“Semua
ini gara-gara kamu!” sentak Melan sambil menunjuk wajah Yuna.
Yuna
menggelengkan kepala. “Aku nggak dorong dia. Dia yang sengaja mencelakai
dirinya sendiri.”
“Nggak
mungkin Bellina mencelakai dirinya sendiri!” sahut Melan.
“Aku
juga nggak mungkin nyelakain Bellina di rumah kalian sendiri. Seandainya aku
jahat pun, aku nggak bodoh!” sahut Yuna bersikeras. Ia tidak akan mengakui
kesalahan yang tidak pernah ia buat.
“Kamu
masih nggak mau ngaku? Jelas-jelas Bellina sendiri yang bilang kalo kamu yang
dorong dia!”
Yuna
menggelengkan kepalanya. “Aku nggak dorong dia. Dia yang bunuh anaknya sendiri.
Dia sengaja jatuh dari tangga,” tutur Yuna. “Aku masih nggak habis pikir kenapa
dia tega banget ngelakuin ini? Cuma karena mau fitnah aku, dia rela membunuh
anaknya sendiri.”
Melan
membelalakkan matanya. Ia tidak terima dengan ucapan Yuna walau ia mengetahui
kebenarannya. Lian dan Yeriko tidak boleh mengetahui hal ini. Tidak boleh ada
orang lain yang mengetahui kalau kandungan Bellina sudah mengalami kematian
sebelumnya.
Yuna
terduduk lemas sambil terisak. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana janin yang
tidak berdosa itu harus menjadi korban keegoisan ibunya.
Yeriko
merengkuh kepala Yuna. “Udah, nggak usah sedih!” pinta Yeriko. “Aku percaya
sama kamu. Kamu nggak akan ngelakuin ini. Nggak ada yang bisa nyakitin kamu
selama masih ada aku,” lanjutnya sambil menatap Melan penuh kebencian.
Lian
menatap Yuna penuh kepedihan. Ia tidak tahu harus mempercayai siapa. Ia sangat
mengerti bagaimana sifat Yuna, tidak mungkin mencelakai orang lain. Tapi,
apakah Bellina tega mencelakai dirinya sendiri dan anak dalam kandungannya?
“Aku
pasti jeblosin kamu ke penjara karena sudah membunuh cucuku!” sentak Melan
sambil menatap Yuna dan Yeriko.
“Tante
nggak bisa menuduh tanpa bukti,” sahut Yeriko kesal.
“Pernyataan
Bellina bisa jadi bukti untuk menjebloskan istri kamu ini ke penjara!” tegas
Melan.
Yeriko
tersenyum kecil. “Pernyataan Yuna juga bisa membuktikan kalau dia nggak
bersalah.”
“Stop!”
seru Lian sambil menjambak kesal rambutnya sendiri. “Bellina masih di dalam
ruang operasi. Daripada kalian berdebat di sini, lebih baik kalian doain dia
supaya operasinya bisa berjalan dengan baik!”
Semua
orang terdiam. Mereka sibuk dengan pikirannya sendiri dan tidak lagi
memperdebatkan siapa yang bersalah dalam hal ini.
Tiga
jam berlalu ...
Seorang
dokter keluar dari ruangan operasi.
Lian
dan semuanya langsung menghampiri dokter tersebut dan menanyakan keadaan
Bellina.
“Pasien
sudah mengalami masa kritisnya. Sebentar lagi, akan kami pindahkan ke ruang
perawatan. Dia masih belum sadar karena di bawah pengaruh anestesi. Tunggu saja
sampai pasien sadar beberapa menit lagi.”
Lian
mengangguk tanda mengerti.
Yuna
bisa bernapas lega karena kondisi Bellina bisa selamat walau bayi dalam
kandungannya tidak bisa diselamatkan lagi. Ia tidak ingin terus disalahkan atas
perbuatan Bellina yang sengaja menjatuhkan dirinya di tangga. Setelah semuanya
membaik, ia harus segera meminta penjelasan kepada Bellina.
“Bellina
baik-baik aja. Kita pulang sekarang!” ajak Yeriko.
Yuna
menganggukkan kepala. Ia menoleh ke arah Lian yang terlihat sangat kacau karena
kehilangan anaknya. “Li, kami pulang dulu. Besok, kami ke sini lagi nengokin
Bellina.”
Lian
mengangguk kecil.
Yuna
dan Yeriko bergegas melangkah pergi meninggalkan Lian dan dua orang yang
bersamanya.
Yuna
sengaja tidak pamit kepada Melan dan Tarudi. Ia benar-benar tidak mengerti
kenapa keluarganya tega menjebaknya dalam posisi seperti ini. Bahkan
mengorbankan seorang bayi yang tidak bersalah.
“Kenapa?”
tanya Yeriko saat Yuna menghentikan langkahnya saat mereka tiba di pintu
keluar.
Yuna
mengerjapkan mata sambil menekan keningnya yang berdenyut. Ia menatap lantai
rumah sakit berwarna putih yang semakin menyilaukan dan membuatnya tak bisa
melihat apa pun.
“Yuna
...!” Yeriko langsung menangkap tubuh Yuna yang terhuyung ke lantai dan tidak
sadarkan diri. Ia sangat panik dan langsung menggendong Yuna. Ia berlari
membawa Yuna masuk ke dalam lobi rumah sakit.
“Suster,
tolong istri saya!” teriak Yeriko.
Beberapa
perawat langsung menghampiri Yeriko.
“Dia
kenapa, Mas?” tanya salah seorang perawat sambil menarik brankar dan langsung
menghampiri Yeriko.
“Tiba-tiba
pingsan.” Yeriko langsung meletakkan Yuna ke atas brankar. Perawat langsung
mendorong brankar tersebut menuju ruang pemeriksaan.
Yeriko
menunggu di depan pintu ruang pemeriksaan dengan cemas. Sesekali ia melihat
arloji yang sudah menunjukkan jam dua belas malam. Ia mondar-mandir puluhan
kali menunggu hasil pemeriksaan.
Lima
menit berlalu ...
Yeriko
merasa sudah berdiri di sana selama bertahun-tahun.
Lima
belas menit berlalu ...
Yeriko
semakin gelisah karena dokter dan perawat tak kunjung keluar dari ruang
pemeriksaan.
Dua
puluh menit berlalu ...
Seorang
dokter keluar dari ruang pemeriksaan.
“Gimana
keadaan istri saya, Dok?” tanya Yeriko dengan wajah pucat pasi.
Dokter
tersebut tersenyum. “Tidak apa-apa. Hanya kelelahan. Istri Anda sedang hamil,
sebaiknya banyak beristirahat.”
Yeriko
membelalakkan matanya. Rasanya ingin terbang tinggi saat mendengar ucapan
dokter tersebut. Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari dokter
tersebut.
“Beneran,
Dok?” tanya Yeriko dengan mata berbinar.
Dokter
tersebut mengangguk.
“Dokter
nggak salah, kan? Tiga hari yang lalu, istri saya masih haid.”
“Hormon
hCG dan hPL pasien tinggi. Untuk beberapa kasus, ibu hamil masih bisa
mengeluarkan flek darah. Kemungkinan, kandungannya memang rentan. Anda harus
menjaganya dengan baik. Untuk lebih jelasnya, sebaiknya periksakan istri Anda
ke dokter kandungan besok pagi. Kalau tengah malam begini, dokter kandungan
tidak bertugas.” [ hCG - human Chorionic Gonadotropin ] [hpL – human
Placenta Lactogen ]
“Oke.
Makasih, Dok!” Yeriko langsung menyalami dan memeluk dokter tersebut dengan
perasaan yang tak bisa dijelaskan.
“Mmh
... saya boleh masuk?” tanya Yeriko.
Dokter
tersebut menganggukkan kepala.
Yeriko
terus tersenyum bahagia. Ia langsung masuk ke dalam ruang pemeriksaan dan
menghampiri Yuna yang sudah sadar dari pingsannya.
“Pak,
ini biaya tindakan kami. Silakan urus ke kasir!” tutur perawat sambil
menyodorkan secarik kertas ke hadapan Yeriko.
“Dia
nggak perlu dirawat di sini?” tanya Yeriko.
Perawat
tersebut menggelengkan kepala. “Cukup istirahat di rumah saja. Ibu Ayuna hanya
kelelahan.”
Yeriko
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Semua
perawat langsung keluar dari ruang pemeriksaan.
Yeriko
langsung menatap Yuna dan memeluk tubuh istrinya itu sangat erat. “Yun, makasih
ya! Ini saat paling membahagiakan dalam hidupku.”
“Eh!?
Kenapa?” tanya Yuna sambil melepaskan tubuhnya dari pelukan Yeriko.
Yeriko
tersenyum sambil menatap kedua manik mata Yuna. Kedua telapak tangannya
menangkup wajah Yuna dan menciumi seluruh wajahnya bertubi-tubi.
“Ada
apa, sih?” tanya Yuna kebingungan melihat raut wajah Yeriko yang sangat
bahagia.
“Kamu
hamil!” seru Yeriko sambil memeluk kembali tubuh Yuna.
“Hah!?
Serius?”
Yeriko
menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Tapi,
tiga hari lalu aku masih haid. Emang cuma ngeflek sih, tapi ...”
“Kita
bisa beli tes pack malam ini juga. Masih banyak apotek dua puluh empat jam yang
buka. Kita harus pastikan sekarang juga kalau kamu beneran hamil. Gimana?”
Yeriko terus tersenyum menatap Yuna. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaan
bahagianya.
Yuna
tersenyum bahagia sambil memeluk erat tubuh Yeriko. Mereka tenggelam dalam
kebahagiaan. Tubuh mereka serasa melayang-layang di udara.
“Kita
pulang sekarang!” ajak Yeriko.
Yuna
mengangguk sambil tersenyum.
“Masih
pusing?” tanya Yeriko lagi.
“Sedikit,”
jawabnya sambil turun dari brankar.
Yeriko
tersenyum. Ia langsung menggendong tubuh Yuna.
“Yer,
aku masih bisa jalan sendiri,” tutur Yuna sambil tertawa kecil.
Yeriko
tersenyum. “Parkiran jauh. Aku nggak mau kamu capek.”
Yuna
tersenyum sambil menyandarkan kepalanya di dada Yeriko.
Beberapa
pasang mata menatap Yeriko tanpa berkedip. Mereka terpesona dengan ketampanan
Yeriko yang juga memperlakukan pasangannya sangat istimewa.
Yeriko
bergegas membawa Yuna pulang ke rumah. Tak lupa, ia membeli beberapa buah test
pack di salah satu apotek 24 jam yang mereka lalui.
Sesampainya
di rumah, Yuna langsung masuk ke kamar mandi dan menggunakan test pack berbeda
merk untuk mengecek kehamilannya.
Yuna
memejamkan mata saat ingin melihat hasil yang akan muncul dari test pack
tersebut. Ia langsung membelalakkan mata dan mencoba semua test pack untuk
memastikan semua hasilnya sama.
Yuna
menundukkan kepala sambil menggenggam lima buah test pack yang menunjukkan
hasil sama. Ia membuka pintu kamar mandi sambil menunduk tak bersemangat.
“Gimana
hasilnya?” tanya Yeriko yang sudah menunggu di depan pintu kamar mandi.
Yuna
bergeming dan hanya menggigit bibirnya.
Yeriko
langsung muram begitu melihat ekspresi wajah Yuna. Tanpa menjawab pun, ia sudah
tahu apa yang akan dikatakan oleh Yuna.
Yuna
melirik Yeriko sambil menyembunyikan bibirnya. “AKU HAMIL ...!” seru Yuna
sambil melompat kegirangan.
Yeriko
langsung menatap wajah Yuna. “Serius?” ia merebut semua test pack dari tangan
Yuna. Matanya langsung berbinar melihat semua test pack menunjukkan hasil
positif.
Yuna
tersenyum bahagia menatap Yeriko.
“Aargh
...! akhirnya aku bakal jadi Ayah!” seru Yeriko sambil melemparkan semua test
pack yang ada di tangannya dan langsung mengangkat tubuh Yuna tinggi-tinggi.
Yuna
tertawa bahagia. Usahanya kali ini tidak sia-sia. Ia dan Yeriko benar-benar
merasa bahagia dan menghabiskan malam bertabur kebahagiaan.
((
Bersambung ... ))
Yee
... akhirnya Ms. Ye tahu kalo dia udah hamil. Gimana protective-nya Mr. Ye ya?
Baca
terus dan dukung cerita ini dengan kasih review baik di
kolom komentar.
Much
Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment