Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 250 || Mulai Ngidam || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Lihat apa? Senyum-senyum sendiri?” tanya Yeriko sambil menghampiri Yuna yang sedang duduk di sofa.

“Lihat foto-foto bayi. Lucu-lucu banget.” Yuna terus tersenyum sembari melihat foto-foto yang ada di internet.

“Tumben?” Yeriko langsung duduk di samping Yuna.

“Iya. Tadi lagi cari bandana gitu buat aku. Eh, muncul foto-foto bayi, lucu-lucu. Lihat!” Yuna menyodorkan ponselnya ke arah Yeriko.

Yeriko tersenyum dan langsung meraih ponsel dari tangan Yuna. “Punya anak perempuan lucu ya?”

Yuna menganggukkan kepala. “Kamu ... pengen anak cewek atau cowok?”

Yeriko melirik ke atas. “Mmh ... anak pertama cewek, anak kedua cowok. Kalo bisa, sekali melahirkan cowok sama cewek.”

“Kembar gitu?”

Yeriko menganggukkan kepala.

“Emang bisa? Kan nggak ada keturunan kembar.”

“Mmh ... harus ada keturunan ya?”

“Nggak tahu juga. Hahaha.”

“Ya udah, nggak usah kembar nggak papa. Yang penting sehat dan bahagia.”

“Mmh ... tapi, ada yang bilang bisa diprogram sih. Emangnya kenapa pengen punya anak kembar?” tanya Yuna.

Yeriko tersenyum sambil merengkuh kepala Yuna. “Lucu aja.”

Yuna tertawa kecil. “Iya juga, sih. Kalo misalnya nggak bisa punya anak kembar, gimana?”

“Nggak gimana-gimana.”

“Mau punya anak berapa?” tanya Yuna.

“Satu aja.”

“Kenapa cuma satu? Aku bakal kesepian kalo cuma punya anak satu.”

“Kalo punya anak lebih dari satu, ntar mereka berantem.”

Yuna mengernyitkan dahinya. “Anak-anak, berantem kan biasa.”

Yeriko menggelengkan kepala. “Mmh ... sebenarnya, aku nggak tega.”

“Nggak tega kenapa?” tanya Yuna sambil menengadahkan kepalanya menatap Yeriko.

“Karena aku tahu melahirkan itu nggak mudah. Aku nggak akan  tega lihat kamu sakit,” jawab Yeriko sambil memeluk erat tubuh Yuna.

Yuna tersenyum sambil menyentuh pipi Yeriko. “Semua wanita ditakdirkan menjadi ibu. Harusnya bahagia kalau bisa melahirkan anak-anak yang lucu.”

 

Yeriko menarik napas sambil mengendus leher Yuna. “Apa kamu bener-bener udah siap jadi ibu?”

 

Yuna mengangguk pasti.

 

“Nggak takut sakit?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kalau perempuan takut melahirkan, nggak ada manusia di dunia ini. Buktinya, jumlah manusia terus bertambah. Artinya ... melahirkan bukan sesuatu yang harus ditakuti.”

 

Yeriko tersenyum sambil mencium pipi Yuna. “Makasih, ya!”

 

“Untuk?”

 

“Kamu sudah bersedia melahirkan anak-anakku.”

 

“Belum,” sahut Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Tapi akan ...”

 

“Aamiin ...”

 

“Mas Yeri ...!” Bibi War tiba-tiba sudah ada di hadapan mereka tanpa mereka sadari kehadirannya.

 

“Ya, Bi.”

 

“Bibi udah beli lele lima kilo. Nggak ada telurnya.”

 

Yuna mengerutkan bibirnya. Entah kenapa sulit sekali mencari telur lele. Ia juga tidak mengerti kenapa makanan yang satu itu selalu berkelebat di pelupuk matanya.

 

“Beli lagi, Bi!” perintah Yeriko.

 

“Bibi udah beli lima kilo.”

 

“Tambahin lagi!” perintah Yeriko lagi. “Beli sepuluh atau dua puluh kilo. Masa nggak ada satu pun yang bertelur!?”

 

“Tapi, Mas. Lelenya mau diapakan sebanyak itu?” tanya Bibi War.

 

“Iya. Masa setiap hari disuruh makan lele?”

 

“Telurnya belum dapet. Lelenya aja dulu dimakan,” sahut Yeriko sambil menahan tawa.

 

Yuna memonyongkan bibirnya sambil memukul perut Yeriko.

 

“Aw ...!” serunya sambil tertawa.

 

“Bi, lelenya bagi-bagi aja ke tetangga yang mau. Bibi cari telurnya aja!” perintah Yeriko sambil tertawa. Ia langsung menangkap lengan Yuna yang mencoba menyerang dirinya.

 

Yuna langsung terdiam mendengar ucapan Yeriko. “Mmh ... bener juga. Kasih ke tetangga aja, Bi!”

 

“Kamu ada-ada aja. Pengen makan telur lele,” celetuk Yeriko. “Kayak nggak ada makanan lain yang lebih enak aja.”

 

“Namanya juga kepengen,” sahut Yuna.

 

“Mbak Yuna ngidam?” tanya Bibi War sambil tersenyum.

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Kalo Bibi perhatikan, kayaknya Mbak Yuna udah mulai hamil. Soalnya, Mas Yeri juga ngidam.”

 

“Ngidam!?” Yuna dan Yeriko berseru berbarengan.

 

Bibi War tersenyum menatap Yunq dan Yeriko.

 

“Aku nggak bisa hamil, Bi.”

 

“Suami bisa ngidam kalau istrinya hamil.”

 

“Serius, Bi?” tanya Yuna sambil tersenyum.

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

“Kenapa senyum-senyum?” tanya Yeriko.

 

“Nggak papa. Bagus aja kalo suami yang ngidam. Biar tahu gimana rasanya ngidam, hahaha.”

 

Yeriko mengerutkan keningnya sambil menatap Yuna. “Kamu ...!?”

 

Bibi War tersenyum kecil. “Semoga beneran hamil ya! Soalnya, Mas Yeri kan sekarang sering mual kalo makan ikan.”

 

Yeriko terdiam. Ia dan Yuna saling pandang. “Ntar, dikira hamil sekalinya enggak. Kayak kemarin itu.”

 

“Nanti kalau periksa ke dokter kan ketahuan,” tutur Bibi War. “Kalo Mbak Yuna beneran ngidam, berarti Bibi harus nyarikan telur lelenya sampai dapat. Kalo nggak, ntar anaknya ileran!”

 

Yeriko membelalakkan mata mendengar ucapan Bibi War. “Ah, mitos!” sahutnya kesal.

 

“Ya udah kalo nggak percaya. Bibi nggak usah cari lele lagi. Biar aja Mbak Yuna nggak bisa tidur karena pengen telur lele terus,” ucap Bibi War sambil berlalu pergi.

 

“Eh!?” Yeriko mengernyitkan dahinya. “Kenapa Bibi jadi begitu?”

 

“Begitu kenapa?” tanya Yuna.

 

“Ngece. Kayak kamu!” sahut Yeriko. “Jangan-jangan, dia udah ketularan sama kamu.”

 

“Iih ... aku nggak pernah ngece,” sahut Yuna.

 

“Nggak pernah kalo sekali,” sahut Yeriko sambil menoleh ke arah bel pintu yang berbunyi.

 

“Siapa?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko.

 

Yeriko mengedikkan bahu.

 

“Lutfi? Chandra atau Riyan?”

 

“Sejak kapan mereka masuk rumah ini pake acara mencet bel?”

 

“Mmh ... iya juga, sih. Biar aku yang bukain pintu.” Yuna langsung bangkit dan bergegas melangkah menuju pintu rumahnya.

“Oom?” Yuna mengernyitkan dahi saat melihat sosok Tarudi dari balik kaca rumahnya. Ia tersenyum kecil dan langsung membukakan pintu untuk pamannya.

Tarudi langsung memasang senyum lebar begitu Yuna membukakan pintu untuknya.

“Oom, tumben ke sini? Ada apa?” tanya Yuna.

“Sejak kamu menikah, Oom belum pernah mengunjungi kamu.”

“Oh. Masuk, Oom!” pinta Yuna sambil mempersilakan pamannya masuk ke rumah.

Tarudi mengangguk. Ia melangkah perlahan memasuki rumah Yeriko sambil mengedarkan pandangannya. Ia gemetaran melihat dekorasi rumah yang sangat mewah. Keponakannya benar-benar menikahi pria yang sangat kaya dan ia tidak tahu bagaimana menghadapinya.

“Silakan duduk, Oom!” pinta Yuna.

Tarudi mengangguk, ia duduk di salah satu sofa yang membelakangi pintu rumah Yeriko.

“Oom, mau minum apa?” tanya Yuna sambil tersenyum manis.

“Apa aja.”

“Oke. Aku ke belakang dulu!”

“Eh, tunggu! Ini, Oom bawain oleh-oleh buat kamu.” Tarudi menyodorkan sebuah paper bag ke hadapan Yuna.

“Makasih, Oom!” ucap Yuna sambil tersenyum manis. Ia bergegas melangkahkan kakinya menuju dapur.

“Siapa?” tanya Yeriko saat Yuna melewatinya.

“Oom aku,” jawab Yuna berbisik. Ia langsung menghampiri Yeriko yang duduk santai di sofa ruang keluarga sambil membaca majalah bisnis.

Yuna menghampiri Yeriko sambil meletakkan paper bag di bawah kakinya. “Yer, kenapa Oom aku tiba-tiba datang ke sini. Bawain hadiah segala. Jangan-jangan, dia ada maksud terselubung,” bisik Yuna.

Yeriko tersenyum sinis. Ia menutup majalah yang ia baca, meletakkan kembali ke atas meja dan bangkit dari tempat duduk.

“Kamu mau nemuin dia?” tanya Yuna.

Yeriko menganggukkan kepala. “Walau gimana pun, dia Oom kamu. Kita harus menghargai dia yang sudah menyempatkan waktu datang ke sini.”

“Oke. Aku ke dapur dulu.”

Yeriko mengangguk dan bergegas menemui Tarudi di ruang tamunya. “Sore, Oom!” sapanya sambil tersenyum manis.

“Sore!” Tarudi langsung bangkit dari tempat duduknya dan mengulurkan tangan ke arah Yeriko.

“Ah, Oom seperti orang lain aja. Santai aja, Oom!” sahut Yeriko sambil membalas uluran tangan Tarudi. “Silakan duduk, Oom!”

Tarudi mengangguk dan duduk kembali.

“Gimana kabarnya, Oom? Sehat?”

Tarudi mengangguk. “Kamu sendiri bagaimana? Sepertinya, keponakan Oom hidupnya sangat bahagia di tempat ini.”

Yeriko tersenyum menanggapi ucapan Tarudi. “Kalau dia nggak bahagia, dia nggak akan betah tinggal di rumah ini.”

Tarudi langsung terdiam. Ia merasa kalau Yeriko sengaja menyinggung dirinya. Sebab, selama ini Yuna tidak betah tinggal di dalam rumahnya. Sejak pulang dari Melbourne, Yuna tidak pernah menginjakkan kaki di rumahnya.

Yeriko tersenyum kecil melihat raut wajah Tarudi yang tiba-tiba berubah. Ia sangat mengerti bagaimana keluarga Tarudi memperlakukan Yuna. Kali ini, ia akan selalu melindungi Yuna dari kejahatan.

 

 (( Bersambung ... ))

 

Tanamlah benih kebaikan dan kamu akan melahirkan kebaikan ...

 

Makasih udah baca sampai di sini. Dukung terus dengan kasih  review baik di kolom komentar.

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas