Monday, May 26, 2025

The Cakra Bab 123 - Menelusuri Kejujuran

 


“Sus, lukaku udah ditangani, apa aku udah bisa pulang?” tanya Arabella sambil menatap perawat yang baru saja selesai memasangkan perban di lukanya.

Perawat yang ditanya tak menyahut. Matanya hanya menatap beberapa bodyguard yang ada di dalam ruangan itu.

Arabella ikut menatap kesal bodyguard Cakra yang ada di sana. “Kenapa gue ditahan kayak tawanan gini, sih? Apa Cakra curiga sama gue? Gue harus gimana?” batin Arabella.

Arabella bergegas mencari tas dan ponselnya untuk menghubungi seseorang agar ia bisa segera mendapatkan pertolongan. Namun, ia tidak menemukan barang yang ia cari.

“Kalian ambil hape gue?” tanya Arabla pada semua bodyguard yang berjaga.

“Nona adalah tawanan Tuan Cakra. Tidak diizinkan berkomunikasi dengan siapa pun sampai Nona memberitahukan di mana keberadaan nyonya muda kami,” jawab salah seorang bodyguard yang ada di sana.

“WHAT!? Tawanan? Kalian nggak salah? Gue nggak tahu sama sekali keberadaan Chessy. Kalian lihat sendiri kalau gue juga korban di sini!” seru Arabella sambil memperlihatkan luka di tangannya yang telah diperban.

Semua bodyguard yang ada di sana memilih untuk bergeming.

Shit! Sialan kalian semua. Gue tahu siapa yang culik Chessy, tapi gue nggak tahu juga dia dibawa ke mana karena semua yang urus Nona Mang,” batin Arabella.

“Gue harus gimana?” gumamnya.

Arabella langsung teringat pada pembicaraannya dengan Nona Mang beberapa waktu lalu.

“Aku menemukan rumor langka tentang Presdir Galaxy itu. Dia punya penyakit sejak kecil. Seharusnya dia buta sejak lahir. Sepertinya, keluarganya sudah mengobati matanya sehingga dia bisa melihat dengan normal. Hanya saja, ada satu penyakit yang tidak bisa diobati. Dia bisa mendengarkan isi hati orang lain. Jadi, kamu harus berhati-hati!” ucap Nona Mang.

“Hah!? Serius?” tanya Arabella dengan mata terbelalak. “Itu bukan penyakit, tapi kelebihan seseorang.”

“Sebagian orang menyebutnya penyakit,” sahut Nona Mang.

“Terus, aku harus gimana?” tanya Arabella lagi.

“Kamu hanya perlu diam dan menghapus kejadian sesungguhnya dari memorimu. Jika tertangkap basah, jangan coba-coba libatkan aku! Karena aku nggak bakal bisa menolong kamu dan aku bakal habisi semua keluarga kamu di kampung!” pinta Nona Mang.

Arabella terdiam sambil menggigir bibir bawahnya. Perasaannya tak karuan setiap kali ia merasa terancam.

“Kamu Cuma perlu membawa Chessy ke rooftop. Setelahnya, akan ada orang lain yang mengurus Chessy. Kamu tidak perlu lagi berurusan dengan Chessy dan aku. Aku yang akan menentukan mau aku apain wanita jalang satu itu!” perintah Nona Mang dengan tegas.

“Satu lagi. Jangan sampai kamu berdialog dengan dirimu sendiri saat dekat dengan Cakra karena itu membahayakan!” imbuh Nona Mang.

Arabella mengangguk tanda mengerti. Ia menjalankan semua perintah Nona Mang dan berusaha tidak memikirkan kejadian yang terjadi antara ia dan Chessy. Semua harus sesuai dengan skenario yang telah mereka rancang.

Arabella kembali menatap bodyguard yang ada di sana. Ia terus memikirkan cara agar ia bisa terlepas dari cengkeraman anak buah Cakra.

Belum sampai mendapatkan ide, Arabella dikejutkan dengan kedatangan seorang pria muda berseragam polisi. Tubuhnya gemetar dan ia terlihat sangat gusar.

 Nona Mang bilang bakal back-up gue. Kenapa ada polisi ke sini? Kalo gue dipenjara gimana? Kalau gue jujur, gimana nasib keluarga gue?” batin Arabella.

“Selamat siang, Nona!” sapa pria muda berseragam polisi sambil menghampiri Arabella.

“S-si-siang ...,” balas Arabella terbata.

“Gimana kondisi luka Nona? Sudah membaik?” tanya pria itu sambil tersenyum.

“Astaga ...! Ini polisi manis banget!” batinnya. “Tapi tetep aja bikin gue takut.”

“Nona ...!” panggil polisi itu lagi sambil melambaikan tangannya di depan wajah Arabella yang sedang terpaku.

Arabella mengerjapkan matanya. Ia tersadar dari lamunan tentang kekagumannya terhadap ketampanan pria yang ada di hadapannya itu. “Sa-sa-saya ba-baik-baik aja.”

“Baguslah kalau begitu,” ucap pria itu sambil mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. “Perkenalkan, nama saya Dani, saya asisten Pak Alvaro,” lanjutnya.

“Alvaro? Bukannya dia asisten pribadinya Cakra? Asisten bisa punya asisten juga?” tanya Arabella dengan kening beekerut.

Dani hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Arabella. “Pak Alvaro bukan asisten, tapi dia kakak dari Tuan Cakra. Beliau seorang polisi yang perusahaan di bidang jasa keamanan. Dia punya puluhan bodyguard terlatih di setiap kota besar di Indonesia. Beliau memang sangat sederhana dan jabatannya tidak tinggi. Kalau beliau mau, menjadi jenderal polisi adalah hal yang mudah. Tapi tidak dia lakukan karena dia punya pasukan tentara swasta yang terhubung dengan pemerintah,” jelasnya.

Arabella menelan salivanya dengan susah payah. Ia pikir, Alvaro adalah bodyguard biasa karena setiap hari selalu mendampingi Chessy. Ternyata, masih punya ikatan darah dengan Cakra. Artinya, Chessy dikelilingi oleh banyak pria kaya di dalam hidupnya.

Kenapa sih Chessy selalu dikelilingi sama cowok tajir? Buat gue, Adit tuh udah tajir banget. Ternyata, Cakra dan keluarganya jauh lebih tajir. Kalo gue bisa masuk ke keluarga Hadikusuma, hidup gue pasti bakal seenak Chessy juga,” batinnya. “Gue nggak harus jadi jongosnya Nona Mang, kan?” lanjutnya dalam hati.

“Nona, ada beberapa hal yang perlu kami tanyakan terkait laporan hilangnya nona muda Hadikusuma,” ucap Dhani sambil mencoba menghubungi Alvaro via telepon, sesuai dengan permintaan atasannya itu. Alvaro meminta untuk melakukan wawancara yang harus terhubung langsung dengan ia dan Cakra meski dari kejauhan.

“Aku nggak tahu apa-apa,” jawab Arabella.

“Iya. Tapi orang yang terakhir bersama Nona Hadikusuma adalah Anda. Setidaknya, Anda tahu apa yang terjadi sesungguhnya.”

“Aku juga korban. Nggak tahu apa-apa. Aku Cuma lagi ngobrol sama Chessy selayaknya teman dekat. Tiba-tiba ada segerombolan orang yang datangi kami dan dia culik Chessy. Aku udah berusaha buat nolongin Chessy, tapi mereka ngelukain aku,” jawab Arabella.

“Cuma itu?” tanya Dani lagi.

Arabella mengangguk.

Kalau dari kejauhan gini, Cakra nggak akan bisa baca isi hatiku, kan? Semuanya bakal aman, kan?” batin Arabella. Ia khawatir kalau Cakra juga ada di rumah sakit tersebut.

“Apa Nona ingat ciri-ciri orang yang membawa Nona Hadikusuma?”

Arabella menggeleng. “Di rooftop agak gelap. Yang aku ingat, mereka pakai pakaian serba hitam,” jawabnya.

“Ada berapa orang yang Nona lihat?”

“Banyak banget. Aku nggak ingat.”

Aku nggak boleh bilang kalau yang culik Chessy itu cuma tiga orang,” batinnya.

“Baiklah. Apa benar kalau sebelumnya Anda yang mengirimkan undangan ke Nona Hadikusuma?”

Arabella mengangguk. “Nona Mang yang perintahkan aku karena aku karyawan dia.”

“Sudah berapa lama kerja dengan Nona Mang?”

“Udah lama, sekitar 3 tahunan,” jawab Arabella lagi.

Dani mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia mencocokkan beberapa jawaban Arabella dengan wawancara yang dilakukan oleh Alvaro dan tim yang lain. Semuanya terlihat konsisten dan tidak ada informasi yang berubah.

Dani mendengarkan intruksi dari Alvaro lewat earphone yang ia pakai dan kembali melemparkan pertanyaan kepada Arabella.

“Kami sudah melakukan wawancara dengan Nona Mang selaku tuan rumah dalam perjamuan bisnis itu. Dia sudah mengaku bahwa kamu adalah dalang di balik penculikan ini karena butuh uang banyak,” ucap Dani mengikuti instruksi Alvaro. Padahal, mereka tidak mendapatkan informasi apa pun dari Nona Mang karena wanita itu sudah terbang ke luar negeri beberapa jam setelah perjamuan bisnis.

Mata Arabella terbelalak lebar mendengar ucapan Dani. “Nggak mungkin! Nggak mungkin Nona Mang bohongi dan jebak aku!” serunya histeris. “Aku nggak tahu apa-apa.” Lanjutnya sambil menggelengkan kepalanya.

Dani langsung menangkap wajah ketakutan dari Arabella. Manik matanya yang tadi terlihat menderita, kini berubah menjadi penuh rasa takut.

“Nona Mang pemilik perusahaan. Uang dia sudah banyak. Tidak mungkin dia menyuruh orang untuk menculik nona kami. Dia tidak terlihat seperti orang yang kekurangan uang. Semua bukti dan petunjuk menjurus ke kamu,” ucap Dani lagi.

Arabella terdiam sambil meremas selimut yang menyelimuti tubuhnya. “Gue nggak mau dipenjara.  Gue nggak mau! Dit, lo di mana? Tolongin gue, Dit!” batinnya sembari menahan rasa takut.

Dani menaikkan kedua alis sambil menyunggingkan sedikit senyum di bibirnya. Meski Arabella tidak mau bicara, ia bisa menafsirkan setiap reaksi tubuh dari wanita itu. Sebagai polisi sekaligus psikolog forensik, ia kerap dipercaya oleh Alvaro untuk mengungkap kasus-kasus tersembunyi yang terjadi di kota ini.

“Tuan Cakra bukan orang yang tidak berbelas kasih. Dia sangat menyukai orang yang jujur dan mudah untuk memaafkan. Tapi dia juga bisa menjadi iblis tak punya hati jika dibohongi dan dikhianati. Kamu yang menentukan sendiri bagaimana nasibmu di tangan keluarga Hadikusuma,” ucap Dani sambil mematikan sambungan teleponnya dengan Alvaro, kemudian bergegas pergi setelah berhasil menarik kesimpulan untuk ia laporkan pada Alvaro.

 

((Bersambung...))

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas