Yeriko. Ia langsung mengecup bibir Yeriko. “Ayah yang
baik!” pujinya.
“Biasanya,
orang ngidam berapa lama ya?” tanya Yeriko.
Yuna
menggelengkan kepalanya. “Nggak tahu. Ini hamil pertamaku, jadi nggak banyak
tahu.”
“Aku
langganan newsletter online untuk ibu dan bayi. Banyak tips dan ilmu soal
kandungan dan bayi.” Yeriko meraih ponsel dari atas meja dan membukanya.
Yuna
mengangkat kedua alisnya. “Kamu udah langganan begituan?”
Yeriko
mengangguk. “Aku harus mempersiapkan semuanya dengan baik.”
“Mana?
Aku lihat!”
Yeriko
merapatkan pelukannya. Mereka membaca beberapa artikel tentang usia kandungan
yang masih muda. Hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada kandungan
yang masih berusia di bawah dua puluh minggu.
“Huft,
aku harus bener-bener cuti selama ini?” tanya Yeriko setelah membaca salah satu
artikel di ponselnya.
“Dokter
udah bilang, kalau kita nggak boleh berhubungan dulu selama tiga bulan ke
depan.” Yuna langsung menatap wajah Yeriko. “Kamu tahan?”
Yeriko
memutar bola matanya. “Aku tahan-tahanin. Asal kamu nggak godain aku.”
“Emang
kapan aku godain kamu?”
“Setiap
malam.”
Yuna
terkekeh. “Gimana kalo ... kita tidur sendiri-sendiri aja dulu?”
“Eh!?
Kenapa begitu?”
Yuna
menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Aku takut, kita sama-sama nggak bisa
mengendalikan diri dan ...”
“Kita
nggak boleh ngelakuin hubungan suami-istri bukan berarti harus pisah ranjang
kan? Aku nggak mau tidur pisahan!” Yeriko mengeratkan pelukannya.
“Tapi
...”
“Yun,
aku masih bisa mengendalikan diriku sendiri. Aku nggak mau tidur sendirian.”
“Yakin?”
Yeriko
menganggukkan kepala.
“Tiga
bulan, loh.”
Yeriko
mengangguk lagi. “Masa kamu tega biarin aku tidur di ruang kerja selama tiga
bulan?”
Yuna
menggelengkan kepala. “Asal kamu tahan godaan,” jawabnya sambil menatap wajah
Yeriko.
“Iya,
aku tahanin!” sahut Yeriko kesal.
Yuna
tersenyum sambil memainkan ujung jemari tangannya di dada Yeriko yang sedikit
terbuka.
“Nah,
kan?” Yeriko langsung menangkap telapak tangan Yuna.
“Nah
kan, apa?” tanyanya sambil menahan tawa.
“Kamu
mau bikin aku menderita?” tanya Yeriko sambil menatap tajam ke arah Yuna.
“Menderita
kenapa?”
“Yuna
...! Kalo si Kecil bangun, kamu mau tanggung jawab?” rengek Yeriko.
Yuna
terkekeh geli. “Aku cuma bercanda. Lagian, katanya tahan. Baru disentuh dikit
aja udah kelimpungan,” celetuknya.
“Aku
mana tahan kalo kamu genit kayak gini.”
“Makanya,
sementara kita tidur terpisah aja dulu. Gimana?”
“Nggak
mau!”
“Demi
si Kecil. Biar aman.”
“Nggak
mau! Aku nggak mau tidur terpisah.” Yeriko bersikeras.
Yuna
tersenyum jahil. “Yakin tahan sama godaanku?” tanya Yuna sambil menyodorkan
dadanya ke wajah Yeriko.
Yeriko
memejamkan mata. Ia langsung menggendong Yuna dan membawanya ke tempat tidur.
“Tidurlah!” pintanya sambil menyelimuti tubuh Yuna.
“Kamu
mau ke mana?”
“Aku
mau ngerjain laporan. Kamu baik-baik di sini!” pintanya.
Yuna
mengangguk sambil tersenyum bahagia. “Jangan terlalu malam kerjanya!”
Yeriko
mengangguk. Ia mengecup kening Yuna dan bergegas keluar dari kamar.
Yuna
tersenyum menatap pintu kamar yang baru saja ditutup oleh Yeriko. Ia merasa
kalau Yeriko semakin lembut dan penuh perhatian. Ini semua karena anak yang
dikandung oleh Yuna. Sebab kehadirannya sudah dinantikan sejak lama oleh
mereka. Yeriko pasti akan melakukan apa pun untuk menjaga anak dalam kandungan
Yuna.
((
Bersambung ... ))

0 komentar:
Post a Comment