“Cha,
kemarin malam kamu sengaja ya bikin aku malu di depan semua orang?” Juan
langsung menghampiri Icha dan Yuna yang sedang berjalan-jalan santai di taman
dekat kantor usai makan siang.
Icha
melirik ke langit-langit.
“Dasar
cewek matre!” Juan makin kesal dengan sikap Icha yang mengabaikannya.
“Apa
kamu bilang?” tanya Icha sambil menatap Juan.
“Cewek
matre.”
“Jangan
asal kalo ngomong!” sentak Icha sambil menunjuk wajah Juan.
Juan
tertawa kecil. “Pantes aja selama ini kamu nggak punya pacar. Kamu maunya cuma
sama cowok berduit aja.”
Icha
tersenyum sinis menanggapi ucapan Juan. “Emangnya kenapa kalo aku suka sama
cowok berduit? Masalah buat kamu?”
“Iya.
Aku pikir kamu cewek baik-baik. Sok polos doang! Sekalinya lintah juga.”
“Heh,
kamu kalo udah ditolak sama cewek, jangan maki-maki juga!” Yuna ikut emosi
mendengar ucapan yang keluar dari mulut Juan. “Harusnya kamu sadar kekuranganmu
di mana. Kamu kayak gini, makin nunjukin kalo kamu cowok nggak bener.”
“Kamu
yang nggak bener, Yun!” Juan ikut menyemprot Yuna.
Yuna
langsung membelalakkan matanya.
“Kamu
itu biasa aja, apa yang disukai sama Yeriko?” tanya Juan. “Di luar sana, masih
ada banyak cewek cantik. Buta kali dia itu,” celetuknya.
“Kamu
jangan asal kalo ngomong!” sahut Icha sambil mendorong tubuh Juan. “Selama ini
kita baik sama kamu, kenapa tiba-tiba jelek-jelekin aku, fitnah Yuna
macem-macem!?”
“Aku
berubah kayak gini juga karena sikap kalian yang udah keterlaluan sama aku,”
tutur Juan.
“Kamu
udah tahu kalau aku bersuami, Icha juga udah punya pacar. Masih aja ngotot mau
ngejar-ngejar. Masih banyak cewek di luar sana. Kenapa masih gangguin kita?”
tanya Yuna.
Juan
bergeming menanggapi pertanyaan Yuna.
“Juan,
selama ini hubungan kerja kita baik-baik aja. Jangan sampai kerjaan kita hancur
cuma karena masalah pribadi kita masing-masing. Harusnya, kita bisa jadi rekan
kerja yang baik. Nggak lebih dari itu.” Icha menimpali.
“Aku
udah ngungkapin perasaanku ke kamu dan aku tetep mau ngejar kamu, Cha.”
“Kamu
gila ya!?”
“Iya.
Aku emang udah gila. Ini semua karena kamu. Cha, kasih aku kesempatan buat
deketin kamu dan membuktikan kalo aku serius suka sama kamu.”
“Heh,
kamu masih nggak kapok gangguin pacar orang?” Lutfi tiba-tiba sudah ada di
belakang Juan.
Juan
langsung berbalik menatap Lutfi. “Kenapa kamu bisa di sini?”
“Kenapa?
Tempat ini bukan punyamu. Suka-suka aku, dong. Lagian, aku harus jagain pacarku
biar nggak diambil orang kayak kamu,” sahut Lutfi.
“Apa
kamu nggak punya kerjaan? Cuma bisa buntutin Icha?”
“Tuan
muda nggak perlu masuk kerja buat dapetin uang banyak. Udah banyak anak buahku
yang pintar urus bisnis,” sahut Lutfi sambil mengangkat dagunya penuh percaya
diri.
Juan
geram dengan ucapan Lutfi, ia merasa dirinya begitu rendah saat berhadapan
dengan Lutfi. Tapi, ia tidak akan menjatuhkan harga dirinya begitu saja.
“Cuma
ngandalin kekayaan dari orang tua?” Juan menatap wajah Lutfi sambil tersenyum
sinis.
“Eh,
jangan asal ngomong!” sahut Lutfi sambil mendorong tubuh Juan. “Kamu pikir, aku
laki-laki yang nggak bisa apa-apa, hah!?”
“Emang
kenyataannya gitu kan? Kalo bukan karena kekayaan dari orang tua, emang bisa
hidupin diri kamu sendiri? Mungkin kamu bakal lebih miskin dari aku dan Icha
nggak bakal mau sama kamu.”
“Bangsat
kamu!” Lutfi langsung melayangkan kepalan tangannya dengan cepat ke wajah Juan.
“Eh,
jangan berantem!” seru Icha.
BUG!
BUG!
Semua
pejalan kaki yang ada di tempat itu langsung menunjuk-nunjuk Juan dan Lutfi
yang sedang bergulat.
“STOP!”
Icha berteriak sekuat tenaga.
Juan
dan Lutfi langsung menoleh ke arah Icha bersamaan.
Icha
langsung menarik lengan Lutfi menjauh dari Juan.
“Awas
ya! Sampai kapan pun aku nggak akan ngelepasin Icha!” ancam Lutfi sambil
menunjuk wajah Juan.
Juan
menatap kesal ke arah Lutfi sambil berusaha bangkit dari tanah.
“Ayo,
pergi dari sini!” ajak Icha sambil memapah Lutfi.
Yuna
tersenyum ke arah Juan. “Jangan macem-macem lagi ya! Kalo nggak mau Yeriko juga
bikin perhitungan ke kamu,” tutur Yuna sambil menepuk pipi Juan. Ia berbalik
sambil mengibaskan rambutnya di hadapan wajah Juan.
Juan
mengerutkan bibir sambil mengepalkan tangan. “Awas kalian! Aku pasti bales apa
yang udah kalian lakuin ke aku!”
Yuna
melenggang sambil tersenyum senang mengikuti langkah Icha dan Lutfi.
“Kakak
Ipar, gimana penampilanku tadi? Keren?” tanya Lutfi.
“Hmm
... lumayan,” jawab Yuna sambil manggut-manggut.
“Lumayan?”
Lutfi mengerutkan keningnya.
“He-em.
Masih keren suamiku.” Yuna meringis ke arah Lutfi.
“Jangan
bandingin aku sama dia. Dia memang lebih keren, tapi aku lebih ganteng. Iya
kan, Cha?”
Icha
mengangguk sambil tersenyum.
“Kamu
tanya Icha, jelas aja dia bilang kamu lebih ganteng. Dia kan pacarmu,” dengus
Yuna.
“Hihihi.”
Lutfi tertawa kecil.
Yuna
tersenyum, ia menarik napas dalam-dalam. “Kenapa, Yeriko yang begitu hebat bisa
suka sama aku ya?” batin Yuna. Ia menatap dirinya sendiri yang terlihat sangat
sederhana. Kini, ia bisa memakai pakaian dan barang mahal karena hadiah dari
Yeriko dan mama mertuanya.
“Mmh
... kalian jadi ke Bali?” tanya Yuna.
Lutfi
menganggukkan kepala.
“Huft,
kalian ke Bali. Chandra sama Jheni ke Sumatera. Aku ke mana?”
Lutfi
tertawa kecil. “Dia bingung mau ke mana? Eh, kamu sama Yeriko udah nikah.
Liburan ke luar negeri, kek. Duit suamimu kan banyak.”
“Duit
sih ada. Tapi waktunya yang nggak ada.”
“Ya
udah. Di kamar aja. Berduaan tiap malam kan lebih enak,” tutur Lutfi.
Yuna
memonyongkan bibirnya.
“Yun,
semua orang iri lihat kamu sama Yeriko. Kenapa kamu jadi iri sama kami?”
“Pengen
liburan juga,” rengek Yuna.
“Nanti
aku bilangin ke Yeri.”
“Eh!?
Nggak usah.” Yuna melambaikan kedua tangannya ke arah Lutfi. “Aku nggak mau
membebani dia. Dia banyak kerjaan, Lut.”
“Halah,
anak buahnya dia banyak.”
“Aku
tahu, tapi dia juga punya tanggung jawab yang lebih besar. Egois banget aku
kalo sampe bikin dia ninggalin urusan perusahaan cuma karena aku pengen
liburan.”
“Kamu
pengertian banget sih?”
“Ternyata
jadi istri orang kaya raya nggak seindah yang aku bayangkan,” gumam Icha.
“Indah,
kok. Asal sama dia, di mana aja jadi indah.” Yuna tersenyum manis ke arah Icha.
“Halah,
menghibur diri sendiri,” sahut Lutfi. “Gimana kalo ikut liburan bareng kita?”
Yuna
menggelengkan kepala. “Aku nggak akan pergi ke mana pun tanpa dia.”
“Aku
traktir tiketnya, gimana?” tanya Lutfi lagi.
Yuna
mengerutkan kening. “Terus? Aku suruh jadi pengawal kalian pacaran!?”
Lutfi
terkekeh. “Perhitungan banget. Dulu, aku sama Chandra sering jadi pengawal buat
kalian berdua. Pake acara mesra-mesraan pula. Nggak punya perasaan sama aku
yang jomlo ini.”
Yuna
menahan tawa. “Ah, sudahlah. Nggak usah dibahas lagi. Aku mau balik ke kantor.
Kamu masih mau di sini, Cha?”
“Aku
balik sama kamu,” jawab Icha. Ia berjalan beriringan bersama Yuna sambil
melambaikan tangan ke arah Lutfi yang berdiri di belakangnya.
(( Bersambung ... ))
Dukung terus cerita ini dengan cara kasih review baik di
kolom komentar. Sapa aku terus supaya aku tidak merasa kesepian ...
Much Love,
@rin.muna

0 komentar:
Post a Comment