“Lihat
apa? Senyum-senyum sendiri?” tanya Yeriko sambil menghampiri Yuna yang sedang
duduk di sofa.
“Lihat
foto-foto bayi. Lucu-lucu banget.” Yuna terus tersenyum sembari melihat
foto-foto yang ada di internet.
“Tumben?”
Yeriko langsung duduk di samping Yuna.
“Iya.
Tadi lagi cari bandana gitu buat aku. Eh, muncul foto-foto bayi, lucu-lucu. Lihat!” Yuna menyodorkan ponselnya ke arah
Yeriko.
Yeriko
tersenyum dan langsung meraih ponsel dari tangan Yuna. “Punya anak perempuan
lucu ya?”
Yuna
menganggukkan kepala. “Kamu ... pengen anak cewek atau cowok?”
Yeriko
melirik ke atas. “Mmh ... anak pertama cewek, anak kedua cowok. Kalo bisa,
sekali melahirkan cowok sama cewek.”
“Kembar
gitu?”
Yeriko
menganggukkan kepala.
“Emang
bisa? Kan nggak ada keturunan kembar.”
“Mmh
... harus ada keturunan ya?”
“Nggak
tahu juga. Hahaha.”
“Ya
udah, nggak usah kembar nggak papa. Yang penting sehat dan bahagia.”
“Mmh
... tapi, ada yang bilang bisa diprogram sih. Emangnya kenapa pengen punya anak
kembar?” tanya Yuna.
Yeriko
tersenyum sambil merengkuh kepala Yuna. “Lucu aja.”
Yuna
tertawa kecil. “Iya juga, sih. Kalo misalnya nggak bisa punya anak kembar,
gimana?”
“Nggak
gimana-gimana.”
“Mau
punya anak berapa?” tanya Yuna.
“Satu
aja.”
“Kenapa
cuma satu? Aku bakal kesepian kalo cuma punya anak satu.”
“Kalo
punya anak lebih dari satu, ntar mereka berantem.”
Yuna
mengernyitkan dahinya. “Anak-anak, berantem kan biasa.”
Yeriko
menggelengkan kepala. “Mmh ... sebenarnya, aku nggak
tega.”
“Nggak
tega kenapa?” tanya Yuna sambil menengadahkan kepalanya menatap Yeriko.
“Karena
aku tahu melahirkan itu nggak mudah. Aku nggak akan tega lihat kamu
sakit,” jawab Yeriko sambil memeluk erat tubuh Yuna.
Yuna
tersenyum sambil menyentuh pipi Yeriko. “Semua wanita ditakdirkan menjadi ibu.
Harusnya bahagia kalau bisa melahirkan anak-anak yang lucu.”
Yeriko
menarik napas sambil mengendus leher Yuna. “Apa kamu bener-bener udah siap jadi
ibu?”
Yuna
mengangguk pasti.
“Nggak
takut sakit?”
Yuna
menggelengkan kepala. “Kalau perempuan takut melahirkan, nggak ada manusia di
dunia ini. Buktinya, jumlah manusia terus bertambah. Artinya ... melahirkan
bukan sesuatu yang harus ditakuti.”
Yeriko
tersenyum sambil mencium pipi Yuna. “Makasih, ya!”
“Untuk?”
“Kamu
sudah bersedia melahirkan anak-anakku.”
“Belum,”
sahut Yuna sambil tertawa kecil.
“Tapi
akan ...”
“Aamiin
...”
“Mas
Yeri ...!” Bibi War tiba-tiba sudah ada di hadapan mereka tanpa mereka sadari
kehadirannya.
“Ya,
Bi.”
“Bibi
udah beli lele lima kilo. Nggak ada telurnya.”
Yuna
mengerutkan bibirnya. Entah kenapa sulit sekali mencari telur lele. Ia juga
tidak mengerti kenapa makanan yang satu itu selalu berkelebat di pelupuk
matanya.
“Beli
lagi, Bi!” perintah Yeriko.
“Bibi
udah beli lima kilo.”
“Tambahin
lagi!” perintah Yeriko lagi. “Beli sepuluh atau dua puluh kilo. Masa nggak ada
satu pun yang bertelur!?”
“Tapi,
Mas. Lelenya mau diapakan sebanyak itu?” tanya Bibi War.
“Iya.
Masa setiap hari disuruh makan lele?”
“Telurnya
belum dapet. Lelenya aja dulu dimakan,” sahut Yeriko sambil menahan tawa.
Yuna
memonyongkan bibirnya sambil memukul perut Yeriko.
“Aw
...!” serunya sambil tertawa.
“Bi,
lelenya bagi-bagi aja ke tetangga yang mau. Bibi cari telurnya aja!” perintah
Yeriko sambil tertawa. Ia langsung menangkap lengan Yuna yang mencoba menyerang
dirinya.
Yuna
langsung terdiam mendengar ucapan Yeriko. “Mmh ... bener juga. Kasih ke
tetangga aja, Bi!”
“Kamu
ada-ada aja. Pengen makan telur lele,” celetuk Yeriko. “Kayak nggak ada makanan
lain yang lebih enak aja.”
“Namanya
juga kepengen,” sahut Yuna.
“Mbak
Yuna ngidam?” tanya Bibi War sambil tersenyum.
Yuna
menggelengkan kepala.
“Kalo
Bibi perhatikan, kayaknya Mbak Yuna udah mulai hamil. Soalnya, Mas Yeri juga
ngidam.”
“Ngidam!?”
Yuna dan Yeriko berseru berbarengan.
Bibi
War tersenyum menatap Yunq dan Yeriko.
“Aku
nggak bisa hamil, Bi.”
“Suami
bisa ngidam kalau istrinya hamil.”
“Serius,
Bi?” tanya Yuna sambil tersenyum.
Bibi
War menganggukkan kepala.
“Kenapa
senyum-senyum?” tanya Yeriko.
“Nggak
papa. Bagus aja kalo suami yang ngidam. Biar tahu gimana rasanya ngidam,
hahaha.”
Yeriko
mengerutkan keningnya sambil menatap Yuna. “Kamu ...!?”
Bibi
War tersenyum kecil. “Semoga beneran hamil ya! Soalnya, Mas Yeri kan sekarang
sering mual kalo makan ikan.”
Yeriko
terdiam. Ia dan Yuna saling pandang. “Ntar, dikira hamil sekalinya enggak.
Kayak kemarin itu.”
“Nanti
kalau periksa ke dokter kan ketahuan,” tutur Bibi War. “Kalo Mbak Yuna beneran
ngidam, berarti Bibi harus nyarikan telur lelenya sampai dapat. Kalo nggak,
ntar anaknya ileran!”
Yeriko
membelalakkan mata mendengar ucapan Bibi War. “Ah, mitos!” sahutnya kesal.
“Ya
udah kalo nggak percaya. Bibi nggak usah cari lele lagi. Biar aja Mbak Yuna
nggak bisa tidur karena pengen telur lele terus,” ucap Bibi War sambil berlalu
pergi.
“Eh!?”
Yeriko mengernyitkan dahinya. “Kenapa Bibi jadi begitu?”
“Begitu
kenapa?” tanya Yuna.
“Ngece.
Kayak kamu!” sahut Yeriko. “Jangan-jangan, dia udah ketularan sama kamu.”
“Iih
... aku nggak pernah ngece,” sahut Yuna.
“Nggak
pernah kalo sekali,” sahut Yeriko sambil menoleh ke arah bel pintu yang
berbunyi.
“Siapa?”
tanya Yuna sambil menatap Yeriko.
Yeriko
mengedikkan bahu.
“Lutfi?
Chandra atau Riyan?”
“Sejak
kapan mereka masuk rumah ini pake acara mencet bel?”
“Mmh
... iya juga, sih. Biar aku yang bukain pintu.” Yuna langsung bangkit dan
bergegas melangkah menuju pintu rumahnya.
“Oom?”
Yuna mengernyitkan dahi saat melihat sosok Tarudi dari balik kaca rumahnya. Ia
tersenyum kecil dan langsung membukakan pintu untuk pamannya.
Tarudi
langsung memasang senyum lebar begitu Yuna membukakan pintu untuknya.
“Oom,
tumben ke sini? Ada apa?” tanya Yuna.
“Sejak
kamu menikah, Oom belum pernah mengunjungi kamu.”
“Oh.
Masuk, Oom!” pinta Yuna sambil mempersilakan pamannya masuk ke rumah.
Tarudi
mengangguk. Ia melangkah perlahan memasuki rumah Yeriko sambil mengedarkan
pandangannya. Ia gemetaran melihat dekorasi rumah yang sangat mewah.
Keponakannya benar-benar menikahi pria yang sangat kaya dan ia tidak tahu
bagaimana menghadapinya.
“Silakan
duduk, Oom!” pinta Yuna.
Tarudi
mengangguk, ia duduk di salah satu sofa yang membelakangi pintu rumah Yeriko.
“Oom,
mau minum apa?” tanya Yuna sambil tersenyum manis.
“Apa
aja.”
“Oke.
Aku ke belakang dulu!”
“Eh,
tunggu! Ini, Oom bawain oleh-oleh buat kamu.” Tarudi menyodorkan sebuah paper
bag ke hadapan Yuna.
“Makasih,
Oom!” ucap Yuna sambil tersenyum manis. Ia bergegas melangkahkan kakinya menuju
dapur.
“Siapa?”
tanya Yeriko saat Yuna melewatinya.
“Oom
aku,” jawab Yuna berbisik. Ia langsung menghampiri Yeriko yang duduk santai di
sofa ruang keluarga sambil membaca majalah bisnis.
Yuna
menghampiri Yeriko sambil meletakkan paper bag di bawah kakinya. “Yer, kenapa
Oom aku tiba-tiba datang ke sini. Bawain hadiah segala. Jangan-jangan, dia ada
maksud terselubung,” bisik Yuna.
Yeriko
tersenyum sinis. Ia menutup majalah yang ia baca, meletakkan kembali ke atas
meja dan bangkit dari tempat duduk.
“Kamu
mau nemuin dia?” tanya Yuna.
Yeriko
menganggukkan kepala. “Walau gimana pun, dia Oom kamu. Kita harus menghargai
dia yang sudah menyempatkan waktu datang ke sini.”
“Oke.
Aku ke dapur dulu.”
Yeriko
mengangguk dan bergegas menemui Tarudi di ruang tamunya. “Sore, Oom!” sapanya
sambil tersenyum manis.
“Sore!”
Tarudi langsung bangkit dari tempat duduknya dan mengulurkan tangan ke arah
Yeriko.
“Ah,
Oom seperti orang lain aja. Santai aja, Oom!” sahut Yeriko sambil membalas
uluran tangan Tarudi. “Silakan duduk, Oom!”
Tarudi
mengangguk dan duduk kembali.
“Gimana
kabarnya, Oom? Sehat?”
Tarudi
mengangguk. “Kamu sendiri bagaimana? Sepertinya, keponakan Oom hidupnya sangat
bahagia di tempat ini.”
Yeriko
tersenyum menanggapi ucapan Tarudi. “Kalau dia nggak bahagia, dia nggak akan
betah tinggal di rumah ini.”
Tarudi
langsung terdiam. Ia merasa kalau Yeriko sengaja menyinggung dirinya. Sebab,
selama ini Yuna tidak betah tinggal di dalam rumahnya. Sejak pulang dari
Melbourne, Yuna tidak pernah menginjakkan kaki di rumahnya.
Yeriko
tersenyum kecil melihat raut wajah Tarudi yang tiba-tiba berubah. Ia sangat
mengerti bagaimana keluarga Tarudi memperlakukan Yuna. Kali ini, ia akan selalu
melindungi Yuna dari kejahatan.
(( Bersambung ... ))
“Tanamlah benih
kebaikan dan kamu akan melahirkan kebaikan ...”
Makasih udah baca sampai di sini. Dukung terus dengan
kasih review baik di kolom komentar.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment