Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 255 || Penjagaan Ketat

 


“Mbak, Mama di rumah?” tanya Yeriko pada salah satu pelayan begitu ia masuk ke dalam rumah mamanya.

“Nyonya lagi ke luar kota,” jawab pelayan yang ditanya tersebut.

“Oh ya? Kapan berangkatnya?”

“Baru tadi pagi.”

Yeriko langsung menoleh ke arah Yuna yang berdiri di sebelahnya. “Kita telat.”

Yuna tertawa kecil. “Nggak papa. Bisa ke sini lagi besok atau lusa.”

Yeriko mengangguk. “Kakek di mana, Mbak?” tanya Yeriko lagi.

“Di halaman belakang.”

Yeriko langsung menggenggam telapak tangan Yuna dan mengajaknya menemui kakek.

“Pagi, Kek ...!” sapa Yeriko saat melihat kakeknya sedang bersantai di tepi kolam renang yang ada di belakang rumahnya.

“Pagi ...!” balas Kakek Nurali sambil berbalik menatap Yuna dan Yeriko. “Tumben ke sini jam segini. Kalian nggak kerja?”

“Kami baru pulang dari dokter,” jawab Yeriko sambil duduk di salah satu kursi.

“Siapa yang sakit?”

“Nggak ada. Cuma mau periksa rutin program kehamilan Yuna.”

“Gimana hasilnya?” tanya Kakek Tarudi.

Yeriko tersenyum sambil menoleh ke arah Yuna. “Bagus.”

 

Yuna terus tersenyum, ia menunggu suaminya mengucapkan kabar baik perihal kehamilannya.

 

“Mmh ... Kek, kami mau ngomong sesuatu.”

 

Nurali memerhartikan wajah Yeriko dan Yuna. “Ngomong aja!” perintahnya.

 

Yeriko kembali menatap Yuna. Ia langsung menggenggam erat tangan Yuna yang duduk di sampingnya. “Kami ...”

 

Nurali menatap serius, menunggu Yeriko mengatakan sesuatu untuknya.

 

“Kami akan segera memiliki anak,” tutur Yeriko pelan sambil tersenyum.

 

Nurali langsung tersenyum lebar. “Kamu sudah hamil?” tanyanya sambil menatap Yuna.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

“Akhirnya ... kita akan punya pewaris juga!” Nurali terlihat sangat  bahagia. Ia langsung memanggil seorang ajudan agar menghampirinya.

 

“Ada apa, Pak?”

 

“Mulai hari ini, kamu harus mengawal Nyonya Muda ke mana pun dia pergi!” perintah Nurali.

 

Yuna membelalakkan matanya. “Kek, aku nggak perlu dikawal. Setiap hari, Yeriko selalu jagain aku.”

 

“Kakek bukan jagain kamu. Tapi jagain anak yang ada di dalam perut kamu itu,” sahut Nurali.

 

GLEG!

 

“Aku terlalu kepedean kalo kakek bakal perhatiin aku,” batin Yuna sambil menahan tawa. Ia sadar kalau semua perhatian kini tertuju pada anak yang di dalam kandungannya.

 

Yeriko tertawa kecil melihat reaksi Yuna. “Kek, Yuna nggak terlalu butuh pengawal. Ada aku, ada Lutfi, Chandra dan Riyan. Aku minta satu pelayan aja yang khusus melayani keperluan Yuna!”

“Baiklah.” Nurali mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kakek akan kirim pelayan ke rumah kalian.”

“Yer, nggak usah berlebihan. Udah ada Bibi War di rumah. Lagipula, aku nggak banyak kegiatan,” bisik Yuna di telinga Yeriko.

“Udah, kamu terima aja! Nggak boleh nolak!” balas Yeriko berbisik.

“Kalian temani Kakek makan siang!” pinta Nurali.

Yeriko dan Yuna mengangguk. Mereka menikmati makan siang bersama di rumah besar keluarga Hadikusuma.

 

Usai makan siang bersama kakek, Yuna dan Yeriko bergegas kembali ke rumah.

 

“Yer, aku mau nemuin Bellina.”

 

“Mau ngapain?”

 

“Aku harus buktiin ke semua orang kalo aku nggak salah.”

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam. “Kamu istirahat aja di rumah. Masalah Bellina, biar aku yang selesaikan.”

 

“Serius?”

 

Yeriko mengangguk. Ia melajukan mobilnya menuju ke rumah.

 

Sesampainya di rumah, Yeriko langsung menggendong Yuna naik ke kamar dan merebahkan tubuh Yuna di atas kasur. “Kamu tidur aja, ya! Nggak boleh turun dari kamar sendirian!”

 

Yuna mengangguk kecil. Ia merasa Yeriko terlalu berlebihan memerhatikannya.

 

Yeriko tersenyum sambil mengusap lembut kepala Yuna. “Aku pergi keluar dulu. Semua keperluan kamu bakal disiapin sama Bibi War. Kamu nggak boleh keluar  dari kamar ini tanpa izin dari aku!” pinta Yeriko.

 

Yuna mengangguk. Ia menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut. Fix, kali ini ia benar-benar seperti seekor kelinci yang terkurung di dalam kandang.

 

Yeriko bergegas keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah.

 

“Bi ...!” panggil Yeriko sambil mencari sosok Bibi War.

 

“Ya, Mas!”

 

“Tolong jagain Yuna! Jangan sampai turun sendiri. Tangga berbahaya buat dia.”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

“Sore ini, ada pengawal sama pelayan yang datang. Mereka bakal jagain Yuna. Oh ya, telur lelenya udah dapat?” tanya Yeriko sambil melangkah menuju dapur, membuka kulkas dan mengambil satu buah apel dari dalamnya.

 

“Baik, Mas.” Bibi War terus mengikuti langkah Yeriko sambil mendengarkan beberapa instruksi dari Yeriko.

 

“Oh ya, tolong hubungi design interior buat ngubah semua desain ruangan jadi non-slip!” perintah Yeriko.

 

“Baik, Mas.”

 

“Bibi masih punya nomor designer-nya kan?”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

“Jangan sampai ada lantai yang licin! Guci-guci ini dikumpulkan aja di gudang dulu!” perintah Yeriko.

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

Yeriko mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Matanya tertuju pada lampu hias kristal yang tergantung di langit-langit rumahnya. “Oh ya, lampu kayak gini dilepas aja!” perintah Yeriko.

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

Yeriko memastikan semua ruangan di rumahnya bisa aman untuk Yuna.

 

“Bi, aku masih ada urusan. Aku keluar dulu. Pastikan desainer interior bisa datang sore ini juga!”

 

Bibi War menganggukkan kepala. Ia tak menyangka kalau Yeriko begitu antusias menyambut kehamilan Yuna dan sangat menjaganya.

 

“Oke. Sementara itu dulu. Aku pergi dulu!” pamit Yeriko. Ia bergegas keluar rumah dan masuk ke dalam mobil.

 

Yeriko langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit untuk menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi antara istrinya dengan sepupunya tersebut.

 

 

Sementara itu, Yuna terus berguling-guling seorang diri di tempat tidurnya.

 

“Kenapa keluar nggak ajak aku? Aku bosan di kamar terus begini,” gumam Yuna. Ia bangkit dari tempat tidur dan langsung menuju pintu.

 

“Selamat sore, Nyonya!” sapa gadis muda yang sudah berdiri di depan pintu kamar Yuna dengan seragam khas yang sudah tidak asing lagi di matanya. Pelayan di rumah mama mertuanya.

 

Yuna mengerutkan dahi. Di sebelah pelayan tersebut berdiri seorang pria yang tegap dan kekar, ia mengenali pria tersebut sebagai ajudan kakek Nurali.

 

Yuna melangkah mundur perlahan dan kembali menutup pintu kamarnya. “Astaga! Aku bener-bener dijagaian? Aku ini cuma hamil, bukan tahanan!” seru Yuna kesal.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. Yeriko tidak akan menarik pelayan itu kembali. Ia tetap saja harus menerima dilayani oleh pelayan keluarga.

 

 

Tok ... tok ... tok ...!

 

 

Yuna langsung menoleh ke arah pintu.

 

“Mbak, ini Bibi.”

 

“Masuk, Bi!” perintah Yuna.

 

Bibi War membuka pintu. Ia melangkah masuk bersama seorang pelayan di belakangnya.

 

“Mbak, ini Bibi buatkan susu.”

 

“Makasih, Bi!” tutur Yuna sambil tersenyum.

 

“Oh ya, ini pelayan kecil yang akan melayani Mbak Yuna. Namanya Sari. Mas Yeri melarang Mbak Yuna naik turun tangga. Kalau ada perlu apa pun, biar Bibi dan Sari yang siapin.”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Apa dia harus berdiri di depan pintu kamarku selama dua puluh empat jam?”

 

Bibi War menggelengkan kepala.

 

“Kami hanya ke sini saat Tuan Muda tidak ada di rumah. Kami akan kembali ke rumah besar setelah Tuan Ye kembali.” Sari menjelaskan.

 

“Oh.” Yuna tetap tidak bisa mengelak kalau ia kini menjadi seorang menantu keluarga kaya yang hampir semuanya dijaga dan dilayani. Terlebih, ada bayi di dalam perutnya. Ia merasa kalau keluarga Hadikusuma memperlakukannya terlalu berlebihan.

 

“Aku belum butuh apa-apa, Bi. Kalian bisa keluar dari kamarku dan beristirahat!” pinta Yuna.

 

Bibi War dan Sari menganggukkan kepala.

 

“Oh ya, nggak perlu dijagain di depan pintu ya!” perintah Yuna. “Aku nggak akan keluar kamar sampai Yeriko pulang. Jadi, kalian nggak perlu khawatir.”

 

Semua orang menganggukkan kepala dan langsung bergegas pergi meninggalkan kamar Yuna.

 

(( Bersambung ... ))

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas