“Cha,
ntar malam dateng ke Sangri-La ya!” pinta Yuna. “Ajak Lutfi juga!” lanjutnya
sambil mengunyah makanan di sela-sela makan siangnya di rumah Icha.
“Ada
acara apa, Yun?”
“Mau
kasih kejutan buat Jheni,” tutur Yuna sambil menatap layar ponselnya.
“Bukannya
semalam udah ngasih kejutan buat dia?” tanya Icha.
“Itu
kan kejutan dari kita. Kali ini kejutan spesial dari orang yang spesial.”
“Hah!?
Serius!? Si Chandra?”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum.
“Akhirnya
... Chandra mau nembak Jheni?” tanya Icha.
Yuna
mengedikkan bahu. “Mudahan aja, Cha. Aku masih nunggu chat dari Chandra nih.”
“Dia
ngerencanain sesuatu?”
“Emang
ini rencananya dia, Cha. Dari kemarin, dia nggak ada hubungi si Jheni sama
sekali. Makanya, dia juga sengaja nggak dateng semalam. Lihat!” Yuna
menyodorkan layar ponselnya ke wajah Icha. “Jheni udah uring-uringan. Hahaha.”
“Kasihan
banget sih Jheni. Kalian ngerjain dia sampai segitunya.”
“Ah,
kamu ini gimana sih Cha? Orang lagi ulang tahun itu harus dikerjain
habis-habisan. Hahaha.”
Icha
ikut tertawa kecil. Ia tahu, cara menyayangi sahabat bukanlah hanya dengan
membuatnya tertawa. Tapi juga dengan membuatnya menangis, menangis bahagia.
“Oh
ya, promil kamu gimana?” tanya Icha.
“Bagus.”
“Iih
... kok bagus?”
“Terus,
maunya jelek?”
“Ya
nggak gitu juga. Berhasil atau nggak?”
“Kalo
bagus, mudahan berhasil. Kemarin, udah periksa ke dokter. Kondisi rahimku udah
normal.”
“Wah
... mudahan cepet hamil ya! Aku nggak sabar pengen lihat anak kamu.”
Yuna
tersenyum kecil.
“Kalo
kamu udah hamil, kira-kira masih kerja atau nggak, Yun?”
“Mmh
....” Yuna melirik ke atas. “Lihat sikonnya.”
“Kayaknya,
Yeriko nggak akan ngebiarin kamu kerja ya?”
Yuna
tersenyum menanggapi ucapan Icha. “Yeriko bukan suami yang menahan istrinya
untuk berkembang. Tapi, dia juga mulai protektif. Mungkin, semuanya bakal beda
kalau aku sudah hamil nanti.”
“Seneng
kali, Yun. Kalo hamil lebih disayang sama suami. Katanya, suami bakal ngelakuin
apa aja demi anak yang ada di dalam perut.”
“Oh
ya?”
Icha
mengangguk. “Semua yang kamu minta pasti dikasih. Enak banget kalo orang
ngidam.”
“Hahaha.
Bisa minta apa aja ya? Ngidam pesawat jet keren kali ya? High class banget!”
sahut Yuna sambil tertawa.
“Yaelah,
suami kamu kan kaya raya. Kamu ngidam pesawat jet pasti dikasih.”
“Hahaha.
Nggak segitunya juga kali, Cha. Pemborosan banget!” sahut Yuna. “Padahal,
hari-hari cuma di rumah sama ke kantor. Beli pesawat jet buat apa?” mending
buat ngembangin bisnis dia.”
“Eh,
iya. Aku kemarin ada baca-baca majalah bisnis. Galaxy Group terus mengembangkan
bisnisnya ke banyak sektor. Eh, suami kamu kok bisa hebat banget sih? Bisnisnya
di ibukota juga berkembang pesat. Apa ada kemungkinan kalian bakal tinggal di
sana?”
Yuna
tertawa kecil. “Dia nggak pernah membicarakan soal tempat tinggal. Kayaknya,
dia udah nyaman sama rumah villa yang ada di sini. Buktinya, dia nggak mau
tinggal di rumah orang tuanya yang super mewah dan banyak pelayan itu.”
“Kenapa?”
Yuna
mengedikkan bahunya. “Mungkin, dia bisa lebih tenang. Aku juga ngerasa gitu
sih. Udah capek di kerjaan, pengen bisa istirahat di rumah tanpa gangguan orang
banyak. Waktu mama mertuaku ngirim banyak pelayan ke rumah, rasanya mau gila.
Hahaha.”
“Kamu
aneh, Yun. Dikasih fasilitas enak dan mewah, malah nggak mau.”
“Nggak
nyaman aja, Cha. Aku biasanya bebas, trus mau ngapa-ngapain dilihatin banyak
orang kayak gitu rasanya aneh.”
Icha
tertawa kecil. Mereka menyelesaikan makannya sambil terus berbincang asyik.
Tepat
jam tujuh malam ...
Jheni
keluar dari rumahnya dan bergegas menuju Sangri-La. Sesampainya di Sangri-La,
ia langsung menelepon Yuna.
“Halo,
Yun! Kamu di mana?”
“Aku
di private room nomor tiga. Buruan ke sini ya!”
“He-em.”
Jheni mengangguk dan langsung mematikan teleponnya. Ia bergegas menuju ruangan
yang dimaksud oleh Yuna.
Jheni
tertegun saat masuk ruangan yang gelap. Tak ada suara sedikitpun, bahkan suara
angin pun tak terdengar apalagi kehidupan.
“Aku
nggak salah ruangan kan?” batin Jheni. “Kok, Yuna nggak ada?” batin Jheni.
“Yun,
kamu nggak lagi ngerjain aku kan?” tanya Jheni hati-hati sambil melangkah
perlahan.
Tiba-tiba
lampu sorot menyala, cahayanya tertuju pada sosok pria yang duduk di kursi
sambil memetik senar gitar yang ada di pelukannya.
Jheni
tertegun saat mendengar lantunan gitar menggema ke seluruh ruangan.
“Awalnya
ku tak mengerti apa yang sedang kurasakan ... Segalanya berubah dan rasa rindu
itu pun ada ... sejak kau hadir di setiap malam di tidurku ... aku tahu sesuatu
sedang terjadi padaku.” Chandra melantunkan syair lagu cinta milik Roullete
sambil tersenyum menatap Jheni yang terpaku di tempatnya.
Jheni
terus tersenyum menatap Chandra yang menyanyikan sebuah lagu dengan suara
merdunya. Ia tak menyangka kalau pria yang dikenalnya sebagai pria yang super
cuek, memiliki sisi romantis juga.
“Sudah
sekian lama kualami pedih putus cinta ... dan mulai terbiasa hidup sendiri,
tanpa asmara ... dan hadirmu membawa cinta, sembuhkan lukaku ... kau berbeda,
dari yang kukira ... Aku jatuh cinta, kepada dirimu ...” Chandra tersenyum
tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Jheni.
Jheni
tertawa kecil, ia tak bisa lagi menyembunyikan perasaan bahagianya. Ia tak
menyangka kalau Chandra akan mengungkapkan perasaannya dengan sebuah lagu yang
sangat romantis.
Chandra
mengakhiri lagunya, ia menyandarkan gitar ke kursi. Melangkah perlahan
menghampiri Jheni yang masih terpesona dengan apa yang dilakukan oleh Chandra
malam ini.
“Jhen,
selamat ulang tahun!” ucap Chandra sambil menyodorkan hadiah kecil untuk Jheni.
Jheni
tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Ia menatap sepasang anting-anting
mutiara yang ada di tangan Chandra. “Ini buat aku?” tanya Jheni. Ia masih tak
percaya kalau Chandra akan memberikan hadiah untuknya.
Chandra
mengangguk sambil tersenyum. “Semoga kamu suka sama pemberian kecil dari aku.”
Jheni
mengangguk. “Suka banget!” sahutnya. “Pakein ya!” pintanya sambil tersenyum
manis.
Chandra
mengangguk. Ia mengambil anting-anting dari dalam kotak dan memasangkannya di
telinga Jheni.
Jheni
terus tersenyum sambil menatap wajah Chandra yang berjarak tak lebih dari
sepuluh senti dengan hidungnya. Perasaannya semakin tak karuan, ia tidak tahu
kata apa yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini.
Chandra
tersenyum saat ia selesai memakaikan anting-anting di telinga Jheni. Gadis itu
terlihat sangat cantik. Bukan hanya cantik, tapi juga sangat ...?
Yuna,
Icha, Lutfi dan Yeriko ikut tersenyum dari balik kegelapan saat melihat Chandra
dan Jheni penuh cinta.
Chandra
terus menatap manik mata Jheni tanpa kata. Ia semakin mendekatkan wajahnya. Ia
merasa, ada medan magnet yang terus menariknya, hingga bibirnya menyentuh bibir
Jheni yang begitu manis.
Jheni
tertegun, ia tidak tahu bagaimana memberikan reaksi untuk tindakan Chandra kali
ini. Apakah ini artinya ... Chandra juga mencintainya?
Chandra
melepas bibirnya perlahan. Ia tersenyum kecil karena Jheni tidak menolak
ciumannya. Dengan cepat, ia menarik tengkuk Jheni dan mengulum bibirnya penuh
cinta.
“Aargh
...!” Yuna berteriak tanpa suara saat melihat Chandra dan Jheni berciuman
panas. Ia langsung memeluk lengan Yeriko yang berdiri di sampingnya sambil
melompat kegirangan.
Yeriko
tertawa kecil melihat kebahagiaan yang terpancar dari istrinya. Ia menoleh ke
belakang, melihat Lutfi dan Icha yang juga ikut berciuman.
Yeriko
langsung menyalakan saklar lampu yang ada di sebelahnya. Seketika seluruh
ruangan berubah menjadi terang benderang.
Lutfi
melepas ciumannya, begitu juga dengan Chandra.
“Kalian
di sini!?” seru Jheni sambil menoleh ke arah Yuna dan tiga orang yang
bersamanya.
Yuna
mengangguk sambil tersenyum menggoda.
Jheni
menahan tawa sambil menggigit bibir bawahnya. Ia menundukkan kepala. “Astaga,
malunya!” gumamnya lirih.
Chandra
tersenyum kecil. Ia merengkuh Jheni ke dadanya. “Malu kenapa?”
Yuna
bertepuk tangan riang melihat kemesraan Jheni dan Chandra. “Akhirnya ... kalian
bersatu juga.”
BRAAK
...!
Semua
orang langsung menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka.
Amara
menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil membungkuk. Penampilannya terlihat
sangat kacau, rambut acak-acakan dan pakaiannya sangat berantakan. Ia langsung
menoleh ke arah Chandra yang sedang merangkul Jheni.
“Kenapa
dia bisa ke sini?” Yuna membelalakkan mata sambil menatap Yeriko.
Semua
orang menggelengkan kepala. Amara tidak ada dalam rencana mereka, bagaimana
gadis itu bisa mengetahui keberadaan Chandra? Apakah dia ...?
Yuna
benar-benar kesal dengan kehadiran Amara.
(( Bersambung ... ))
Uuch ... part.nya bikin deg-degan ...
Dukung terus cerita ini , biar aku makin semangat bikin cerita yang lebih
seru dan lebih manis lagi. Jiayou!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment