Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 248 || My Best Wife || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yer, kamu kok makan begituan sih?” protes Yuna saat melihat suaminya menggigit buah tomat. Ia duduk berhadapan dengan Yeriko di sebuah restoran saat makan malam.

 

“Eh!? Emang kenapa?”

 

“Nggak asem?” tanya Yuna sambil bergidik.

 

“Nggak. Mau cobain?” Yeriko menyodorkan buah tomat ke hadapan Yuna.

 

“Nggak mau!” sahut Yuna sambil menyingkirkan tangannya. “Dapet dari mana buah begituan,” celetuknya.

 

“Dari pelayan restoran.”

 

Yuna mengernyitkan dahi. Ia merasa ada yang aneh dengan selera makan suaminya. “Kamu baik-baik aja kan?”

 

Yeriko mengangguk. “Baik-baik aja. Kenapa emangnya?”

 

“Nggak papa.” Yuna memasukkan potongan steak ke dalam mulut sambil terus memerhatikan Yeriko.

 

“Yun, kamu udah terima email dari mama?”

 

Yuna menggeleng. “Kenapa?”

 

“Mama bilang, mau dikirim ke email kamu.”

 

“Oh ... design undangan?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Udah dilihat?”

 

Yuna mengangguk. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas, mencari contoh-contoh gambar yang dikirim oleh meme mertuanya. Kemudian, menyodorkan ponselnya ke hadapan Yeriko. “Mau lihat?”

 

Yeriko mengangguk sambil meraih ponsel Yuna.

 

“Kamu nggak makan?” tanya Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala sambil terus menyentuh layar ponsel istrinya.

 

“Yer, kalo kamu nggak makan. Cuma minum kopi sama makan yang asam-asam gini, bisa asam lambung loh.”

 

Yeriko menggeleng sambil menatap layar ponsel Yuna.

 

Yuna geram dengan sikap Yeriko. Ia mengambil satu potong daging besar dan menyodorkannya di hadapan Yeriko. “Makan!” perintahnya.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Iih ... makan!” pinta Yuna sambil merengek manja.

 

Yeriko menggeleng. Ia lebih memilih memasukkan potongan jeruk ke mulutnya.

 

Yuna merengut dan langsung meletakkan garpunya ke atas piring dengan kesal. Ia terus menatap Yeriko sambil menautkan kedua alisnya.

 

Yeriko menghela napas menatap Yuna. “Yun, akhir-akhir ini nafsu makanku agak kacau. Aku nggak bisa makan yang amis-amis.”

 

“Ya udah, makan ini aja!” Yuna menyodorkan salad ke hadapan Yeriko. “Kamu aneh banget. Nggak biasanya kayak gini. Gimana kalau kita periksa ke dokter?”

 

Yeriko menggeleng. “Mungkin, karena terlalu banyak kerjaan akhir-akhir ini.”

 

Yuna menatap wajah Yeriko. Ia merasa bersalah karena tidak bisa membantu suaminya mengatasi pekerjaan di perusahaannya. “Apa yang bisa aku bantu buat meringankan beban kamu?”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Senyum.”

 

“Senyum?”

 

Yeriko mengangguk. “Semua rasa lelahku langsung hilang saat lihat kamu tersenyum.”

 

Pipi Yuna menghangat seketika saat mendengar kata-kata Yeriko. Ia langsung tersenyum hangat menatap Yeriko yang duduk di hadapannya.

 

Mereka bergegas menyelesaikan makannya dan kembali ke rumah.

 

“Malam, Bi ...!” sapa Yuna saat melihat Bibi War sedang menonton televisi.

 

“Malam,” balasnya sambil tersenyum. “Abis jalan-jalan?”

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

“Bi, tolong buatin susu jahe!” perintah Yeriko. “Antar ke kamar ya!”

 

Bibi War mengangguk, ia bergegas bangkit dari sofa.

 

“Nggak usah, Bi. Biar aku yang buatin,” sergah Yuna. “Bibi santai aja di sini. Pasti udah capek kan ngurus rumah seharian.”

 

“Bener?” tanya Bibi War sambil tersenyum ke arah Yuna.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum. “Suamiku, biar aku urus sendiri,” bisiknya sambil tersenyum kecil.

 

Bibi War menganggukkan kepala sambil tersenyum bangga melihat Yuna yang bergegas menuju dapur. Ia merasa sangat beruntung karena memiliki majikan yang sangat baik. Ia sudah semakin tua,  pekerjaannya mengurus Yeriko sudah semakin mudah dengan adanya Yuna. Selain cantik, Yuna juga baik dan memberikan banyak keceriaan di dalam rumah mereka.

 

Beberapa menit kemudian, Yuna sudah selesai membuatkan susu jahe untuk Yeriko. Ia bergegas naik ke kamar dan menghampiri Yeriko yang berbaring di tempat tidur. Ia langsung meletakkan secangkir susu jahe ke atas meja.

 

Yuna duduk di tepi tempat tidur sambil menatap wajah Yeriko yang terlihat sangat lemas. “Kamu sakit?”

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

Yuna menyentuh dahi Yeriko, kemudian menyentuh dahinya sendiri untuk memastikan suhu tubuh Yeriko tidak lebih tinggi dari suhu tubuhnya.

 

“Aku nggak demam, Yun. Aku baik-baik aja.”

 

Yuna menatap pilu ke arah Yeriko. Ia langsung menjatuhkan kepalanya di dada Yeriko. “Kamu aneh beberapa hari ini, bikin aku khawatir.”

 

“Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku baik-baik aja.” Yeriko mengecup ujung kepala Yuna dengan lembut.

 

Yuna mengangkat kepalanya menatap wajah Yeriko. “Beneran baik-baik aja?”

 

Yeriko mengangguk sambil tersenyum. “Cium!” pintanya.

 

Yuna tersenyum dan langsung menciumi pipi Yeriko bertubi-tubi sambil tertawa kecil.

 

“Bibirku nggak menggoda? Kenapa dilewatin aja?” tanya Yeriko.

 

Yuna tertawa kecil. “Aku sisain buat nanti.” Ia bangkit dari atas tubuh Yeriko. Ia meraih cangkir dari atas meja dan memberikannya ke Yeriko. “Minum dulu, mumpung masih anget!” pintanya.

 

Yeriko mengangkat tubuhnya perlahan. Ia meraih cangkir dari tangan Yuna dan menyeruputnya perlahan.

 

“Tadi, di kantor aku ketemu sama Bellina,” tutur Yuna.

 

“Terus? Berantem lagi?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Tapi, kali ini aku kasihan sama dia.”

 

“Kasihan kenapa?”

 

“Dia lagi hamil muda. Selalu khawatir kalau Lian bakal selingkuh. Emang sih, Lian itu bukan cowok yang baik. Tapi, nggak seharusnya juga dia kayak gitu. Kalo Bellina makin stres, trus kandungannya bermasalah gimana?”

 

Yeriko mengedikkan bahunya.

 

“Iih ... aku serius. Biar gimana pun, anaknya Bellina kan keponakanku juga.”

 

Yeriko tertawa kecil. “Kamu ini masih bisa aja mikirin orang yang jahatin kamu terus.”

 

“Eh, katanya kalo lagi hamil terus benci sama seseorang, anaknya bakal mirip sama orang yang dibenci. Kalo Bellina benci sama aku, berarti anaknya dia bakal mirip sama aku dong? Hahaha.”

 

Yeriko tertawa kecil. “Jangan sampe mirip sama kamu!”

 

“Kenapa? Aku kan cantik.”

 

“Bukan masalah cantik atau nggaknya. Masalahnya, Bellina dari dulu benci sama kamu. Aku takut, kalau anak itu mirip kamu ... dia di-zholimi sama Bellina. Kasihan anak yang nggak tahu apa-apa,” jelas Yeriko sambil menahan tawa.

 

“Kamu ini, bisa aja mikir begitu,” sahut Yuna.

 

“Mmh ... daripada mikirin Bellina. Gimana kalau kita mikirin calon anak kita?”

 

“Eh!?”

 

“Kamu belum mikirin?” tanya Yeriko.

 

“Belum, baru bikinin,” jawab Yuna sambil menahan tawa.

 

“Bisa aja,” sahut Yeriko sambil mencubit hidung Yuna.

 

Yuna nyengir ke arah Yeriko. “Ntar aja mikirin Ye kecil, sekarang fokus bikin aja!” sahut Yuna sambil tertawa kecil. Ia bangkit dan mengganti pakaiannya.

 

“Eh, waktu di GOR aku udah tanyain ke Chandra soal Amara. Kok, dia kelihatan tenang banget ya?”

 

“Emangnya harus heboh kayak kamu?”

 

“Kenapa Amara tiba-tiba masuk Menur? Bukannya sebelumnya, dia baik-baik aja. Kamu bikin sesuatu ke dia?”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Aku belum ngelakuin apa-apa ke dia. Dia udah masuk rumah sakit jiwa duluan. Gimana kalo aku yang bertindak ngasih dia pelajaran?” sahutnya sambil tertawa lebar.

 

Yuna mengerutkan kening sambil menghampiri Yeriko. “Ketawa jahat. Pasti kamu yang ngerencanain semua itu kan?” dengusnya.

 

“Nggak, Yun,” sahutnya tanpa menghentikan tawa. “Si Chandra kali. Dia kalo marah lebih kejam dari aku. Bisa makan orang tuh anak.”

 

“Serius? Tapi si Chandra kan masih suka sama Amara. Nggak mungkin dia tega.”

 

“Bisa aja dia yang ngelakuin. Kamu pernah denger nggak kalimat kalau orang yang pendiam itu lebih berbahaya?”

 

Yuna terdiam. “Iya, sih. Chandra pendiem banget. Tapi dia bukan psikopat kali.”

 

“Ah, udahlah. Ngapain sih mikirin Amara? Abis Bellina, Amara. Dua-duanya bukan orang baik. Kalo mereka menerima hal buruk, itu karena perbuatan mereka sendiri. Kamu nggak usah repot mikirin mereka!”

 

“Aku kan baik. Makanya mikirin mereka.” Yuna naik ke tempat tidur dan masuk ke dalam selimut.

 

“Iya, istriku emang yang paling baik di dunia.”

 

“Gitu dong! Menyenangkan hati istri kan bisa memperpanjang rezeki.”

 

“Aamiin ...”

 

Yuna tersenyum dan menenggelamkan tubuhnya ke pelukan Yeriko.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Dukung terus dengan cara ngasih bintang dan review baik.

Sapa aku terus di kolom komentar biar aku nggak kesepian...

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas