“Sus, lukaku udah ditangani, apa aku udah bisa pulang?”
tanya Arabella sambil menatap perawat yang baru saja selesai memasangkan perban
di lukanya.
Perawat yang ditanya tak menyahut. Matanya hanya menatap
beberapa bodyguard yang ada di dalam ruangan itu.
Arabella ikut menatap kesal bodyguard Cakra yang ada di
sana. “Kenapa gue ditahan kayak tawanan gini, sih? Apa Cakra curiga sama
gue? Gue harus gimana?” batin Arabella.
Arabella bergegas mencari tas dan ponselnya untuk
menghubungi seseorang agar ia bisa segera mendapatkan pertolongan. Namun, ia
tidak menemukan barang yang ia cari.
“Kalian ambil hape gue?” tanya Arabla pada semua
bodyguard yang berjaga.
“Nona adalah tawanan Tuan Cakra. Tidak diizinkan
berkomunikasi dengan siapa pun sampai Nona memberitahukan di mana keberadaan nyonya
muda kami,” jawab salah seorang bodyguard yang ada di sana.
“WHAT!? Tawanan? Kalian nggak salah? Gue nggak tahu sama
sekali keberadaan Chessy. Kalian lihat sendiri kalau gue juga korban di sini!”
seru Arabella sambil memperlihatkan luka di tangannya yang telah diperban.
Semua bodyguard yang ada di sana memilih untuk
bergeming.
“Shit! Sialan kalian semua. Gue tahu siapa yang culik
Chessy, tapi gue nggak tahu juga dia dibawa ke mana karena semua yang urus Nona
Mang,” batin Arabella.
“Gue harus gimana?” gumamnya.
Arabella langsung teringat pada pembicaraannya dengan
Nona Mang beberapa waktu lalu.
“Aku menemukan rumor langka tentang Presdir Galaxy itu.
Dia punya penyakit sejak kecil. Seharusnya dia buta sejak lahir. Sepertinya,
keluarganya sudah mengobati matanya sehingga dia bisa melihat dengan normal.
Hanya saja, ada satu penyakit yang tidak bisa diobati. Dia bisa mendengarkan
isi hati orang lain. Jadi, kamu harus berhati-hati!” ucap Nona Mang.
“Hah!? Serius?” tanya Arabella dengan mata terbelalak.
“Itu bukan penyakit, tapi kelebihan seseorang.”
“Sebagian orang menyebutnya penyakit,” sahut Nona Mang.
“Terus, aku harus gimana?” tanya Arabella lagi.
“Kamu hanya perlu diam dan menghapus kejadian
sesungguhnya dari memorimu. Jika tertangkap basah, jangan coba-coba libatkan
aku! Karena aku nggak bakal bisa menolong kamu dan aku bakal habisi semua
keluarga kamu di kampung!” pinta Nona Mang.
Arabella terdiam sambil menggigir bibir bawahnya.
Perasaannya tak karuan setiap kali ia merasa terancam.
“Kamu Cuma perlu membawa Chessy ke rooftop. Setelahnya,
akan ada orang lain yang mengurus Chessy. Kamu tidak perlu lagi berurusan
dengan Chessy dan aku. Aku yang akan menentukan mau aku apain wanita jalang
satu itu!” perintah Nona Mang dengan tegas.
“Satu lagi. Jangan sampai kamu berdialog dengan dirimu
sendiri saat dekat dengan Cakra karena itu membahayakan!” imbuh Nona Mang.
Arabella mengangguk tanda mengerti. Ia menjalankan semua
perintah Nona Mang dan berusaha tidak memikirkan kejadian yang terjadi antara
ia dan Chessy. Semua harus sesuai dengan skenario yang telah mereka rancang.
Arabella kembali menatap bodyguard yang ada di sana. Ia
terus memikirkan cara agar ia bisa terlepas dari cengkeraman anak buah Cakra.
Belum sampai mendapatkan ide, Arabella dikejutkan dengan
kedatangan seorang pria muda berseragam polisi. Tubuhnya gemetar dan ia
terlihat sangat gusar.
“Nona Mang
bilang bakal back-up gue. Kenapa ada polisi ke sini? Kalo gue dipenjara gimana?
Kalau gue jujur, gimana nasib keluarga gue?” batin Arabella.
“Selamat siang, Nona!” sapa pria muda berseragam polisi
sambil menghampiri Arabella.
“S-si-siang ...,” balas Arabella terbata.
“Gimana kondisi luka Nona? Sudah membaik?” tanya pria
itu sambil tersenyum.
“Astaga ...! Ini polisi manis banget!” batinnya. “Tapi
tetep aja bikin gue takut.”
“Nona ...!” panggil polisi itu lagi sambil melambaikan
tangannya di depan wajah Arabella yang sedang terpaku.
Arabella mengerjapkan matanya. Ia tersadar dari lamunan
tentang kekagumannya terhadap ketampanan pria yang ada di hadapannya itu. “Sa-sa-saya
ba-baik-baik aja.”
“Baguslah kalau begitu,” ucap pria itu sambil
mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. “Perkenalkan, nama saya Dani, saya
asisten Pak Alvaro,” lanjutnya.
“Alvaro? Bukannya dia asisten pribadinya Cakra? Asisten
bisa punya asisten juga?” tanya Arabella dengan kening beekerut.
Dani hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Arabella. “Pak
Alvaro bukan asisten, tapi dia kakak dari Tuan Cakra. Beliau seorang polisi yang
perusahaan di bidang jasa keamanan. Dia punya puluhan bodyguard terlatih di
setiap kota besar di Indonesia. Beliau memang sangat sederhana dan jabatannya
tidak tinggi. Kalau beliau mau, menjadi jenderal polisi adalah hal yang mudah.
Tapi tidak dia lakukan karena dia punya pasukan tentara swasta yang terhubung
dengan pemerintah,” jelasnya.
Arabella menelan salivanya dengan susah payah. Ia pikir,
Alvaro adalah bodyguard biasa karena setiap hari selalu mendampingi Chessy.
Ternyata, masih punya ikatan darah dengan Cakra. Artinya, Chessy dikelilingi
oleh banyak pria kaya di dalam hidupnya.
“Kenapa sih Chessy selalu dikelilingi sama cowok
tajir? Buat gue, Adit tuh udah tajir banget. Ternyata, Cakra dan keluarganya
jauh lebih tajir. Kalo gue bisa masuk ke keluarga Hadikusuma, hidup gue pasti
bakal seenak Chessy juga,” batinnya. “Gue nggak harus jadi jongosnya
Nona Mang, kan?” lanjutnya dalam hati.
“Nona, ada beberapa hal yang perlu kami tanyakan terkait
laporan hilangnya nona muda Hadikusuma,” ucap Dhani sambil mencoba menghubungi
Alvaro via telepon, sesuai dengan permintaan atasannya itu. Alvaro meminta
untuk melakukan wawancara yang harus terhubung langsung dengan ia dan Cakra
meski dari kejauhan.
“Aku nggak tahu apa-apa,” jawab Arabella.
“Iya. Tapi orang yang terakhir bersama Nona Hadikusuma
adalah Anda. Setidaknya, Anda tahu apa yang terjadi sesungguhnya.”
“Aku juga korban. Nggak tahu apa-apa. Aku Cuma lagi
ngobrol sama Chessy selayaknya teman dekat. Tiba-tiba ada segerombolan orang
yang datangi kami dan dia culik Chessy. Aku udah berusaha buat nolongin Chessy,
tapi mereka ngelukain aku,” jawab Arabella.
“Cuma itu?” tanya Dani lagi.
Arabella mengangguk.
“Kalau dari kejauhan gini, Cakra nggak akan bisa baca
isi hatiku, kan? Semuanya bakal aman, kan?” batin Arabella. Ia khawatir
kalau Cakra juga ada di rumah sakit tersebut.
“Apa Nona ingat ciri-ciri orang yang membawa Nona
Hadikusuma?”
Arabella menggeleng. “Di rooftop agak gelap. Yang aku
ingat, mereka pakai pakaian serba hitam,” jawabnya.
“Ada berapa orang yang Nona lihat?”
“Banyak banget. Aku nggak ingat.”
“Aku nggak boleh bilang kalau yang culik Chessy itu cuma
tiga orang,” batinnya.
“Baiklah. Apa benar kalau sebelumnya Anda yang
mengirimkan undangan ke Nona Hadikusuma?”
Arabella mengangguk. “Nona Mang yang perintahkan aku
karena aku karyawan dia.”
“Sudah berapa lama kerja dengan Nona Mang?”
“Udah lama, sekitar 3 tahunan,” jawab Arabella lagi.
Dani mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia mencocokkan
beberapa jawaban Arabella dengan wawancara yang dilakukan oleh Alvaro dan tim
yang lain. Semuanya terlihat konsisten dan tidak ada informasi yang berubah.
Dani mendengarkan intruksi dari Alvaro lewat earphone
yang ia pakai dan kembali melemparkan pertanyaan kepada Arabella.
“Kami sudah melakukan wawancara dengan Nona Mang selaku
tuan rumah dalam perjamuan bisnis itu. Dia sudah mengaku bahwa kamu adalah
dalang di balik penculikan ini karena butuh uang banyak,” ucap Dani mengikuti
instruksi Alvaro. Padahal, mereka tidak mendapatkan informasi apa pun dari Nona
Mang karena wanita itu sudah terbang ke luar negeri beberapa jam setelah
perjamuan bisnis.
Mata Arabella terbelalak lebar mendengar ucapan Dani.
“Nggak mungkin! Nggak mungkin Nona Mang bohongi dan jebak aku!” serunya
histeris. “Aku nggak tahu apa-apa.” Lanjutnya sambil menggelengkan kepalanya.
Dani langsung menangkap wajah ketakutan dari Arabella.
Manik matanya yang tadi terlihat menderita, kini berubah menjadi penuh rasa
takut.
“Nona Mang pemilik perusahaan. Uang dia sudah banyak.
Tidak mungkin dia menyuruh orang untuk menculik nona kami. Dia tidak terlihat
seperti orang yang kekurangan uang. Semua bukti dan petunjuk menjurus ke kamu,”
ucap Dani lagi.
Arabella terdiam sambil meremas selimut yang menyelimuti
tubuhnya. “Gue nggak mau dipenjara. Gue
nggak mau! Dit, lo di mana? Tolongin gue, Dit!” batinnya sembari menahan rasa
takut.
Dani menaikkan kedua alis sambil menyunggingkan sedikit
senyum di bibirnya. Meski Arabella tidak mau bicara, ia bisa menafsirkan setiap
reaksi tubuh dari wanita itu. Sebagai polisi sekaligus psikolog forensik, ia
kerap dipercaya oleh Alvaro untuk mengungkap kasus-kasus tersembunyi yang
terjadi di kota ini.
“Tuan Cakra bukan orang yang tidak berbelas kasih. Dia
sangat menyukai orang yang jujur dan mudah untuk memaafkan. Tapi dia juga bisa
menjadi iblis tak punya hati jika dibohongi dan dikhianati. Kamu yang
menentukan sendiri bagaimana nasibmu di tangan keluarga Hadikusuma,” ucap Dani
sambil mematikan sambungan teleponnya dengan Alvaro, kemudian bergegas pergi
setelah berhasil menarik kesimpulan untuk ia laporkan pada Alvaro.

0 komentar:
Post a Comment