Yuna
tersenyum sambil menatap susu hangat yang ada di tangannya. Ia menarik napas
dalam-dalam dan menarik gagang pintu ruang kerja Yeriko.
“Malam
...!” sapa Yuna sambil tersenyum manis ke arah Yeriko yang sedang sibuk di meja
kerjanya.
Yeriko
langsung mengangkat kepala dan tersenyum manis ke arah Yuna yang berjalan
menghampirinya. “Malam,” balasnya.
“Masih
sibuk?” tanya Yuna sambil meletakkan segelas susu ke atas meja kerja Yeriko.
Yeriko
mengangguk sambil mengamati dokumen yang ada di layar laptopnya.
Yuna
tersenyum. Matanya tertuju pada beberapa foto dan potongan koran yang ada atas
meja Yeriko. Tangan Yuna langsung bergerak meraih foto tersebut.
Yeriko
menoleh ke arah Yuna, jantungnya berdebar melihat tatapan kosong yang tergambar
dari wajah Yuna.
“Yun!”
panggilan Yeriko tidak masuk ke telinga Yuna, air matanya menetes sambil
menatap foto yang ada di tangannya.
Yeriko
meraih pergelangan tangan Yuna yang gemetaran. Ia bangkit dan langsung memeluk
istrinya. “Aku ngerti perasaan kamu.”
“Aku
nggak papa. Sudah sebelas tahun yang lalu, aku udah nggak terlalu sedih.” Yuna
mencoba memaksa bibirnya untuk terus tersenyum. Ia melepas pelukan Yeriko dan
mengusap air matanya.
“Maaf,
aku ...”
“Nggak
papa. Kenapa nggak bilang kalau lagi nyelidiki kasus ayah?” tanya Yuna sambil
meraih beberapa artikel di koran.
“Aku
cuma nggak mau bikin suasana hati kamu memburuk karena ini.”
“Apa
aku kelihatan selemah itu?” tanya Yuna.
Yeriko
menatap wajah Yuna selama beberapa detik.
“Ada
banyak berita di koran yang kamu kumpulin. Emangnya ada yang aneh?” tanya Yuna
sambil menatap gambaran tragis kedua orang tuanya saat mengalami kecelakaan di
jalan poros Surabaya-Gresik sebelas tahun lalu.
“Kamu
dapet ini semua dari mana?” tanya Yuna.
“Aku
udah nyuruh Riyan buat cari semua data-data kasus kecelakaan yang dialami sama
ayah kamu. Ini semua penyelidikan yang dia dapat.”
“Dari
kepolisian juga?”
Yeriko
mengangguk. “Ada banyak media yang sebenarnya memberitakan soal kecelakaan ini.
Termasuk salah satu media nasional.”
Yuna
menggigit bibir sambil berusaha mencerna kalimat yang keluar dari mulut Yeriko
agar ia tidak salah paham mengerti.
“Ada
banyak kejanggalan, makanya aku masih suruh Riyan untuk terus mendalami kasus
ini.”
“Serius?”
Yuna menatap Yeriko. Ia semakin penasaran dan langsung meraih semua file yang
berhubungan dengan kecelakaan kedua orang tuanya.
“Lihat,
kecelakaan yang terjadi sama orang tua kamu tanggal 03 Juli, tahun 2006. Dua
hari sebelumnya, perusahaan ayah kamu merger dengan Wijaya. Di tanggal empat
juli, kamu baca berita ini!” Yeriko menyodorkan salah satu kertas ke arah Yuna.
Yuna
membaca semua tulisan itu dengan seksama.
“Di
tanggal itu, semua direksi melakukan rapat pemegang saham. Pemilik saham paling
besar adalah ayah kamu. Tapi seluruh saham beliau sudah berpindah tangan ke
paman kamu. Artinya, sebelum kecelakaan itu terjadi ada transaksi yang terjadi
antara ayah kamu dan paman kamu itu.”
“Nggak
mungkin. Selama ini paman selalu baik sama kami. Dia nggak mungkin ngelakuin
ini.” Yuna menggeleng-gelengkan kepala sambil menutup mulut dengan telapak
tangannya. Ia tak percaya dengan kenyataan yang terjadi sebelas tahun lalu.
“Kamu
tahu nggak kenapa sekarang keluarga Wijaya yang jadi pemilik saham utama?”
“Karena
saham ayah udah dijual buat biaya pengobatan,” jawab Yuna.
Yeriko
menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya kembali. “Kamu masih nggak
paham?”
Yuna
menggeleng ragu.
“Kamu
dibohongi sama paman kamu sendiri.” Yeriko mengambil satu map berisi file dan
menyodorkannya ke hadapan Yuna.
Yuna
mengerutkan dahinya.
“Dia
nggak pernah bilang kalau kamu juga punya saham di Wijaya Group?”
Yuna
menggelengkan kepala.
Yeriko
tersenyum kecil. “Ayah kamu cukup pintar soal ini. Sebelum pengalihan saham dia
ke paman kamu. Dia berhasil menyelamatkan dua puluh persen saham yang dia
punya. Semuanya sudah dialihkan atas nama kamu.”
“Aku?”
Yuna mengernyitkan dahinya.
Yeriko
mengangguk. “Tapi, saat itu kamu masih berusia tiga belas tahun, kan? Kamu baru
bisa punya hak penuh atas kepemilikan saham itu setelah berusia tujuh belas
tahun. Sayangnya, paman kamu licik dan mengambil alih kembali aset itu saat
kamu berusia delapan belas tahun.”
Yuna
melongo. Ia tak percaya dengan apa yang telah ia dengar saat ini.
“Kamu
bisa lihat sendiri copy dokumen itu!” pinta Yeriko. “Kamu menandatangani
pemindahan saham ke paman kamu saat kamu berusia delapan belas tahun.”
Yuna
menggelengkan kepala. “Aku nggak pernah tanda tangan ini.”
“Coba
kamu ingat-ingat lagi! Kamu bener nggak pernah menandatangani sesuatu?”
Yuna
mencoba mengingat-ingat semua hal yang terjadi padanya saat berusia delapan
belas tahun. Saat itu, dia masih duduk di bangku SMA dan ingatannya tidak
begitu bagus. Ia menandatangi beberapa dokumen rumah sakit untuk perawatan
ayahnya dan keperluan sekolahnya saja.
“Apa
Oom sudah jebak aku? Waktu itu, ayah lagi dalam keadaan kritis. Oom nyuruh aku menandatangani dokumen yang aku nggak baca
isinya. Dia cuma bilang kalau aku harus secepatnya tanda tangan untuk
menyelamatkan ayah.”
Yeriko
menarik napas perlahan.
“Apa
... perusahaan ayah masih bisa kembali?” tanya Yuna pelan.
“Soal
itu ... aku bakal pikirkan caranya.”
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Ada
hal lebih penting yang harus kita dahulukan.”
“Apa
itu?”
“Mengungkap
kasus pembunuhan orang tua kamu.”
“Pembunuhan?
Mereka kecelakaan?”
“Kecelakaan
yang disengaja.”
Yuna
langsung melebarkan kelopak matanya. “Maksud kamu?”
“Baca
yang ini!” pinta Yeriko sambil menunjukkan potongan koran yang sudah usang.
“Menurut keterangan polisi, penyebab kecelakaan karena jalanan licin dan rem
blong. Tapi ...”
“Tapi
apa?”
“Ini
jadwal servis mobil ayah kamu. Dua jam sebelum kecelakaan, asisten ayah kamu
ngantar mobil yang baru selesai diservis. Kalau dilihat dari catatan
perawatannya, seharusnya mobil ini memang dalam keadaan prima dan tidak
bermasalah. Kecuali, ada orang yang sengaja mencelakai orang tua kamu.”
“Apa
Oom Tarudi yang memang ngelakuin ini?”
“Bisa
jadi. Buktinya belum kuat. Kita nggak bisa langsung nuduh. Tapi, semua bukti
yang udah ada menjurus ke dia.”
“Tante
Melan dan Bellina emang jahat ke aku. Tapi, Oom Tarudi selalu bersikap baik
sama aku.”
“Bisa
jadi, kebaikan dia buat menutupi kejahatan yang udah dia lakukan. Waktu
kecelakaan itu terjadi, bukannya dia dan tante kamu juga ada di tempat
kejadian?”
“Aku
nggak tahu soal ini.”
Yeriko
tersenyum sambil menatap wajah istrinya. “Seandainya, Paman kamu memang sengaja
mencelakai kedua orang tua kamu. Apa yang mau kamu lakukan?”
Yuna
menggelengkan kepala. “Andai dia orang lain, mungkin akan lebih mudah
menghadapinya. Selama ini dia selalu baik sama aku. Aku masih nggak percaya
kalau Oom aku tega ngelakui ini ke ayah.”
Yeriko
menarik napas dalam-dalam. “Apa pun keputusan kamu nanti, aku bakal menghargai
itu.” Ia menggenggam lengan Yuna.
Yuna
mengangguk sambil tersenyum manis. “Makasih ya udah ngelakuin banyak hal buat
aku. Kalau bukan karena kamu, aku nggak akan pernah tahu kenyataan ini seumur
hidupku.”
Yeriko
menatap Yuna penuh kehangatan.
“Sudah
malam. Kamu nggak capek kerja terus?” tanya Yuna sambil menyentuh kedua pipi
Yeriko.
Yeriko
menggeleng sambil menengadahkan kepalanya menatap Yuna yang masih berdiri di
sampingnya.
“Minum
susunya, keburu dingin!” pinta Yuna.
“Mmh
... aku mau susu yang nggak bisa dingin.”
“Eh!?”
Yuna membelalakkan matanya. “Maksudnya.”
Yeriko
menarik tubuh Yuna ke pangkuannya. “Masa nggak ngerti sih?” tanyanya sambil
menatap belahan dada istrinya.
Yuna
mengerutkan hidungnya sambil tersenyum. “Aku tunggu di kamar,” bisiknya di
telinga Yeriko. “Jangan terlalu malam lemburnya!” Ia bangkit dari pangkuan
Yeriko.
“Mmh
...” Yeriko memonyongkan bibirnya sambil menahan lengan Yuna.
Yuna
tersenyum sambil mengecup bibir Yeriko. Ia bergegas keluar dari ruang kerja
Yeriko, masuk ke kamar dan naik ke atas tempat tidur. Pikirannya terus
melayang.
“Sudah
lama banget, kenapa rasanya masih seperti kemarin?” batin Yuna sambil
memejamkan mata. Ia tak menyangka kalau kehidupan masa kecilnya yang bahagia
berubah menjadi begitu menyedihkan hanya dalam hitungan hari.
Kini
ia bisa hidup tenang dan bahagia bersama Yeriko. Semua hal yang ia hadapi
selama sebelas tahun belakangan ini mengajarkan banyak hal. Mengajarkannya
untuk tidak menyerah pada hidup, sesulit apa pun itu.
(( Bersambung ... ))
Semangat terus Mrs. Ye ...!
Dukung terus cerita ini dengan cara kasih Star Vote dan review baik di
kolom komentar. Sapa aku terus supaya aku tidak merasa kesepian.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment