Thursday, July 10, 2025

Perfect Hero Bab 239 || Pengen Makan || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yer, Mama udah kirim tanggal pernikahan kita,” tutur Yuna sambil bergelayut manja di pundak Yeriko.

 

“Mmh ... terus?” Yeriko sangat santai sambil membaca majalah bisnis di tangannya.

 

“Huft, aku takut.”

 

“Takut kenapa?”

 

“Kata orang, kalo mau nikah selalu ada aja ujiannya.”

 

Yeriko tertawa kecil. “Kita udah sah jadi suami istri. Apa yang kamu takutkan?”

 

“Huft, iya juga sih. Tapi ...”

 

“Mama udah urus semuanya. Kamu nggak usah khawatir. Lebih baik kamu nonton drama aja daripada mikir macem-macem!”

 

Yuna memonyongkan bibirnya. “Lagi males nonton. Pengen makan sesuatu.”

 

“Baru aja selesai makan. Mau makan apa?”

 

“Pengen makan telur ikan lele goreng.”

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Nyari di mana malam-malam begini?”

 

“Di mana aja, yang penting dapet.”

 

“Aku telepon Riyan,” tutur Yeriko sambil meraih ponselnya.

 

“Nggak mau!”

 

“Kenapa?”

 

“Aku mau keluar sama kamu. Kenapa malah nelpon Riyan?”

 

“Aku tanya dulu, di mana ada jual makanan begituan.”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kamu nih udah malam kayak gini ada-ada aja mintanya.” Ia langsung menekan panggilan pada kontak Riyan di ponselnya.

 

“Belum malem banget. Baru jam sembilan,” sahut Yuna.

 

“Jam segini udah banyak warung yang tutup,” tutur Yeriko.

 

“Banyak juga rumah makan dua puluh empat jam.”

 

“Kamu ini ...!?” Yeriko mengerutkan hidungnya menatap Yuna. “Kalo nggak ada. Besok aja ya!”

 

Yuna memonyongkan bibir sambil mengerutkan alis.

 

“Nggak usah pasang muka kayak gitu, Yun!” pinta Yeriko. Ia selalu tak berdaya melihat wajah Yuna yang murung karena keinginannya tidak terpenuhi.

 

“Halo ...!” sapa Riyan dari ujung telepon.

 

“Halo ...! Yan, kamu di mana?”

 

“Di rumah, Pak Bos. Ada apa ya?”

 

“Kamu tahu nggak di mana rumah makan yang jual telur ikan lele goreng?”

 

“Telur ikan?”

 

“Iya.”

 

“Wah, nggak tahu. Belum pernah makan telur ikan digoreng. Coba aja ke rumah makan seafood. Siapa tahu di sana ada.”

 

Yeriko langsung melirik Yuna yang menunggu di sebelahnya.

 

“Bisa carikan dulu? Kalo udah dapet tempatnya, aku langsung ke sana.”

 

“Tapi Pak Bos. Ini udah malam. Aku baru mau tidur. Pak bos nyuruh aku muter-muter nyari telur ikan lele?”

 

“Iya. Kemarin aku baru aja naikkan gajimu. Kalo kamu nggak mau keluar nyarikan, aku batalin!” ancam Yeriko.

 

“Iya, Pak Bos. Aku carikan sekarang.” Riyan langsung mematikan teleponnya.

 

Yeriko mengernyitkan dahi sambil menatap layar ponselnya. “Main matiin aja nih anak,” celetuknya.

 

Yuna tersenyum ke arah Yeriko. “Ayo, jalan!” rengeknya manja.

 

“Tunggu kabar dari Riyan.”

 

Yuna menghela napas. Ia merebahkan tubuhnya di pangkuan Yeriko.

 

 

 

Satu jam berlalu ...

 

Riyan tak kunjung menelepon Yeriko dan Yuna sudah ketiduran terlebih dahulu menunggu kabar dari Riyan.

 

Yeriko meraih ponsel dan mengirimkan pesan singkat kepada Riyan.

 

Tak lama kemudian, Riyan langsung menelepon Yeriko.

 

“Halo ...! Gimana, Yan?”

 

“Nggak dapet, Pak Bos. Aku udah muter-muter dari sejam lalu. Semua rumah makan udah aku tanyain. Mereka nggak ada yang sediain makanan yang Pak Bos cari.”

 

“Oh. Ya udah. Kamu pulang aja, Yan. Ini udah malam juga.”

 

“Siap, Pak Bos. Oh ya, tadi dikasih tahu sama orang yang punya rumah makan. Katanya, kalo mau telur ikan, harus cari ikan yang lagi bertelur.”

 

“Iya. Kalo nggak bertelur ya nggak ada telurnya,” sahut Yeriko menahan geram.

 

“Eh, maksudnya ... beli ikannya sendiri, Pak Bos.”

 

“Ya udah, biar diurus Bibi War besok pagi.”

 

“Oke. Kalo gitu, saya tutup teleponnya ya, Pak. Sudah kan?”

 

“Iya.” Yeriko langsung mematikan telepon. Ia menatap wajah Yuna yang sudah tertidur pulas di pangkuannya. Ia mengelus lembut rambut Yuna. Kemudian membenarkan posisi tidur Yuna agar lebih nyaman.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

Yuna bekerja seperti biasanya. Namun, ia merasa ada hal aneh yang terjadi di kantornya. Semua orang menatapnya dengan tatapan risih. Hal ini benar-benar mengganggu pikirannya.

 

“Huu ....mata-mata Galaxy datang!” celetuk salah seorang karyawan yang tak asing lagi di mata Yuna.

 

“Kamu ngomong apa, barusan?” tanya Yuna kesal.

 

“Mata-mata Galaxy!” tegas Juan sambil menatap Yuna santai.

 

Yuna mengerutkan keningnya. Selama ini, hubungan kerja antara dia dan Juan baik-baik saja. Entah kenapa pria muda yang satu ini mulai mencari masalah dengan Yuna.

 

“Herjuan, kamu kenapa sih? Tiba-tiba fitnah aku kayak gini!?” sentak Yuna kesal.

 

“Sekarang, semua orang udah tahu kalau Galaxy mau akuisisi Wijaya Group. Kamu kan istrinya pemilik Galaxy itu. Kenapa kerja di sini? Bukannya perusahaan suami kamu itu lebih gede?” tanya Juan.

 

“Aku nggak ada hubungannya sama perusahaan suamiku.”

 

Juan tertawa lebar. “Nggak mungkin nggak ada hubungannya. Di berita sudah tersebar luas kalau Wijaya Group ini dulunya perusahaan ayah kamu.”

 

Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Juan. “Terus, kalian takut sama kehadiran aku di sini?”

 

Juan terdiam.

 

“Seandainya Galaxy emang bener-bener ambil alih saham Wijaya Group. Kalian nggak perlu takut. Kalian nggak akan kehilangan pekerjaan cuma karena pindah bendera.”

 

“Oh ... jadi, kamu emang beneran jadi mata-mata di sini supaya suami kamu bisa lebih mudah ambil alih perusahaan ini?” tanya yang lainnya.

 

“Yun, Pak Lian itu baik banget sama kamu. Kenapa kamu mengkhianati dia?”

 

“Iya, Yun. Kami juga nggak mau kerja di bawah kepemimpinan Galaxy yang otoriter itu.”

 

“Otoriter? Kalian tahu dari mana kalau suamiku begitu?” tanya Yuna. Ia tetap tidak mau kalah berdebat dengan beberapa karyawan yang mencurigai dirinya sebagai mata-mata.

 

“Semua orang di dunia bisnis kenal sama suami kamu, Si Raja Iblis Berdarah Dingin itu. Terkenal kejam dan nggak punya perasaan.”

 

Yuna tersenyum kecil. “Dia selalu melindungi karyawan-karyawannya. Kalo nggak, karyawan dia nggak akan ada yang loyal, setia bekerja di bawah kepemimpinan dia.”

 

“Kamu belain suami kamu yang kejam itu?”

 

“Iya, dong. Suamiku cuma kejam sama orang-orang yang cari masalah kayak kalian!” seru Yuna. Ia berbalik dan bergegas kembali ke ruangannya.

 

“Kesel banget aku. Kenapa sih Juan itu cari gara-gara sama aku? Biasanya, dia baik-baik aja.” Yuna merebahkan tubuhnya ke kursi dengan kesal.

 

“Yun ...!” panggil Icha dari balik pintu.

 

“Masuk, Cha!”

 

“Bu Citra ada nggak?”

 

“Nggak ada. Lagi di ruangan Lian.”

 

Icha masuk ke ruangan Yuna dan duduk di kursi yang ada si hadapan Yuna. “Juan ngajak berantem?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kenapa sih sama anak itu? Biasanya nggak begitu.”

 

“Kayaknya, dia sakit hati sama kamu.”

 

“Sakit hati kenapa?”

 

“Aku baru tahu kalau ternyata, dia diam-diam suka sama kamu.”

 

“Hah!?”

 

“Iya. Emangnya dia pernah nembak kamu, Yun?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Gila aja dia tuh. Aku kan udah nikah. Kenapa juga berani-beraninya mau saingan sama Yeriko. Sekarang, dia kelakuannya kayak gitu malah bikin aku makin benci sama dia.”

 

“Bener banget, Yun. Sekarang, dia mulai deketin aku.”

 

“What!? Dia nggak tahu kalo kamu udah punya pacar?”

 

“Aku udah bilang, tapi dia masih nggak percaya dan masih aja ngejar-ngejar aku.”

 

“Iih ...kok, dia kayak gitu sih?”

 

“Iya. Aku pikir, selama ini dia baik sama kita emang karena temen kerja. Nggak nyangka kalau ternyata dia memendam perasaan. Tadi pagi dia nembak aku dan aku baru tahu semuanya.”

 

“Dia nembak kamu? Terus-terus?”

 

“Ya aku tolak. Aku bilang udah punya pacar. Dia tetep keukeuh mau deketin aku. Dia bilang, selama janur kuning belum melengkung, aku masih milik semua orang. Kurang ajar nggak tuh?”

 

“Hmm ... kayaknya, ini anak minta dikasih pelajaran. Gimana, kalo kita kerjain dia?”

 

“Gimana caranya?” tanya Icha.

 

Yuna langsung membisikkan rencananya ke telinga Icha.

 

Icha manggut-manggut sambil tersenyum sebagai tanda mengerti.

 

“Ya udah, sekarang kamu datengin si Juan sana!” perintah Yuna.

 

“Oke.” Icha bergegas bangkit dan keluar dari ruang kerja.

 

Yuna tertawa kecil dan melanjutkan pekerjaannya kembali. Ide jahilnya mulai bermunculan, apalagi saat ini ia bekerjasama dengan Lutfi yang tak kalah jahil.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Gimana reaksi Lutfi kalo pacarnya digangguin? Tunggu besok lagi ya

Dukung terus cerita ini dengan cara kasih  review baik di kolom komentar. Sapa aku terus supaya aku tidak merasa kesepian ...

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas