Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 254 || Siapa yang Ngidam?

 


“Hari ini nggak usah masuk kerja!” perintah Yeriko.

“Kenapa?” tanya Yuna sambil mengganti pakaiannya usai mandi.

“Hari ini kita periksa ke dokter.”

“Aku bisa masuk kerja setelah periksa.”

“Nggak usah.”

“Kenapa?”

“Kalo aku bilang nggak usah, ya nggak usah! Nggak perlu pake alasan!” sahut Yeriko kesal. “Aku udah izinin ke kantormu.”

“Oh. Oke.” Yuna mengangguk.

“Ayo, sarapan!” ajak Yeriko.

Yuna mengangguk. Mereka bergegas melangkah keluar dari kamar.

“Hati-hati!” pinta Yeriko saat mereka akan menuruni tangga.

Yuna tertawa kecil. “Iya, suamiku tersayang!” sahutnya sambil tersenyum.

Yeriko langsung menggendong tubuh Yuna dan menuruni anak tangga secara perlahan.

“Kamu apa-apaan  sih?” Yuna menatap Yeriko sambil menahan senyum. Ia merasa sangat bahagia karena Yeriko begitu memperhatikan apa pun yang dilakukan Yuna.

Yeriko tersenyum. Ia baru menurunkan Yuna saat mereka sudah mencapai ujung tangga.

“Bi, hari ini masak apa?” tanya Yeriko pada Bibi War yang sedang menata makanan di atas meja.

“Masak lele,” jawab Bibi War.

Yeriko membelalakkan mata melihat menu yang ada di atas meja. Lele goreng, pepes lele, lele bakar, mangut lele, nugget lele, sate lele ...

“Bi, kenapa lele semua!?” seru Yeriko.

“Mas, kemarin Bibi sudah nambah beli lele sepuluh kilo. Tapi, nggak ada satu pun yang bertelur. Sebagian udah Bibi kasih tetangga. Sebagian lagi, Bibi olah aja.”

Yuna menahan tawa sambil duduk di kursi. “Nggak papa, Bi.”

Yeriko menggelengkan kepala. “Bibi kan tahu akhir-akhir ini aku nggak bisa makan ikan. Kenapa malah ikan semua?”

“Mau aku potongin buah?” tanya Yuna.

Yeriko mengangguk. “Itu lebih baik.

“Biar Bibi aja yang potong buahnya. Mbak Yuna duduk aja!” sergah Bibi War.

“Nggak usah, Bi. Kalo potong buah, aku bisa kali.” Yuna bangkit dari tempat duduknya.

“Duduk!” perintah Yeriko.

“Eh!?” Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko.

“Duduk, Yun!” pinta Yeriko. “Biar Bibi yang kerjain!”

Bibi War tersenyum dan bergegas masuk ke dapur untuk mengambil buah.

“Bi, hari ini telur lelenya harus dapat!” pinta Yeriko saat Bibi War kembali sambil membawakan beberapa potong buah.

“Iya. Bibi juga sudah usaha. Kalo belum dapet, mau gimana lagi?”

Yeriko langsung menatap wajah Yuna yang sedang asyik menyantap sarapannya. “Kamu masih pengen telur lelenya?”

Yuna menganggukkan kepala.

“Yun, kalo ngidam jangan aneh-aneh!” pinta Yeriko.

“Aku nggak ngidam. Cuma pengen.”

“Sama aja.”

“Mbak Yuna ngidam?” tanya Bibi War.

Yeriko mengangguk. “Dia udah hamil.”

“Hah!? Beneran, Mbak?” Wajah Bibi War terlihat sangat antusias begitu mendengar ucapan Yeriko.

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

“Bibi seneng banget!” seru Bibi War sambil memeluk Yuna.

“Iya, Bi. Akhirnya aku bisa hamil juga.”

“Ibu sudah tahu kabar baik ini?” tanya Bibi War.

Yuna menatap Yeriko sambil tersenyum.

“Biar aku yang kasih tahu Mama,” jawab Yeriko sambil menatap Bibi War. “Pagi ini kami mau pergi ke dokter. Setelah itu, baru pergi ke rumah Mama buat ngasih kabar ini.”

Yuna ikut tertawa kecil melihat reaksi Bibi War yang begitu antusias.

“Eh, Mbak Yuna siang ini mau makan apa? Biar Bibi siapin!”

“Apa aja, Bi,” jawab Yuna.

“Kalo belum dapet telur lelenya gimana dong?” tanya Bibi War.

Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko.

Tatapan Yuna membuat Yeriko merasa ditodong AK101 tepat di depan kepalanya. “Aku carikan sampai dapat!” sahut Yeriko.

“Kalau Bibi, bisanya nyari di pasar aja. Kemarin, ada yang ngasih saran suruh pergi ke peternak lelenya. Tapi Bibi mah nggak tahu tempatnya.”

Yeriko menarik napas dalam-dalam. “Ntar aku carikan!” sahutnya kesal.

Yuna dan Bibi War saling pandang dan tersenyum.

“Kenapa ngidamnya telur lele?” tanya Bibi War berbisik ke telinga Yuna. “Biasanya, kalo ngidam suka makan yang asem-asem. Kok, malah Mas Yeri yang sering makan asem?”

Yuna tertawa mendengar ucapan Bibi War. “Emang dia ikut ngidam?”

Bibi War mengangguk. “Kayaknya ... kalo Mbak Yuna nggak mual?”

Yuna menggelengkan kepala. Ia merasa selera makannya tidak ada yang berubah. Sama seperti biasanya. Hanya saja, dia ingin makan telur lele sejak beberapa hari lalu. Entah kenapa, makanan itu terus menari-nari di pelupuk matanya.

“Kenapa aku yang sering mual?” gumam Yeriko. “Aku kira asam lambung, ternyata bukan juga.”

“Bi, kalau Yeriko kayak gitu terus, apa nggak bahaya?”

“Bahaya apanya?”

“Dia nggak pernah makan ikan, nggak makan daging, nggak makan telur. Cuma makan buah-buahan aja.”

Yeriko tertawa kecil menatap Yuna. “Aku baik-baik aja. Kamu nggak usah khawatir. Anggap aja lagi diet.”

Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko. Mereka segera menghabiskan makannya dan bergegas menuju klinik tempat Yuna biasa memeriksakan kondisi rahimnya.

Sesampainya di klinik, dokter langsung melakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan kondisi rahim Yuna bisa menerima perkembangan embrio dengan baik.

“Selamat, Pak Yeri!” tutur dokter tersebut. “Usaha kalian tidak sia-sia. Ibu Yuna akhirnya bisa hamil.”

“Terima kasih, Dok!” sahut Yeriko.

“Duduk dulu!” perintah dokter tersebut.

Yeriko dan Yuna duduk di kursi, tepat di hadapan meja kerja dokter.

“Janin yang berada di perut Ibu Yuna sudah berusia tiga minggu.”

“Tiga minggu, Dok? Tapi, sekitar tiga hari yang lalu saya masih haid,” sahut Yuna.

“Haidnya deras?”

Yuna menggelengkan kepala.

“Kandungan Ibu Yuna masih sangat rentan. Saya akan memberikan obat penguat kandungan. Jangan terlalu capek, nggak boleh setres dan jaga asupan makanan dengan baik!” tutur dokter tersebut.

Yuna mengangguk. “Terima kasih, Dok.”

Dokter menganggukkan kepala sembari menulis catatan medis Yuna.

“Karena kandungannya masih sangat rentan, jangan melakukan hubungan suami-istri terlebih dahulu sampai tiga bulan ke depan.” Dokter tersebut tersenyum sambil menyodorkan resep obat untuk Yuna.

Yeriko membelalakkan matanya. “Tiga bulan?” batinnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Dokter tersebut tersenyum mendapati ekspresi wajah Yeriko. “Ini resep obat untuk Ibu Yuna. Kalian bisa tebus di apotek. Periksa lagi bulan depan ya!” pinta dokter tersebut.

Yuna dan Yeriko mengangguk. Mereka bergegas keluar dari ruang pemeriksaan. Yeriko menebus obat terlebih dahulu di apotek sebelum keluar dari rumah sakit dan pergi ke rumah besar keluarga Hadikusuma.

“Bawain apa ya buat Mama?”  tanya Yuna saat ia sudah masuk ke mobil.

“Bawa kamu aja udah cukup,” sahut Yeriko sambil menyalakan mesin mobilnya. Ia langsung melajukan mobilnya menuju rumah mamanya. Kali ini ia merasa sangat bahagia karena bisa memenuhi keinginan mama dan kakeknya untuk segera memberikan keturunan.

Yuna terus tersenyum, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Yeriko yang sedang fokus menyetir.

“Kenapa lihatin aku kayak gitu?” tanya Yeriko tanpa menoleh ke arah Yuna.

“Nggak papa. Pengen lihat aja. Calon ayah buat anakku ...” Yuna menepuk-nepuk lembut kedua pipinya sendiri.

Yeriko tersenyum.  Ia merasakan aura kebahagiaan terus menyelimuti dirinya. Kini ia benar-benar akan menjadi seorang ayah. Ia terus membayangkan bagaimana dirinya bermain dengan anak-anaknya setiap hari.

 

(( Bersambung ... ))

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas