“Oh
ya, maksud kedatangan Oom kemari, ingin mengajak kalian makan malam di rumah
Oom!” tutur Tarudi saat melihat Yuna datang sambil membawa nampan di tangannya.
“Mmh
... maaf, Oom. Kalau malam ini, kami nggak bisa.” Yuna menyuguhkan kopi hangat
ke hadapan Tarudi dan Yeriko.
“Kenapa?”
tanya Tarudi.
Yuna
langsung menoleh ke arah Yeriko. Ia tersenyum dan duduk tepat di sebelah
Yeriko. “Yun, sejak kalian menikah, belum pernah main ke rumah Oom. Walau
bagaimana pun, Oom ini masih keluarga kamu. Apa kamu sama sekali tidak
menghargai keberadaan Oom kamu ini?”
Yuna
menggigit bibir bawahnya. “Aku ... nggak berani ke sana. Tante dan Bellina
benci banget sama aku. Aku nggak mau berantem sama mereka.”
“Biar
benci, mereka tetap sayang sama kamu. Lagipula, Melan sekarang sudah berubah.
Buktinya, dia nyuruh Oom ke sini buat ngajak kamu makan malam. Bahkan, dia
sempat memikirkan membeli hadiah untuk kamu.”
Yuna
tersenyum kecut. Ia menggelengkan kepala.
“Yun,
percaya sama Oom!” pinta Tarudi. “Tante kamu sudah berubah. Dia mau ngajak
makan malam karena mau minta maaf sama kamu. Tolong, kasih kesempatan tante
kamu dan Bellina untuk berubah!”
Yuna
menggelengkan kepala. “Aku nggak mau ke sana,” tuturnya sambil memeluk lengan
Yeriko.
Yeriko
menggenggam erat tangan Yuna sambil menatap Tarudi. “Maaf, Oom. Yuna nggak mau
ke sana.”
“Ini
cuma jamuan makan malam biasa. Tapi tante kamu sudah menyiapkan semuanya. Dia
semangat sekali membuatkan masakan yang spesial untuk kalian. Tolong, jangan
kecewakan niat tulus tante kamu!” pinta Tarudi. “Lagipula, kalian nggak datang
di acara pesta pernikahan Bellina. Anggap saja, ini rasa syukur keluarga dan
Oom harap kalian bisa datang malam ini.
Yuna
dan Yeriko saling pandang. Yuna sangat mengerti bagaimana sifat keluarga
Bellina. Tiba-tiba ingin meminta maaf? Ia merasa ada sesuatu yang aneh.
Yeriko
menarik napas dalam-dalam sambil menatap Tarudi.
“Sekali
ini saja!” pinta Tarudi.
Yeriko
menganggukkan kepala. “Oke. Untuk kali ini aja, Om.”
Tarudi
langsung tersenyum dan menarik napas lega karena Yeriko akhirnya setuju untuk
makan malam bersama keluarganya.
Yuna
menarik-narik ujung baju Yeriko. Ia sangat berharap kalau suaminya menarik
kembali ucapannya itu.
Yeriko
tersenyum sambil mengelus lembut punggung tangan Yuna.
“Kalau
gitu, Oom pamit pulang dulu!” pamit Tarudi. “Oom tunggu kehadiran kalian di
rumah.” Ia bangkit dari tempat duduknya.
Yeriko
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Tarudi
bergegas keluar dari rumah Yeriko.
Yeriko
dan Yuna masih bergeming di tempatnya. Mereka tidak berminat sedikitpun untuk
mengantarkan pamannya keluar dari rumah.
“Yer,
kenapa sih kamu setuju makan malam di rumah Oom Tarudi?” tanya Yuna kesal.
“Nggak
papa. Cuma sekali ini aja. Lagipula, mereka memang keluarga kamu. Aku juga
sudah sangat lancang menikahi kamu tanpa izin dia. Rasanya nggak etis kalau
harus menolak undangan dia.”
“Aku
nggak yakin kalau Tante Melan dan Bellina mau minta maaf. Kemarin, mereka baru
aja ngajak berantem. Aku takut, mereka punya rencana jahat ke aku.”
“Kamu
tenang aja! Ada aku. Aku nggak akan ngebiarin mereka melukai kamu.” Yeriko
mengelus lembut kepala Yuna.
“Tapi
...”
“Kalau
mereka jahatin kamu, aku pasti melindungi kamu.”
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia merasa sangat bahagia karena
mendapatkan seorang suami yang begitu sempurna di matanya.
“Udah,
siap-siap sekarang!” perintah Yeriko sambil mendorong perlahan tubuh Yuna.
“Kamu?”
“Aku
santai, nggak perlu dandan.”
“Aku
juga nggak mau dandan.”
“Mau
pake baju begini ke rumah paman kamu?”
“Emang
kenapa?” tanya Yuna sambil mengamati piyama lengan pendek yang ia kenakan.
“Ganti!”
perintah Yeriko.
Yuna
mengerucutkan bibirnya. Ia malah bergelayut di tubuh Yeriko dengan manja.
“Nggak mau ke sana,” rengeknya.
“Yun,
kamu tenang aja! Aku pasti jagain kamu, kamu nggak percaya sama aku?” tanya
Yeriko sambil menangkup wajah Yuna dengan dua telapak tangannya.
“Percaya.
Tapi ...”
“Ya
udah, cepet ganti baju!” pinta Yeriko. “Aku nggak suka kamu ngulur waktu.”
Yuna
mencebik dan langsung bergegas naik ke kamar untuk bersiap-siap.
Beberapa
menit kemudian, Yuna dan Yeriko sudah bersiap untuk pergi ke rumah keluarga
Linandar.
“Udah
siap?” tanya Yeriko sambil memasang arloji ke pergelangan tangannya.
Yuna
mengangguk. Mereka bergegas keluar rumah dan langsung menuju ke rumah keluarga
Bellina.
Yuna
menarik napas beberapa kali saat mereka sudah berada di depan rumah keluarga
Bellina.
“Ayo,
turun!” ajak Yeriko sambil melepas safety belt.
Yuna
bergeming. Ia sama sekali tidak berminat masuk ke dalam rumah tersebut. Walau
ada beberapa kenangan indah di rumah itu. Tapi, ia merasa lebih banyak kenangan
yang menyakitkan.
“Yun
...!” Panggilan Yeriko membuyarkan lamunan Yuna.
Yuna
menarik napas dalam-dalam dan melepas safety belt dari tubuhnya. Ia membuka
pintu perlahan dan turun dari mobil.
Di
teras rumah, Melan dan keluarganya sudah menunggu kedatangan Yuna di teras
rumahnya.
“Halo,
Sayang! Gimana kabarnya?” sapa Melan penuh kehangatan.
Yuna
hanya tersenyum membalas sambutan Melan yang terlihat sangat manis.
Bellina
juga ikut tersenyum manis. Keluarga mereka menyambut kedatangan Yuna penuh suka
cita.
Yuna
merasa ada yang aneh dengan keluarga ini. Tidak biasanya, mereka bersikap
sangat baik kepada dirinya. “Apa mereka bener-bener mau minta maaf?” batin
Yuna.
“Ayo,
masuk!” pinta Melan mempersilakan Yeriko dan Yuna masuk ke dalam rumahnya.
Yeriko
mengangguk. Ia menyerahkan beberapa hadiah untuk keluarga Bellina.
“Ya
ampun, pakai repot-repot bawakan hadiah segala,” tutur Melan sambil menatap
Yeriko. Dalam hati, ia tersenyum senang karena mendapat hadiah dari Yeriko.
“Nggak
repot, Tante. Cuma sedikit.”
“Ah,
sebanyak ini kamu bilang sedikit?” sahut Melan. “Ayo, ayo ... masuk!”
Yeriko
mengangguk sambil menggenggam tangan Yuna.
Yuna
tak banyak bicara. Ia memilih untuk diam dan hanya tersenyum menanggapi obrolan
Bellina dan keluarganya.
Mereka
langsung bergegas ke meja makan untuk menikmati makan malam bersama.
“Yun,
aku mau minta maaf atas sikap aku beberapa terakhir ini,” tutur Bellina.
Yuna
tersenyum kecil dan mengangguk perlahan.
Melan
melirik sejenak ke arah Bellina karena Yuna tak banyak bicara dan hanya
tersenyum setiap kali diajak berbicara.
“Iya.
Tante juga minta maaf karena selama ini sering berprasangka buruk,” tutur
Melan.
“Iya,
Tante.” Yuna hanya menyunggingkan sedikit senyumnya. Ia sama sekali tidak
merasakan ketulusan dari wajah Bellina maupun tantenya. Mereka menikmati makan
malam sambil berbincang kaku. Semuanya terasa sangat canggung sebab Yuna dan
Yeriko tidak begitu ramah menghadapi keluarga Bellina.
Sementara
itu, Wilian tak banyak bicara. Ia sesekali mencuri pandang ke arah Yuna.
Semakin hari, ia merasa kalau Yuna jauh lebih baik dari Bellina dalam segi apa
pun. Kini, Yuna terlihat sangat mempesona dan berkelas. Membuat perasaanya
sangat tersiksa karena telah menyia-nyiakan Yuna.
Usai
makan malam, Melan mengajak Yeriko berbincang. Sementara, Bellina mengajak Yuna
naik ke kamar untuk mengenang masa-masa saat mereka masih bersama di rumah
tersebut.
((
Bersambung ... ))
“Tanamlah benih kebaikan dan kamu akan
melahirkan kebaikan ...” –Vella Nine–
Makasih
udah baca sampai di sini. Dukung terus dengan kasih Star Vote, hadiah dan
review baik di kolom komentar.
Much
Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment