Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 225 - Berbesar Hati || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Chan, tolongin aku!” pinta Amara dengan langkah tertatih menghampiri Chandra.

Di belakang Amara, muncul beberapa orang preman bertubuh kekar yang sedang mengejar Amara.

“Chan, tolongin aku, please!” Amara berlutut di hadapan Chandra sambil memegang tangan Chandra. Ia menatap Iba, berharap Chandra bisa menolongnya.

Chandra menarik napas perlahan saat melihat luka yang ada di punggung Amara. Sementara, Jheni tak bisa berkata-kata. Ia melepaskan tubuhnya dari pelukan Chandra. Amara kembali dalam keadaan terluka seperti ini, apakah Chandra akan menolongnya dan kembali ke pelukan Amara?

“Heh, kalian siapa?” tanya Lutfi sambil menatap preman yang ada di hadapannya.

“Kami mau nagih hutang. Dia berhutang banyak sama kami dan sampai sekarang belum bisa bayar. Orang tua dia sangat kaya, kenapa nggak mau bayar hutang ke kami!?” sentak preman tersebut sambil menatap Amara.

“Chan, aku nggak tahu kalau Harry pinjam uang atas namaku. Mereka selalu ngejar-ngejar aku. Aku nggak tahu harus minta perlindungan ke siapa lagi. Cuma kamu yang bisa nolongin aku sekarang. Please, Candra!” pinta Amara yang semakin lemah.

Yeriko tersenyum kecil menatap beberapa preman yang ada di dalam ruangan tersebut. Ia tetap duduk santai tanpa ada keinginan untuk menanganinya.

Chandra menatap pimpinan preman yang ada di hadapannya. Wajah itu tak asing lagi, ia sangat mengenal David, raja judi se-Asia. Memiliki beberapa tempat judi offline dan online. Ia tidak tahu bagaimana Amara bisa berhubungan dengan preman-preman mengerikan tersebut.

“Dav, kasih aku waktu buat ngembalikan hutangnya Amara!” pinta Chandra.

Semua orang yang ada di ruangan itu langsung menatap Chandra.

“Bodoh!” maki Yeriko dalam hati. Ia menahan kesal karena Chandra justru membela Amara yang sengaja ia buat susah untuk memberinya pelajaran.

David tertawa kecil. “Aku bukan mau uang kamu. Aku mau uang dia!” tegasnya sambil menunjuk Amara.

Amara menunduk ke lantai. Matanya berkunang-kunang, tubuhnya terhuyung ke lantai, pandangannya semakin gelap. Suara-suara di ruangan itu samar-samar menghilang dari pendengarannya.

“Amara!” Chandra langsung mengangkat tubuh Amara. “Amara, bangun!” pintanya sambil menepuk pelan pipi Amara.

Amara tidak bereaksi, Chandra memeriksa denyut nadi Amara dan langsung menggendong tubuh Amara keluar dari ruangan tersebut.

“Dav, soal ini kita bicarakan nanti!” pinta Chandra sambil melewati tubuh David. “Aku harus bawa dia ke rumah sakit.”

Jheni sangat kecewa melihat sikap Chandra yang masih begitu memperdulikan Amara. Tapi, ia juga tidak bisa menyalahkan Amara jika melihat kondisi gadis itu memang sangat buruk.

 Yuna berdiri sambil berkacak pinggang menatap semua preman yang ada di ruangan itu. “Kalian udah ngerusak acaraku. Kenapa harus sekarang sih?” Yuna geram. Ia sendiri sangat bingung mengungkapkan kalimat apa yang tepat untuk memaki preman-preman tersebut.

Yeriko menarik lengan Yuna, memintanya untuk duduk di sisinya.

“Kalian pergi dari sini! Masalah ini, bisa kita bicarakan besok lagi,” perintah Yeriko.

David langsung membawa orang-orangnya keluar dari ruangan tersebut.

“Jhen, maaf ya! Aku bener-bener nggak nyangka kalau bakal kayak gini. Aku ... aku ...”

“Yun, kamu nggak salah, kok.” Jheni tersenyum sambil menatap Yuna. Perasaannya kini tak karuan, ia tidak tahu harus bahagia atau sedih. Ia sangat bahagia karena Chandra telah menyatakan cinta untuknya. Tapi di saat yang bersamaan, Amara muncul kembali dalam kehidupan Chandra dan membuat perasaannya tak karuan.

Icha dan Lutfi hanya saling pandang. Mereka juga tidak tahu bagaimana menghibur Jheni agar suasana hatinya menjadi lebih baik. Walau terus tersenyum, mereka bisa memahami kalau Jheni sangat kecewa terhadap Chandra.

“Jhen ...!” Yuna menghampiri Jheni, memeluk tubuh Jheni dengan mata berkaca-kaca. Walau terlihat baik-baik saja, ia tahu bagaimana kesedihan yang dialami oleh sahabatnya itu.

Jheni tersenyum, tapi ia tidak bisa menahan air matanya jatuh membasahi pipi.

Yuna menarik napas dalam-dalam. “Udah, jangan sedih ya!” pintanya sambil mengusap air mata Jheni. “Be positif! Mungkin, Chandra cuma mau nolong Amara doang.”

Jheni mengangguk sambil tersenyum.

“Ya udah, kita lanjutin acara ulang tahun kamu walau tanpa dia. Gimana?” tanya Yuna.

“Mmh ... lebih baik, kita susul mereka. Aku juga kepikiran sama keadaan Amara.”

“Eh!?” Yuna menatap semua orang bergantian. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. “Oke. Kita ke rumah sakit sekarang!”

Lutfi dan Yeriko saling pandang. Mereka enggan beranjak dari tempatnya.

Yuna merasa suasana menjadi sangat canggung. Yuna melangkah perlahan menghampiri Yeriko. “Ayo!” ajaknya sambil menarik lengan baju Yeriko.

“Kamu yakin, Jhen?” tanya Yeriko sambil menatap Jheni.

Jheni mengangguk sambil tersenyum.

“Oke.” Yeriko bangkit, mereka semua bergegas keluar dari ruangan dan langsung menuju ke rumah sakit tempat Chandra membawa Amara untuk mendapatkan perawatan.

“Chan, gimana keadaan Amara?” tanya Jheni begitu ia sampai di rumah sakit.

 

“Masih diperiksa sama dokter.”

 

Jheni tersenyum kecil. Ia duduk di kursi tunggu bersama Yuna dan yang lainnya.

 

Chandra menyandarkan kepalanya ke dinding.

 

Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruang pemeriksaan.

 

“Gimana keadaannya, Dok?” tanya Chandra.

 

“Baik-baik saja. Hanya shock sementara. Lukanya tidak terlalu parah. Tapi, tetap harus menginap untuk kami pantau perkembangannya.”

 

Chandra mengangguk tanda mengerti.

 

Dokter tersebut bergegas pergi.

 

Chandra dan Jheni masuk ke dalam ruangan untuk melihat keadaan Amara, diikuti oleh Yuna dan yang lainnya.

 

Amara langsung tersenyum begitu membuka mata begitu melihat Chandra ada di hadapannya.

 

“Chandra ...!” panggil Amara lirih.

 

Chandra tersenyum dan langsung menghampiri Amara. “Kamu udah sadar?”

 

Amara mengangguk. Matanya tertuju pada Jheni yang berdiri di belakang Chandra. Perasaannya sangat sakit saat melihat Chandra sudah memilih untuk bersama wanita lain.

 

“Kenapa bisa kayak gini?” tanya Chandra sambil menatap Amara.

 

“Aku nggak tahu kalau Harry pinjam uang atas namaku. Dia punya banyak hutang dan aku harus ikut bertanggung jawab sama hutang-hutang dia karena dia pakai namaku. Beberapa hari ini mereka terus ngejar-ngejar aku. Bahkan sampai bikin aku kayak gini. Mereka bener-bener mengerikan,” jelas Amara sambil menangis.

 

Yuna mengernyitkan dahi melihat cara Chandra menatap Amara. Sepertinya, Chandra masih belum bisa melupakan Amara. Terlebih saat melihat Amara menangis. Ia merasa kalau Amara sengaja membuat Jheni cemburu.

 

“Amara, kenapa kamu malah cari Chandra? Kenapa nggak minta perlindungan suami kamu tercinta itu? Kamu kayak gini, itu hukuman buat kamu karena kamu udah nyakitin Chandra,” tutur Yuna. Ia semakin tidak tahan melihat sahabatnya terus terluka.

 

“Aku tahu aku salah. Aku bener-bener nyesal sama keputusanku memilih Harry,” sahut Amara lirih. “Please, maafin aku, Chan!” Amara menatap pilu ke arah Chandra.

 

Chandra tersenyum sambil mengangguk kecil.

 

Yuna geram dengan sikap Chandra yang mudah luluh dengan permintaan Amara. Ia terus menatap Jheni yang terlihat sangat tenang. Ia benar-benar tidak mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini.

 

“Chan, tolong temenin aku malam ini!” pinta Amara.

 

Chandra menatap semua orang yang ada di ruangan tersebut. Ia bimbang menjawab pertanyaan Amara. Ia tidak  tega meninggalkan Amara yang sedang terluka, juga tak ingin menyakiti hati Jheni yang dengan setia menemaninya bangkit dari keterpurukan.

 

“Amara, kamu ini nggak punya perasaan dan nggak tahu diri!” sahut Yuna kesal. “Kamu udah nikah sama cowok lain. Sekarang kamu minta Chandra nemenin kamu. Kalian udah nggak asa hubungan apa-apa lagi,” cerocos Yuna.

 

“Aku tahu, Yun. Aku cuma minta temenin malam ini aja. Aku takut, preman-preman itu bakal nyari aku ke sini.”

 

Yuna mengerutkan hidungnya. Ia hampir saja menyemprot Amara, namun Jheni justru menahannya.

 

“Udah, Yun. Nggak baik berdebat di sini. Aku nggak papa, kok. Biar Chandra temenin Amara,” tutur Jheni.

 

Yuna mengernyitkan dahi menatap Jheni. “Kamu ...!?”

 

Jheni tersenyum sambil menarik lengan Yuna. “Chan, kami pulang dulu ya!” pamit Jheni sambil tersenyum.

 

Chandra tersenyum sambil mengangguk. “Hati-hati ya!”

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Scene kali ini bakal bikin senam jantung.

So, ikuti terus keseruan kisah Chan & Jhen ya!

Thank you so much... I Love you double-double

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas