Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 247 || Luka Mantan || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna melenggang masuk ke kantornya dengan ceria seperti biasa.

 

“Yun, ikut saya rapat, sekarang!” pinta Bu Citra.

 

“Sekarang?” Yuna yang baru masuk ruangan langsung bingung karena harus menghadiri rapat dadakan. “Rapat apa?”

 

“Nggak usah banyak tanya, ikut saya naik sekarang juga!” perintah Bu Citra.

 

Yuna mengangguk, ia mengambil buku catatan dan pena dari atas meja kerjanya dan bergegas mengikuti langkah Bu Citra.

 

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di ruang rapat.

 

Yuna mengedarkan pandangannya pada beberapa direktur yang sudah ada di dalam ruang rapat tersebut. Semua yang ada di ruangan ini adalah direktur. Ia masih tidak mengerti kenapa harus ikut masuk ke dalam ruang rapat.

 

Yuna memilih untuk berdiri di belakang kursi Bu Citra, sama seperti asisten direktur yang lainnya. Sesekali ia melirik ke arah Tarudi, pamannya yang menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis di perusahaan tersebut.

 

Tak lama kemudian, Wilian masuk ke dalam ruangan dan mulai memimpin rapat. Setelah membahas soal keuangan perusahaan, salah seorang direktur menyentil kinerja dari Departemen Proyek. Hal ini langsung membuat Bu Citra naik pitam.

 

“Bapak jangan asal bicara! Kami sudah banyak bekerja keras untuk pengembangan proyek perusahaan!” sahut Citra.

 

“Jangan cuma kerja keras! Kerja cerdas juga!” sahut direktur tersebut tak mau kalah. “Masa proyek pelelangan itu sampai dua ratus juta? Jauh sekali dari harga aslinya yang cuma seratus juta.”

 

“Lelang?” Citra langsung menoleh ke arah Lian.

 

Lian berusaha untuk tenang menghadapi tatapan Citra. Ia meraih secangkir kopi dan menyeruputnya perlahan untuk menutupi rasa gugupnya.

 

Citra tersenyum sinis. “Aku nggak hadir di acara lelang itu. Bukannya, Pak Lian sendiri yang ada di sana?” tanyanya sambil menatap Lian.

 

Lian menganggukkan kepala. Ia tidak bisa lagi mengelak ucapan Citra. Ia memang pergi ke sana bersama Yuna untuk memenangkan pelelangan.

 

“Oh. Kita memang memenangkan pelelangan tersebut. Tapi, kenapa kita nggak dapetin proyeknya? Apa Pak Lian terlalu berbaik hati dengan perusahaan pesaing kita?” tanya salah seorang direksi yang juga ada di dalam ruangan tersebut.

 

Lian menarik napas dalam-dalam. Ia memperbaiki posisi duduknya dan berusaha menjelaskan kepada seluruh peserta rapat perihal pelelangan yang terjadi beberapa bulan lalu.

 

Usai rapat, Yuna langsung berlari ke balkon untuk menenangkan dirinya. Untungnya, Lian tidak membahas soal dirinya yang juga ikut dalam acara pelelangan tersebut.

 

“Yun ...!” panggil Lian yang tiba-tiba sudah ada di belakang Yuna.

 

Yuna berbalik dan langsung menatap Lian. “Pak Lian?”

 

“Nggak perlu panggil, Pak!” pintanya sambil menyodorkan sebotol air mineral ke hadapan Yuna.

 

Yuna tersenyum dan meraih minuman yang diberikan oleh Lian.

 

“Yuna, makasih ya kamu udah bekerja keras di perusahaan ini.”

 

Yuna mengangguk. “Oh ya, selamat ya untuk pernikahan kalian. Semoga, kalian bisa hidup bahagia sampai kakek-nenek.”

 

Lian tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia menoleh ke arah Yuna yang berdiri di sampingnya sambil menatap langit yang cerah. Wajah cantik Yuna, mengingatkan dirinya pada masa-masa tujuh tahun lalu. Saat pertama kali ia mengenal Yuna, saat mereka melakukan banyak hal dengan seragam putih abu-abu.

 

Lian menghela napas panjang. “Banyak hal yang terjadi di antara kita akhir-akhir ini. Aku ngerasa, kehidupanku semakin hari semakin kacau.”

 

Yuna bergeming. Ia mendengarkan ucapan Lian tapi tidak bereaksi sedikitpun.

 

“Kalau bukan karena anak yang dikandung Bellina, aku nggak akan nikahin dia.”

 

Yuna tersenyum kecil. “Kamu cuma mau manfaatin dia buat muasin nafsu kamu doang?”

 

Lian menarik napas panjang. “Aku tahu, aku yang salah karena nggak bisa mengendalikan diriku dan mudah tergoda.”

 

Yuna tersenyum kecil. “Kalau memang kamu udah kayak gitu, nggak perlu menyalahkan diri sendiri. Toh, akibatnya juga kamu yang menanggung sendiri.”

 

Lian menundukkan kepalanya. “Sejak aku pisah sama kamu. Hidupku bener-bener kacau. Aku selalu dihantui rasa bersalah karena sudah mengabaikan wanita sebaik kamu. Andai waktu bisa diputar, aku pengen jadi satu-satunya orang yang mencintai kamu dan kamu cintai seumur hidup.”

 

Yuna hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Lian. “Sayangnya, aku sudah mencintai orang lain dan aku hidup bahagia sama dia.”

 

Lian menatap wajah Yuna penuh kepedihan. Ia menghampiri Yuna perlahan dan meraih pergelangan tangan gadis itu. “Yun, apa kita bisa mengulang semuanya dari awal lagi?”

 

“Kamu gila ya!?” Yuna mengernyitkan dahi menatap Lian. “Kita udah sama-sama menikah. Lebih baik, kamu berusaha menyayangi istri dan calon anak kamu.” Yuna menggeleng-gelengkan kepala.

 

“Yun, aku bener-bener tersiksa setiap kali lihat kamu. Aku nggak bisa terus-terusan dihantui rasa bersalah seumur hidupku.”

 

Yuna tersenyum ke arah Lian. “Kamu nggak perlu ngerasa bersalah. Aku justru berterima kasih sama kamu. Kalau bukan karena hari itu, mungkin aku nggak akan ketemu sama Yeriko. Hidupku sekarang nggak akan sebahagia ini.”

 

Lian semakin sakit mendengar ucapan Yuna.

 

“Li, kalau memang kamu selalu ngerasa bersalah karena masa lalu yang terjadi di antara kita. Bayarlah dengan menjadi kepala keluarga yang baik. Sayangi istri dan anak kamu. Jangan sampai, kamu menyesal dan membuat dirimu terus merasa bersalah!” pinta Yuna sambil melepas genggaman tangan Lian perlahan.

 

Dari kejauhan, ada sepasang mata yang sedang mengawasi mereka. Pemilik mata itu langsung menghampiri Yuna dan Lian yang sedang berbincang berduaan.

 

“Yun, kamu tahu kalau Lian ini suamiku. Kenapa masih aja kecentilan gangguin dia?”

 

Yuna memejamkan mata sejenak sambil merapatkan bibirnya. Ia melirik ke arah perut Bellina yang sudah membuncit. “Sabar, Yun!” batinnya dalam hati.

 

“Kenapa diam? Masih aja kegatalan deketin suami orang. Kamu nggak bahagia hidup sama Yeriko.”

 

Lian menekan keningnya yang berdenyut. Ia benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapi sikap Bellina yang temperamen dan selalu ingin menang sendiri.

 

Yuna tersenyum ke arah Bellina. “Justru aku sangat bahagia hidup sama Yeriko.”

 

“Oh ya? Terus, kenapa masih aja ngejar-ngejar suamiku?”

 

“Bukan aku yang ngejar suami kamu. Suami kamu ini yang ngejar aku terus. Makanya, kalo punya suami tuh diikat aja di rumah. Biar nggak usah ketemu sama orang lain!” seru Yuna kesal.

 

“Kamu ...!? Masih aja ngerasa sok cantik!” sentak Bellina. “Kamu pikir, suamiku bakal tergoda sama perempuan kayak kamu kalo nggak kamu godain duluan?”

 

Yuna tersenyum kecil. “Oh, jadi kamu udah tahu kalau suami kamu ini mudah tergoda? Kamu yang paling pintar godain dia kan? Kamu harus ingat gimana cara kamu ngerebut Lian dari aku! Suatu saat, akan ada orang lain yang ngerebut Lian dari kamu!” dengus Yuna kesal. Ia langsung melangkah pergi meninggalkan Bellina dan Lian.

 

“Kurang ajar! Berani-beraninya kamu ..”

 

“Udah, Bell. Nggak usah bikin keributan di sini!” pinta Lian lembut.

 

“Dia itu ... selalu aja bikin masalah sama aku,” tutur Bellina sambil memegang perutnya yang tiba-tiba nyeri.

 

“Kenapa, Bel?” Lian langsung memegangi kedua pundak Bellina.

 

“Perutku sakit banget!” rintih Bellina sambil memegangi perut dan pinggangnya yang terasa nyeri.

 

“Kita ke rumah sakit sekarang!” Wajah Lian memerah. Ia sangat panik dan langsung membawa Bellina memeriksakan kandungannya ke rumah sakit terdekat. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada anak yang dikandung oleh Bellina. Ia harus bisa menjadi ayah yang baik untuk anaknya.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Dukung terus dengan cara ngasih bintang dan review baik supaya nggak turun Rank.

Sapa aku terus di kolom komentar biar aku nggak kesepian...

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 Perfect Hero Full 1008 Episode

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas