“Cha,
jadi kan makan bareng?” tanya Juan saat Icha berdiri di depan pintu keluar usai
pulang kerja.
“Aku
bawa Yuna, boleh?”
“Mmh
...” Juan menatap Yuna yang berdiri di sebelah Icha.
“Kalo
Yuna nggak ikut sama aku, aku nggak mau pergi sama kamu.”
“Oke.
Boleh, kok.” Juan tersenyum menatap Icha. “Mmh ... aku ambil mobil dulu
diperkiran.”
Juan
melangkah penuh percaya diri. Ia yakin, dengan mobil yang baru saja ia beli
bisa membuat dua wanita paling cantik di kantornya itu tertarik padanya. Yah,
walaupun mobil yang ia beli baru dibayar uang mukanya saja alias kredit. Tapi
hal itu sudah berhasil membuat percaya dirinya melonjak begitu tinggi.
“Eh,
si Juan punya mobil?” tanya Yuna sambil menyenggol lengan Icha.
Icha
mengangguk. “Kayaknya sih baru beli. Makanya mau pamer.”
Yuna
tertawa kecil sambil menunggu Lutfi dan Yeriko datang.
“Kamu
yakin mau ngerjain Juan kayak gini?” tanya Icha.
Yuna
menganggukkan kepala. “Kesel aku sama dia. Biar dia tahu rasanya bersaing sama
Yeriko dan Lutfi,” tuturnya sambil tersenyum geli.
“Kamu
kan tahu Lutfi kayak gimana. Aku takut aja dia keterlaluan ngerjain si Juan.”
“Kita
lihat aja nanti!” sahut Yuna. “Wajar kan kalo Lutfi marah karena pacarnya
digangguin. Berarti, dia beneran cinta sama kamu Cha.”
Pipi
Icha menghangat saat mendengar ucapan Yuna.
Mata
mereka tertuju pada dua mobil lamborghini yang tiba-tiba sudah berhenti di
hadapan mereka.
Juan
yang ada di belakangnya langsung membelalakkan mata dan bergegas turun dari
mobil.
Pintu
mobil lamborghini terbuka. Dari dalamnya keluar sosok tubuh yang menjulang
tinggi. Jaket dengan merk ternama edisi terbatas itu membuat aura ketampanannya
keluar dan berhasil menghentikan waktu selama beberapa detik.
Pria
itu tersenyum ke arah Icha sambil membawa sebuket mawar merah di tangannya. Ia
melangkah menghampiri Icha dan memberikan sebuket mawar merah ke hadapan Icha.
“Sore,
Sayangku!” sapa Lutfi penuh kehangatan.
“Sore!”
balas Icha tersenyum manis sambil menerima buket mawar dari tangan Lutfi.
Lutfi
tersenyum. Ia langsung memeluk tubuh Icha dan mencium kening gadis itu dengan
mesra.
“Heh,
kamu siapa?” Juan langsung menghampiri Lutfi.
Lutfi
mengernyitkan dahi menatap Juan. Ia memerhatikan Juan dari ujung kaki sampai
ujung kepala. “Kenalin, ku pacarnya Icha.” Ia mengulurkan tangan ke hadapan
Juan.
“Herjuan.”
Juan menyambut uluran tangan Lutfi dengan raut wajah tak bersahabat.
Lutfi
tersenyum. “Oh, kamu yang namanya Juan. Temen kerjanya Icha ya?”
Juan
mengangguk. Matanya tertuju pada sosok Yeriko yang datang menghampiri Yuna.
Matanya menatap penuh kebencian karena tidak bisa bersaing dengan Yeriko yang
jelas-jelas pria berkelas. Kini, ia baru melihat kalau pacar Icha juga datang
membawa Lamborghini edisi terbatas.
“Ah,
bisa aja itu mobil nyewa doang,” batin Juan dalam hati.
“Kenapa
masih di sini? Belum mau pulang?” tanya Yeriko sambil merangkul pinggang Yuna.
“Masih
nunggu Icha.”
“Ayo,
Cha!” ajak Yeriko.
“Icha
menganggukkan kepala.”
“Cha,
bukannya kamu udah janji kalo mau makan bareng aku?” tanya Juan.
“Oh,
iya. Astaga! Lupa, Juan.” Icha langsung menatap Juan sambil tersenyum. “Lain
kali ya!”
“Nggak
bisa, Cha. Kamu udah janji sama aku.” Juan menarik lengan Icha.
“Apa-apaan
pegang-pegang, hah!?” Lutfi langsung menepis tangan Juan dengan kasar. “Kamu
punya nyali ngajak Icha makan di luar?”
“Kenapa
nggak punya?”
“Oke.
Kalo emang kamu punya nyali. Gimana kalo traktir kita makan sekalian?”
“Emang
kamu siapa?” sahut Juan.
“Siapa,
Cha?” tanya Lutfi sambil menatap wajah Icha.
“Pacar,”
jawab Icha santai.
“Hmm
... denger ‘kan?” tanya Lutfi sambil menatap Juan. “Kamu tahu kalau Icha ini
udah punya pacar. Masih aja mau kamu embat.” Lutfi semakin geram dengan sikap
Juan.
Juan
tertawa kecil. “Baru pacar, masih bisa putus.”
“Oh
... kamu mau saingan sama aku?”
Juan
mengangguk penuh percaya diri.
“Oke.
Kita ke Rucola sekarang!” tantang Lutfi.
“Oke.”
Lutfi
tersenyum. Ia langsung membawa Icha masuk ke dalam mobilnya.
Yuna
dan Yeriko juga bergegas masuk ke mobil.
Dua
lamborghini itu berhasil menjadi pusat perhatian. Mereka melaju membelah
jalanan kota dan menuju La Rucola Mediterranean Restaurant yang berada di jalan
Dr. Soetomo. Di belakang mereka, mobil Juan mengikuti.
Juan
benar-benar kesal karena rencananya mendekati Icha, terhalang oleh Lutfi. Pacar
yang belum tentu bisa menjadi pasangan hidup selamanya.
Sesampainya
di sana, Lutfi sengaja memilih private room yang ada di restoran tersebut.
“Sorry
ya, Juan. Kami terbiasa memilih private room karena nggak suka makan dilihatin
banyak orang,” tutur Icha. Di sepanjang perjalanan. Lutfi sudah melatihnya
untuk terlihat elegan dan berselera tinggi.
“Nggak
papa, Cha.”
Icha
tersenyum. Mereka berlima duduk melingkar di meja makan.
“Kamu
pesen apa, Cha?” tanya Lutfi sambil menyodorkan menu ke hadapan Icha.
“Mmh
... apa aja.”
“Pilih
yang paling enak dan mahal. Mumpung ada yang traktir,” bisik Lutfi.
Lutfi
mulai tersenyum licik. “Hmm ... biar aku yang pesenin makanan kalian.” Ia
langsung memanggil pelayan.
Juan
terus menatap Lutfi kesal. Ia telah salah menilai Icha. Terlihat sangat
sederhana, tapi ternyata sangat materialistis dan seleranya berkelas.
“Kakak
Ipar, kamu suka seafood kan?” tanya Lutfi.
Yuna
menganggukkan kepala.
Lutfi
langsung membuka buku menu saat pelayan sudah berdiri di sampingnya. “Mbak, aku
pesen ini ... ini ... dan ini ...” Ia memesan semua menu yang ada.
Lutfi
menutup buku menu. “Tambah lagi dolcetto dua biji sama lafite.”
“Yuna
nggak minum. Dolcetto aja!” sahut Yeriko.
“Oke.
Itu aja, Mbak.” Lutfi tersenyum penuh kemenangan. “Mampus lo!” batinnya dalam
hati sambil menatap Juan.
Yuna
dan Yeriko tersenyum saling pandang.
Juan
sangat kesal saat melihat ada banyak makanan yang terhidang di atas meja.
Sepertinya, Lutfi dengan sengaja ingin menjatuhkan harga dirinya sebagai lelaki
di hadapan Yuna dan Icha.
“Cha,
makan yang banyak!” pinta Lutfi. “Kalo kamu kurus, ntar dikira aku nggak pernah
kasih makan.” Lutfi menyuapkan makanan ke mulut Icha.
Icha
mengangguk sambil tersenyum.
“Oh
ya, minggu ini aku mau ngecek resort yang ada di Bali. Kamu bisa ikut, Cha?” tanya Lutfi sambil menatap
Icha, namun matanya melirik ke arah Juan.
“Berapa
hari?”
“Sehari
doang. Langsung balik ke sini kalo udah kelar.”
“Aku
ngapain kalo ikut ke sana?”
“Nemenin.
Biar aku semangat terus kalo ada kamu yang nemenin aku.”
Pipi
Icha menghangat mendengar ucapan Lutfi.
“Ikut
ya!” pinta Lutfi. “Sekalian liburan.”
Icha
mengangguk sambil tersenyum.
“Nah,
gitu dong! Kamu kalo senyum terus, makin cantik aja.”
Lutfi
sengaja terus memberikan perhatian dan rayuan-rayuan kecil di depan Juan. Ia
tidak akan pernah rela pacarnya diganggu oleh pria lain. Apalagi, pria itu
adalah rekan kerjanya.
Sementara
itu, Juan menatap mereka penuh kebencian. Ia tidak menyangka kalau Icha
memiliki selera yang sangat tinggi. Ia mulai gelisah karena semua makanan yang
ada di tempat ini sangat mahal dan ia harus membayar dengan uangnya sendiri.
(( Bersambung ... ))
Dukung terus cerita ini dengan cara kasih review baik di
kolom komentar. Sapa aku terus supaya aku tidak merasa kesepian ...
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment