Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 252 || Jebakan Keji || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yun, kamu masih ingat tempat ini?” tanya Bellina sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang dahulunya adalah kamar Yuna. “Sampai sekarang, kamar ini nggak berubah.”

Yuna tersenyum sambil melangkahkan kakinya perlahan. Ia menatap beberapa foto yang terpajang di dinding kamar. Rumah keluarga Bellina memang lumayan bagus. Tapi sangat menyedihkan baginya. Di kamar berukuran 3x4 meter itu, Yuna menghabiskan masa-masa remajanya.

Bellina meraih satu pigura di atas meja yang membingkai foto keluarga besar keluarga Linandar. “Nggak terasa, semuanya cepat berubah. Bahkan, kamu nggak pernah menginginkan menginjakkan kaki di keluarga ini lagi.”

Yuna tersenyum kecil. Ia mengingat malam-malam yang ia habiskan di kamar ini. Setiap malam ia belajar begitu keras demi mendapatkan beasiswa dan bisa keluar dari rumah ini. Setiap harinya juga, ia lebih memilih menghabiskan waktunya di sekolah hingga sore hari untuk menghindari perlakuan paman dan bibinya yang kerap menyakitinya.

“Yun, kamu ingat nggak waktu kita dulu sering main ke pantai waktu pulang sekolah?” Bellina melihat potret kebersamaannya dengan Yuna dan Lian di pantai dengan seragam putih abu-abu.

Yuna tersenyum kecil. “Ingat. Tapi, aku berharap nggak pernah bisa mengingat masa laluku yang begitu menyakitkan.”

Bellina tersenyum sinis. “Kenapa? Bukannya masa lalu kamu indah? Kamu selalu dapet kasih sayang dari Papa. Kamu bisa dapetin perhatian Lian,” tuturnya sambil menatap tajam ke arah Yuna.

Yuna membelalakkan matanya mendapati tatapan Bellina. Kini, ia benar-benar yakin kalau Bellina mengundangnya ke rumah ini bukan untuk meminta maaf. Hanya untuk membuatnya sakit karena harus mengenang masa lalunya yang menyedihkan.

Bellina tertawa kecil melihat reaksi Yuna. “Kenapa sih, Yun? Aku harus hidup dalam bayang-bayang kamu? Semua orang selalu melihat kamu. Nggak ada satu pun yang lihat aku dan peduli sama aku,”  tutur Bellina dengan mata berkaca-kaca.

“Aku nggak ngerti maksud kamu, Bel.”

“Nggak ngerti?” Bellina tersenyum sinis. “Kamu beneran nggak ngerti atau Cuma pura-pura nggak ngerti?” Ia menatap tajam ke arah Yuna.

Yuna menggelengkan kepala.

Bellina tersenyum menatap Yuna. “Kamu sadar nggak sih kalau sampai sekarang, Lian masih aja perhatiin kamu?”

Yuna balas tersenyum menatap Bellina. “Sejak dulu, Lian memang perhatian sama aku sebagai pacar. Tapi, kamu juga jadi selingkuhannya selama aku pacaran sama Lian. Kamu nggak tahu gimana rasanya dikhianati sama pacar dan saudara sendiri? Sakit, Bel. Tapi, aku sekarang udah jauh lebih baik dan bahagia. Aku udah lupain saat-saat itu. Bagiku, kebahagiaan yang dikasih Yeriko, cukup untuk membuatku melupakan semua rasa sakit yang aku rasain di masa lalu.”

“Kamu nggak akan balik ke Lian lagi kan?” tanya Bellina.

Yuna menggelengkan kepala. “Aku udah nikah dan hidup bahagia. Nggak punya keinginan sedikitpun untuk kembali ke Lian.”

“Bagus.” Bellina manggut-manggut. “Aku pegang kata-katamu ini.”

Yuna tersenyum. Ia berharap kalau kakak sepupunya itu benar-benar bisa berubah dan berhenti membencinya.

“Turun, yuk! Aku haus,” ajak Bellina setelah beberapa menit mereka menghabiskan waktu di dalam ruangan tersebut tanpa kata-kata.

Yuna mengangguk dan mengikuti langkah Bellina perlahan.

Saat langkahnya hampir mencapai ujung tangga, Bellina melirik ke arah Yuna yang berdiri di belakangnya.

“Aargh ...!” Bellina sengaja menjatuhkan tubuhnya di ujung tangga ia berguling ke bawah.

“Astaga! Bellina!” seru Yuna saat melihat tubuh Bellina tergeletak lemas di bawah tangga. Tubuhnya gemetaran dan langsung menghampiri Bellina.

Semua orang langsung berlari ke tangga begitu mendengar teriakan Bellina.

“Bel, kenapa bisa jatuh?” tanya Lian sambil memeluk kepala Bellina.

“Dia yang dorong aku,” jawab Bellina lemah sambil menoleh ke arah Yuna yang berdiri di sebelahnya.

Yuna menggelengkan kepala. “Aku nggak dorong dia. Dia yang sengaja menjatuhkan diri di atas tangga.”

“Gimana bisa Bellina menjatuhkan dirinya sendiri, hah!?” sentak Melan. “Tante nggak nyangka kalau kamu sekejam ini. Kamu tahu kan kalau Bellina lagi hamil? Kamu iri sama dia karena kamu nggak bisa punya anak?”

Yuna menggelengkan kepala dengan mata berkaca-kaca. “Aku nggak dorong dia. Aku nggak mungkin sejahat itu, Tante.”

“Aargh ...!” Bellina mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya. Darah segar mulai keluar dari mulut rahim dan membuat Lian sangat panik.

“Tante jangan nuduh sembarangan!” pinta Yeriko. “Yuna nggak mungkin mencelakai orang lain apalagi saudara sendiri.”

“Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Bisa aja dia ngelakuin ini supaya Bellina keguguran. Dia pasti iri karena dia sendiri nggak bisa hamil juga sampai sekarang!” maki Melan.

Yuna menggelengkan kepala dan meraih lengan Yeriko. “Yer, aku nggak dorong dia. Aku nggak ngelakuin itu. Aku nggak mungkin nyelakain Bellina dan bayinya. Kamu percaya aku, kan?” tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

“Aku percaya sama kamu.” Yeriko merangkul tubuh istrinya dan mengelus lembut pundak Yuna.

“Mana ada penjahat mau ngaku!” seru Melan. “Kalau sampai terjadi apa-apa sama bayinya Bellina. Tante akan nuntut kamu!”

“STOP!” teriak Lian sambil menangis histeris melihat banyak darah yang mengalir ke lantai. “Bellina udah kayak gini, kalian masih bisa berdebat di sini!?” sentak Lian sambil menggendong tubuh Bellina yang lemah keluar dari rumah dan membawanya ke rumah sakit.

“Awas kamu ya! Tante bakal bikin perhitungan ke kamu!” dengus Melan sambil menunjuk wajah Yuna penuh kebencian. Ia dan suaminya bergegas menyusul Lian ke rumah sakit.

“Yer, kamu percaya sama akun kan?” tanya Yuna dengan mata berkaca-kaca. “Aku nggak dorong dia. Dia yang sengaja menjatuhkan dirinya di tangga. Aku masih nggak ngerti kenapa dia tega ngelakuin ini. Dia rela menyakiti anaknya cuma buat fitnah aku.” Ia terisak  dalam pelukan Yeriko.

Yeriko menarik napas dalam-dalam sambil memeluk erat tubuh Yuna. Ia merasa sangat bersalah. Sejak awal, mereka merasa ada yang tidak beres dengan undangan makan malam ini.

“Kita susul mereka ke rumah sakit. Aku khawatir sama keadaan Bellina dan kandungannya,” pinta Yuna.

Yeriko mengangguk. Mereka bergegas keluar dari rumah keluarga Bellina dan langsung melaju menuju rumah sakit terdekat.

“Andre beneran bawa Bellina ke rumah sakit ini?” tanya Yeriko begitu mereka sampai di parkiran rumah sakit.

Yuna mengangguk. Ia langsung turun dari mobil san berlari menuju ruang  IRD (Instalasi Rawat Darurat). Ia langsung menghampiri Lian yang sedang berdiri sambil berbaring di dinding.

“Gimana keadaan Bellina?” tanya Yuna.

Lian menyandarkan kepalanya sambil meneteskan air mata. “Dokter lagi berusaha menangani,” jawabnya lirih.

Melan ingin memaki Yuna kembali, namun ia ditahan oleh Tarudi.

Yuna meremas jemari tangannya sendiri. Ia sangat cemas dengan keadaan Bellina. Sesekali ia menatap Lian, kemeja putih yang ia kenakan berlumuran darah.

Seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan dan langsung menghampiri Lian.

“Gimana keadaan istri dan kandungannya, Dok?” tanya Lian.

“Istri Anda mengalami pendarahan hebat.  Kami harus segera melakukan operasi untuk mengeluarkan janin dalam kandungannya.” Dokter tersebut menyodorkan dokumen ke arah Lian. “Tolong tanda tangani segera agar kami bisa mengambil tindakan!”

Tangan Lian gemetar saat meraih pena dari tangan dokter tersebut. Ia meneteskan air mata melihat dokumen persetujuan operasi yang asa di tangannya.

“Dok, anak itu masih kecil. Apa nggak ada cara lain untuk menolong bayi kami?” tanya Lian.

Dokter tersebut menggelengkan kepala.

Lian memejamkan mata sejenak. Ia menarik napas dan menggoreskan pena ke atas kertas dengan berat hati.

Dokter tersebut langsung menyambar kertas dari tangan Lian. “Suster, cepat bawa ke ruang operasi!” perintahnya sambil setengah berlari.

Semua perawat langsung bersiap dan mendorong ranjang pasien Bellina menuju ruang operasi.

Yuna ikut menangis melihat kejadian ini. Ia bisa melihat Bellina terbaring tak berdaya sambil mengeluarkan air matanya. Ia tak menyangka kalau Bellina akan kehilangan anak yang dikandungnya.

Lian langsung menangis histeris, tubuhnya merosot ke lantai. Ia merasa menjadi pria yang tak berguna. Tidak bisa menjaga anaknya dengan baik. Tidak bisa menjadi ayah yang baik untuk anak yang bahkan belum sempat melihat dunia.

Melan dan Terudi juga ikut terisak melihat nasib anak dan calon cucu kesayangannya. Semua orang ikut bersedih. Melan sangat menyesali perbuatannya.

Bayi dalam kandungan Bellina memang sudah meninggal. Hanya ini satu-satunya cara yang bisa mereka lakukan untuk menjebak Yuna. Jatuh atau tidak, bayi Bellina tetap akan dikeluarkan dari rahimnya. Ia terus melirik Yuna penuh kebencian. Ia berharap, Yuna mendapatkan penderitaan seumur hidupnya.

 

(( Bersambung ... ))

 

Keluarga jahat, untung ada Perfect Hero-nya Yuna. Mr. Ye nggak akan biarin Yuna menderita dong ya

Makasih udah baca sampai di sini. Dukung terus dengan kasih review baik di kolom komentar.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas