Friday, May 23, 2025

Perfect Hero Bab 233 - Mencari Jheni || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Hai, Jhen!” sapa Amara begitu melihat Jheni sudah ada di hadapannya. Matanya sayu, penampilannya berantakan dan ia sudah berada di bawah pengaruh alkohol. Ia terlihat seorang diri di dalam private room tersebut.

“Mau apa ngajak ketemuan?” tanya Jheni tanpa basa-basi.

Amara tertawa kecil sambil menatap Jheni. “Aku mau kamu jauhin Chandra!” pintanya.

“Bukannya Chandra udah balik ke kamu lagi? Buat apa masih khawatirin aku?” sahut Jheni.

“Chandra nggak mau balik ke aku lagi. Semuanya gara-gara kamu!” seru Amara. Ia menatap Amara penuh kebencian. “Kalau bukan karena kamu, Chandra pasti udah balik ke aku lagi.”

Jheni terdiam sesaat. “Jadi, mereka nggak balikan?” batinnya.

“Jhen, kamu tahu kalau aku udah lama tunangan sama Chandra. Aku bakal ambil Chandra lagi dari kamu,” tutur Amara.

“Bukannya kamu selingkuh sama Harry secara terang-terangan. Semua orang juga tahu apa yang udah kamu lakuin ke Chandra. Sekarang, tiba-tiba kamu nyesel, nangis-nangis minta balikan sama Chandra? Kamu bener-bener nggak tahu diri!” sentak Jheni.

“Aku nggak peduli. Sekarang hidup aku udah berantakan. Aku cuma mau Chandra. Aku bakal kasih uang berapa pun ke kamu asal kamu ninggalin dia!”

Jheni tertawa lebar menanggapi ucapan Amara. “Kamu mau beli cintanya Chandra pake uang? Kamu pikir, uang yang kamu punya itu bisa bikin Chandra balik ke kamu? Lagian, aku nggak butuh uang kamu!” tegas Jheni.

“Nggak usah sombong, Jhen! Kamu itu perempuan yang nggak punya kerjaan tetap. Pasti butuh uang banyak buat ngidupin diri kamu sendiri kan? Kamu mau ngandalin uang Chandra, hah!?”

“Heh, jaga mulutmu ya! Kalo nggak kurobek beneran itu mulut. Aku nggak pernah pakai uang Chandra sepeserpun. Apalagi sampai menggantungkan hidupku sama dia. Kerjaanku emang nggak tetap, tapi aku nggak kekurangan uang,” sentak Jheni. Ia semakin kesal dengan Amara yang memandang rendah dirinya.

Amara tertawa kecil. “Oke. Kalau emang kamu nggak mau uang aku. Gimana kalau kita taruhan minum? Siapa yang kalah, harus ninggalin Chandra!”

“Jhen, nggak usah diladeni!” pinta Yuna berbisik.

“Iya, Jhen. Lagian, Chandra itu kan bukan barang taruhan.” Icha juga ikut mendukung Yuna.

“Kenapa? Takut? Nggak berani bertaruh sama aku?”

Jheni merapatkan bibirnya. “Oke. Aku terima tantangan kamu!” sahut Jheni. Ia tidak ingin Amara menjatuhkan harga dirinya. Ia yakin, bisa mengalahkan Amara dengan mudah.

Jheni dan Amara bersaing minum alkohol.

Amara tersenyum sambil menatap Jheni. Ia bertepuk tangan, tiba-tiba beberapa preman masuk ke dalam ruangan tersebut.

Yuna dan Icha langsung menyadari bahaya yang sedang mengancam mereka.

Salah seorang preman menarik tubuh Jheni yang sudah mabuk dan membawanya pergi.

“Heh, kalian nggak boleh bawa dia pergi!” seru Yuna sambil mengejar tubuh Jheni. Langkahnya tiba-tiba berhenti saat lehernya mendapat pukulan keras. Matanya tiba-tiba berkunang-kunang, seisi ruangan menjadi buram dan ia tersungkur ke lantai.

“Yuna!” Icha langsung berteriak begitu melihat Yuna jatuh pingsan.

“Urus dia!” perintah Amara.

Preman tersebut langsung menangkap Icha. Mengikat kedua tangan dan menutup mulut Icha menggunakan sapu tangan.

“Mmh ... mmh ...” Icha berusaha memberontak. Namun akhirnya tetap tidak berdaya setelah kedua tangan dan kakinya diikat kuat.

Amara dan semua preman itu keluar dari private room membawa Jheni.

Icha berusaha melepaskan dirinya, tapi tetap saja tidak bisa. Terlebih, mulutnya dibungkam begitu erat. Membuatnya tidak bisa berteriak minta tolong. Ia menyenggol tubuh Yuna beberapa kali hingga Yuna tersadar.

Yuna mengerjapkan mata sambil menatap seluruh ruangan yang samar-samar terlihat dan mulai jelas. “Icha?” Ia langsung bangkit begitu melihat Icha terikat.

Yuna langsung melepas kain yang membungkam mulut Icha. “Jheni ke mana?” tanya Yuna sambil melepas ikatan di tangan Icha.

“Mereka bawa Jheni pergi,” jawab Icha.

Yuna langsung mencari ponsel yang ada di dalam tasnya dan bergegas menelepon Yeriko.

“Halo ...!” sapa Yuna dengan napas tersengal sambil membantu ikatan tali yang ada di kaki Icha.

“Kamu kenapa?” Suara Yeriko terdengar panik mendengar napas Yuna yang tidak teratur.

“Yer, Jheni dibawa pergi sama preman-preman itu,” jawab Yuna sambil terisak.

“Hah!? Kalian di mana sekarang?”

“Aku di bar, private room nomor dua.”

“Icha?”

“Icha masih sama aku.”

“Aku ke sana sekarang. Kamu jangan ke mana-mana!” Yeriko langsung mematikan panggilan teleponnya.

“Yun, kamu nggak papa?” tanya Icha.

“Aku nggak papa. Kamu juga nggak papa ‘kan?”

Icha mengangguk.

“Mereka bawa Jheni ke mana?” tanya Yuna gelisah. “Dari awal, aku udah punya firasat nggak enak. Harusnya kita nggak ke sini.” Yuna menggigit jemarinya. Ia dan Icha terus mondar-mandir di dalam private room menunggu Yeriko datang.

 

Di sisi lain ...

Yeriko langsung melajukan mobilnya begitu selesai menerima telepon dari Yuna. Ia bergegas menelepon Chandra dan Lutfi agar keduanya juga segera menuju bar tempat Yuna dan Icha menunggu mereka.

Yeriko langsung berlari memasuki private room yang telah ditunjukkan Yuna sebelumnya. Di belakangnya, Lutfi dan Chandra datang bersamaan secara kebetulan.

“Yuna, kamu nggak papa?” tanya Yeriko begitu melihat Yuna dan Icha di dalam ruangan.

“Nggak papa,” jawab Yuna.

“Yuna dipukul sampe pingsan,” jawab Icha.

“Dipukul?” Yeriko mengernyitkan dahi. Ia langsung memeriksa leher Yuna yang terluka. Seketika matanya berapi-api. “Aku nggak akan ngelepasin kalian!” Yeriko mengepalkan tangan sekuat tenaga dan meninju sofa yang ada di depannya.

“Mereka bawa Jheni ke mana?” tanya Chandra.

“Kami nggak tahu.”

“Kenapa kalian bisa ada di sini sih?” tanya Lutfi. “Ketemu sama preman-preman tanpa ngabarin kita? Kalian udah hebat, hah!?”

“Kamu jangan marahin istriku juga!” sahut Yeriko sambil mendorong dada Lutfi. “Dia udah luka kayak gini, masih sempat-sempatnya kamu marahin!”

“Kenapa mereka berani datengin preman-preman itu ke sini tanpa ngomong ke kita!?” sahut Lutfi tak kalah kesal. “Kalau nggak sok hebat, nggak bakal terjadi kayak gini.”

“Lut, bukan kami yang datangin preman itu. Mereka yang datang ke sini. Kami ke sini karena Amara yang minta ketemu sama Jheni. Kalo kami nggak ikut sama Jheni, kita nggak akan tahu apa yang bakal terjadi sama Jheni,” sahut Icha sambil menatap Lutfi.

“Kalian punya waktu buat berantem di sini?” tanya Yuna dengan tenang. “Lebih baik kalian pikirin cara gimana nemuin Jheni sekarang!” serunya.

Semua orang terdiam.

Dering ponsel Lutfi memecah keheningan. Lutfi langsung merogoh ponsel dari saku celananya dan menjawab telepon.

“Halo ...!”

“Halo ... kamu masih ingat aku?” tanya seseorang lewat panggilan video call. “Kita ketemu lagi.”

“Ben?” Lutfi menatap wajah preman yang sangat ia kenal.

Preman pemilik nama Ben itu tersenyum sinis sambil menoleh ke belakangnya.

“Jheni!?” seru Chandra saat melihat tubuh Jheni terikat di belakang Ben. “Lepasin dia!”

Ben tertawa kecil. “Nggak semudah itu ngelepasin sandera. Apalagi, dia cukup seksi dan menggoda,” tuturnya sambil memainkan lidah. Ben menghampiri Jheni dan mendekatkan wajah mereka ke kamera. “Kalian kenal sama gadis ini?”

“Ben, kamu mau apa?” tanya Chandra semakin geram melihat sikap Ben.

Ben menekan rahang Jheni. “Kamu kenal sama mereka?” tanyanya pada Jheni yang mulutnya terbungkam.

Jheni menggelengkan kepala sambil melihat semua preman yang ada di sekitarnya. Ia tidak ingin membuat Chandra dan lainnya masuk dalam bahaya.

“Bohong!” sentak Ben. Ia langsung melepas rahang Jheni, kemudian merobek lengan baju Jheni dengan paksa.

“Ben! Kalau kamu masih sentuh dia, aku bakal bunuh kamu sekarang juga!” sentak Chandra.

“Hahaha. Kamu ngancam aku? Sebelum kamu sampai di sini, aku jamin cewek ini udah mati!”

Chandra membelalakkan matanya. “Mau kamu apa?”

“Aku mau cewek ini bayar hutang-hutangnya. Kalo dia nggak bisa bayar hutangnya malam ini juga, aku bakal jual dia.” Ben langsung mematikan sambungan teleponnya.

“Ben ...!” Suara Chandra tak bisa lagi didengar oleh Ben.

Semua orang di ruangan tersebut saling pandang.

“Aku rasa Jheni nggak punya hutang sama preman.”

“Kamu kenal tempat itu, Lut?” tanya Yeriko.

“Pusat perjudian,” jawab Lutfi.

“Jheni nggak pernah berhubungan dengan judi. Nggak mungkin dia punya hutang di perjudian.”

“Ayo, kita langsung ke sana!” ajak Yeriko.

“Yun, aku suruh Riyan jemput kamu. Kamu istirahat di rumah!” pinta Yeriko sambil menggenggam pundak Yuna.

“Tapi ...”

“Percaya sama aku. Setelah kamu bangun, semuanya udah selesai!”

Yuna menggenggam tangan Yeriko. Ia sangat takut terjadi apa-apa dengan suaminya.

“Cha, kamu temenin Yuna. Jangan ke mana-mana sampai Riyan datang!” pinta Yeriko.

Icha menganggukkan kepala.

Yeriko, Chandra dan Lutfi bergegas menuju pusat perjudian yang terkenal di sebelah barat pusat kota.

 

(( Bersambung ... ))

 


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas