“Lek, satenya
masih ada?” tanya Yuna begitu sampai di warung satai tempat ia biasa nongkrong
bersama Jheni.
“Masih. Mau
berapa?”
“Seratus dua puluh
tusuk,” jawab Yuna.
“Banyak banget,
Yun?” tanya Jeni.
“Kan buat
bertiga.”
“Bertiga gimana?
Suami kamu aja nggak mau turun dari mobil.”
“Kalo satenya udah
mateng, baru dia turun dari mobil. Biasanya begitu.”
“Kenapa?”
“Dia nggak nyaman
sama orang asing.”
“Hmm ... tuan muda
banget,” celetuk Jheni.
Yuna tersenyum, ia
mengajak Jheni untuk duduk di salah satu meja yang masih kosong. Sesekali, ia
melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.
“Kamu kenapa? Dari
tadi ngelihatin jam mulu?” tanya Jheni. “Udah mau pulang?”
Yuna mengangguk.
“Tapi, perut aku laper banget.”
“Dibungkus aja
kali, Yun. Kalian bisa makan di rumah.”
“Mmh ... emang
nggak papa kalo kamu ditinggal sendirian?”
“Nggak papa,”
jawab Jheni. “Kalo kamu tega,” lanjutnya.
“Hmm ... yang
terakhir ini nih yang nggak ngenakin.”
“Hehehe.” Jheni
meringis ke arah Yuna.
Waktu terus
berjalan. Yuna sesekali melihat jam dan menunggu pesan dari Icha.
Beberapa menit
kemudian, satai pesanan mereka sudah terhidang di atas meja. Yuna segera
memanggil suaminya untuk bergabung ke meja.
“Jhen, besok malam
rayain ulang tahun kamu di Sangri-La aja ya!” pinta Yuna.
“Nggak usah, Yun.
Di rumah aku aja.”
“Ah, di rumah kamu
nggak bebas. Nggak enak kalo sampe ganggu tetangga. Ntar aku pesenin private
room. Kita kan bisa lebih bebas.”
“Mmh ... tapi
....” Jheni menggigit bibirnya.
“Udahlah. Nggak
usah kebanyakan mikir!” sahut Yuna. Ia melirik jam di tangannya. Dua puluh
menit lagi, tepat pergantian malam. Ia menoleh ke arah Yeriko yang makan di
sebelahnya. Ia langsung menyenggol lengan Yeriko.
“Eh!? Kenapa?”
tanya Yeriko.
Yuna memainkan
matanya.
“Oh.” Yeriko
langsung menghentikan makannya. Ia bangkit dari tempat duduk dan membayar
makanan yang mereka pesan.
“Jhen, ayo
pulang!” ajak Yuna.
“Mmh ... aku
pulang naik taksi aja, Yun.”
“Kenapa? Ada
tumpangan gratis, nggak mau dimanfaatkan?”
“Rumah aku udah
deket, Yun. Lagian, rumah kita nggak searah.”
“Mmh ...” Yuna
berpikir sejenak. “Kalau aku balik duluan ...?” batin Yuna sambil menggigit
bibirnya.
“Ah, rumah kamu
deket aja, Jhen. Biar kami antar kamu dulu. Oke?”
“Yakin, nggak
papa? Ntar kalian pulangnya kemalaman.”
“Nggak papa,”
sahut Yeriko sambil membukakan pintu mobil.
Mereka bergegas
masuk ke mobil dan melaju menuju rumah Jheni.
“Yun, bonekanya
nggak usah dibawa ke rumahku!” protes Jheni saat melihat Yuna mengeluarkan
boneka beruang dari dalam mobil.
Yuna mengerutkan
alis sambil memonyongkan bibirnya. “Pelit!” dengusnya kesal.
“Yer, emangnya di
rumah kamu itu bener-bener nggak boleh ada barang kayak gitu? Cuma satu boneka
beruang aja kalian nggak mau ngerawat, gimana kalau punya anak?” sahut Jheni
kesal sambil memasukkan kunci ke lubang pintu.
Yuna mengerdipkan
matanya ke arah Yeriko.
“Boneka sama anak
itu dua hal yang berbeda,” sahut Yeriko sambil mengikuti langkah Yuna dan
Jheni.
“Sama aja. Malah
ribet si anak,” celetuk Jheni sambil mendorong gagang pintu rumahnya.
DUAR ...!
DUAR ...!
DUAR ...!
“Aargh ...!” Jheni
berteriak karena di dalam rumahnya tiba-tiba ada suara petasan yang meledak.
“Happy Birthday!”
seru Icha dan Lutfi yang sudah ada di dalam rumah saat Jheni menyalakan saklar
lampu rumahnya.
“Kalian ...?”
Jheni mengernyitkan dahi sambil menatap seluruh ruangan yang kotor karena party
popper yang digunakan oleh Lutfi dan Icha. Ia memutar kepalanya menatap Yuna
yang tersenyum di belakangnya.
“Happy Birthday
kesayangan aku!” seru Yuna sambil memeluk tubuh Jheni.
Jheni tersenyum
bahagia. “Makasih ya, Yun. Kamu udah nyiapin kejutan tengah malam begini.”
“Mmh ... sudah
lama banget nggak ngerayain ulang tahun bareng,” tutur Yuna sambil mengeratkan
pelukannya.
“Harusnya, kalian
nggak perlu ngelakuin hal kayak gini!” pinta Jheni sambil menyibakkan
kertas-kertas yang berserakan di lantai rumahnya. “Kalian harus bersihkan ini!”
“Hah!? Jhen, ini
kejutan ulang tahun buat kamu. Bukannya bahagia, malah nyuruh kami beresin
rumah?” sahut Icha.
“Kalian yang
kotorin.”
“Nggak bisa. Tetep
yang ulang tahun yang harus beresin!” tegas Yuna sambil bergegas masuk ke dalam
rumah Jheni.
“Wah ...! Kalian
berdua memang yang paling bisa diandalkan,” seru Yuna sambil menghampiri meja
makan, semuanya penuh dengan makanan lezat yang telah disiapkan oleh Icha dan
Lutfi.
“Jhen, ayo kita
tiup lilin dulu!” ajak Icha sambil menarik lengan Jheni menuju meja.
Jheni tersenyum.
Semua orang terlihat sangat bahagia memberikan kejutan tengah malam untuk
Jheni.
“Jhen, make a wish
dulu!” pinta Yuna saat Jheni sudah duduk manis di depan kue ulang tahunnya.
Jheni mengangguk.
Ia memejamkan mata sembari mengucapkan harapan-harapan terbaiknya dalam hati.
Jheni menarik napas panjang, ia membuka mata perlahan dan meniup semua lilin
yang menyala.
“Jhen, selamat
ulang tahun ya!” tutur Yuna sambil tersenyum ke arah Jheni. “Semoga panjang
umur, sehat selalu, makin dewasa, makin banyak rejekinya, cepet dapet jodoh dan
makin sayang sama aku!”
Yeriko tertawa
kecil melihat sikap lucu istrinya.
“Yun, kamu sudah
bersuami, masih aja se-imut dan semanja ini.” Jheni mengacak ujung kepala Yuna.
“Emangnya aku
manja?” tanya Yuna sambil bersandar di bahu Yeriko.
Yeriko mengangguk
sambil menjepit hidung Yuna. “Manja banget!” sahutnya gemas.
Lutfi dan Icha
tersenyum melihat kemesraan Yuna dan Yeriko.
“Jhen, selamat
ulang tahun ya! Semoga mendapatkan semua kebaikan Allah di tahun-tahun
berikutnya,” tutur Icha sambil tersenyum ke arah Jheni. “Aku belum lama
mengenal kalian, tapi rasanya sudah seperti keluarga sendiri.”
Jheni langsung
memeluk tubuh Icha. “Makasih, Cha! Itu karena kamu gadis yang sangat baik.”
Lutfi tersenyum
melihat kebahagiaan tiga sahabat yang ada di hadapannya itu. “Selamat ya, Jhen!
Mudahan, Chandra cepet nembak kamu.”
Jheni langsung
melempar potongan kue ke arah Lutfi.
“Nah, kan ...
lempar makanan lagi?” Lutfi mengibaskan kemejanya yang sedikit kotor dengan
jemari tangannya.
Jheni terkekeh
melihat reaksi Lutfi. “Lagian, kamu ngerusak suasana aja.”
“Kenapa? Karena
malam ini dia nggak datang buat kamu? Pasti, kamu ngarepin kalau dia orang
pertama yang ngucapin ulang tahun buat kamu kan?” goda Yuna.
Jheni menahan
senyuman di bibirnya. Ia harap, pipinya yang tersipu tidak bersemu merah.
“Sabar ya, Jhen!”
Yuna meraih tangan Jheni. “Semoga aja, tahun depan kalian sudah jadi pasangan
yang sah dan dikasih anak yang lucu-lucu.”
“Kamu mikirnya
kejauhan, Yun. Sampai sekarang aja, Chandra masih belum ngasih kejelasan soal
hubungan kami,” tutur Jheni lirih.
Yuna menatap wajah
Jheni sejenak. Walau bagaimanapun, hari ini adalah hari ulang tahun Jheni. Ia
dan Icha hadir dengan pasangannya masing-masing. Sementara, hubungan Jheni
dengan Chandra masih mengambang.
Yuna meraih tangan
Jheni perlahan dan menggenggamnya. “Jhen, akan ada saatnya kamu harus
memutuskan untuk terus berjuang atau berhenti. Aku harap, kamu nggak lelah buat
nunjukkin perasaan kamu ke dia. Sampai dia sadar, kalau kamu wanita terbaik
dari semua wanita yang dia kenal walau pada akhirnya harus berakhir
menyakitkan.”
Jheni mengangguk
kecil. Ia memaksa bibirnya untuk tersenyum di hadapan Yuna.
“Ah, sudahlah. Ini
hari ulang tahun kamu. Jangan bicarain sesuatu yang bikin sedih!” pinta Yuna.
Jheni mengangguk.
Ia mulai melontarkan candaan kepada Yuna. Mereka sangat bahagia bisa memberikan
kejutan kecil untuk Jheni.
Yuna tersenyum
menatap kebahagiaan yang terpancar dari wajah Jheni. “Kejutan awal, masih ada
kejutan selanjutnya ...” batinnya dalam hati.
(( Bersambung ... ))
Dukung terus cerita ini dbiar aku makin semangat bikin cerita yang lebih
seru dan lebih manis lagi. Jiayou!
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment