Tuesday, May 20, 2025

Perfect Hero Bab 221 - Kabar Bahagia || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yun, kenapa muka kamu pucat banget?” tanya Yeriko sambil menangkup wajah Yuna saat ia menjemput Yuna di kantornya.

 

“Nggak papa,” jawab Yuna sambil memasang safety belt di pinggangnya.

 

“Aku kan udah bilang, kalau masih nggak enak badan, nggak usah masuk kerja.”

 

“Kemarin udah nggak masuk. Kerjaan aku numpuk,” jawab Yuna sambil menyandarkan kepalanya ke kursi.

 

“Ck, aku kan udah bilang, nggak usah masuk kerja!” sahut Yeriko sambil menjalankan mobilnya perlahan.

 

“Nggak usah ngomel!” sahut Yuna kesal. “Tadi pagi, aku udah baik-baik aja. Abis makan, keluar semua isi perutku,” lanjutnya kesal.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Kenapa jadi lebih galak dari aku?” batinnya. Ia melirik Yuna yang duduk di sebelahnya. “Mual? Perubahan suasana hati, pemarah? Jangan-jangan ... dia mulai ...?” batin Yeriko sambil menoleh ke arah Yuna. Ia langsung menginjak rem mobil.

 

“Yer, kenapa berhenti mendadak? Kalo ada kendaraan di belakang gimana?” omel Yuna sambil menoleh ke belakang mobilnya.

 

“Yun, kamu masih mual?”

 

“Sekarang nggak, cuma lemes aja.”

 

“Yes!” Yeriko tersenyum senang, ia melepas safety belt. Ia memeluk Yuna dan mencium wajah Yuna bertubi-tubi.

 

Yuna mengerutkan wajahnya. “Kamu ini kenapa, sih? Istrinya sakit malah kesenangan?” Yuna mendorong tubuh Yeriko menjauh.

 

“Kita ke rumah sakit sekarang!” Yeriko kembali memasang safety belt dan melajukan mobilnya.

 

“Nggak usah ke rumah sakit. Aku nggak papa, Yer.”

 

Yeriko tersenyum sambil menoleh ke arah Yuna. Ia tidak peduli dengan permintaan Yuna. Ia tetap melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan, senyuman di bibirnya tak hilang sedetikpun.

 

Beberapa menit kemudian, mereka tiba di rumah sakit. Yeriko berdiri di depan mesin antrian sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Saking senangnya, ia lupa kalau pelayanan di rumah sakit terbatas kecuali untuk keadaan darurat. Ia tidak mungkin memasukkan istrinya lewat ruang IGD.

 

Yeriko menoleh ke arah Yuna yang berdiri di belakangnya. Kemudian, ia berpikir bagaimana memeriksakan istrinya sekarang juga.

 

Yuna tertawa kecil menatap suaminya yang terlihat konyol. “Yer, ini udah sore. Antrian udah habis. Besok baru bisa ambil antrian lagi. Mau nunggu di sini sampai besok?”

 

Yeriko terdiam. Ia menghampiri meja resepsionis rumah sakit. “Mbak, kalau mau periksa harus pakai nomor antrian?” tanya Yeriko.

 

“Iya, Pak. Mau periksa apa ya?”

 

“Kandungan,” jawab Yeriko.

 

“Besok ke sini lagi ya, Pak. Dokternya sudah pulang. Kalau nggak bisa nunggu sampai besok, bisa ke klinik praktik dokternya.”

 

“Ada kartu nama dokternya?”

 

“Ada.” Petugas resepsionis memberikan kartu nama kepada Yeriko.

 

“Makasih, Mbak!” Yeriko menoleh ke arah Yuna yang menatapnya dari kejauhan. Yeriko tersenyum, melangkah menghampiri istrinya.

 

“Gimana?” tanya Yuna sambil menahan tawa. Ia masih tidak mengerti kenapa suaminya bisa terlihat begitu konyol. Bukankah, ia bisa dengan mudah membuat janji dengan dokter keluarga kalau memang ingin melakukan pemeriksaan?

 

Yeriko tidak menjawab pertanyaan Yuna. Ia merangkul pinggang Yuna dan membawanya kembali ke dalam mobil.

 

“Kita ke dokter praktek aja,” tutur Yeriko sambil memasang safety belt ke pinggangnya.

 

“Yer, bukannya kamu punya dokter keluarga yang bisa dipanggil setiap saat buat datang ke rumah? Nggak perlu serepot ini kan?” tanya Yuna.

 

Yeriko melirik ke atas. “Bener juga ya?” batinnya dalam hati. “Tapi, dia dokter umum. Bukan dokter spesialis,” jawab Yeriko sambil menatap Yuna.

 

“Nggak papa. Lagian, aku cuma pusing sedikit aja.”

 

“Nggak bisa. Kita harus ke dokter spesialis.”

 

“Yer, aku ini nggak sakit parah. Buat apa ke dokter spesialis?”

 

“Spesialis kandungan.”

 

Yuna membelalakkan matanya. Ia baru menyadari kalau sejak kemarin sudah mengalami perubahan dan sering mual. “Apa aku bisa hamil secepat ini?” batin Yuna sambil tersenyum.

 

Yeriko tersenyum sambil mengusap ujung kepala Yuna. Ia melajukan mobilnya ke alamat yang tertera di kartu nama yang ia pegang.

 

Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di tempat praktek dokter kandungan.

 

Yuna dan Yeriko menanti dengan hati berdebar.

 

“Yer, gimana kalau nggak hamil?” tanya Yuna pesimis. Ia melihat Yeriko yang begitu antusias menanti kehamilannya. Ia khawatir, akan membuat kecewa suaminya. Ia tidak yakin bisa hamil secepat ini.

 

Yeriko tersenyum kecil. “Nggak papa. Kita masih bisa usaha. Setidaknya, aku harus tahu perkembangan rahim kamu.”

 

Yuna mengangguk.

 

“Ibu Fristi Ayuna!” Suara asisten dokter memanggil nama Yuna, mereka berdua bergegas masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

 

“Gimana, Dok? Apa istri saya hamil?” tanya Yeriko usai dokter memeriksa Yuna.

 

 

 

Dokter tersebut menggelengkan kepala.

 

 

 

Yuna dan Yeriko saling pandang. Wajah mereka berubah muram.

 

 

 

Yeriko menggenggam tangan Yuna. Ia tidak ingin istrinya semakin murung dan membuat kondisi rahimnya semakin buruk. “Nggak papa. Kita masih bisa usaha lagi,” tuturnya lirih.

 

 

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

 

 

Dokter tersebut tersenyum ke arah Yuna dan Yeriko. “Kabar baiknya ... kondisi rahim Bu Yuna sudah normal. Artinya, embrio sudah bisa berkembang dengan baik jika hormon progesteron Bu Yuna tidak kembali menurun. Setelah pembuahannya berhasil, Bu Yuna bisa hamil.”

 

 

 

“Beneran, Dok?” Yuna dan Yeriko saling pandang. Mereka tidak bisa menutupi rasa bahagia dalam hati mereka.

 

 

 

“Yun, aku bilang apa, kita pasti bisa punya anak.” Yeriko langsung memeluk erat tubuh Yuna.

 

 

 

Dokter tersebut tersenyum melihat kebahagiaan dan kemesraan sepasang suami istri di hadapannya itu. “Semoga kalian bisa segera punya anak!” ucapnya lembut.

 

 

 

Yuna dan Yeriko mengangguk sambil tersenyum.

 

 

 

“Aamiin ...!” seru Yuna penuh bahagia.

 

 

 

“Oh ya, Dok ... ngomong-ngomong, kenapa istri saya akhir-akhir ini sering mual ya?”

 

 

 

“Nggak papa. Cuma masuk angin biasa. Nanti, saya kasih obat. Harus banyak istirahat ya!

 

 

 

“Oh.” Yeriko mengangguk-anggukkan kepala. “Kalo gitu, kami pamit pulang dulu!”

 

Dokter tersebut mengangguk.

 

Yuna dan Yeriko bergegas meninggalkan klinik dan kembali ke rumah.

 

“Mmh ... Yer, ada undangan nikahan Lian sama Bellina. Mau dateng atau nggak?” tanya Yuna saat mereka sudah di perjalanan pulang.

 

“Nggak usah.”

 

Yuna tersenyum. “Baguslah. Aku juga nggak mau datang. Kebetulan, hari itu ulang tahunnya Jheni. Gimana, kalau kita rayain ulang tahunnya Jheni bareng-bareng?”

 

“Boleh.” Yeriko mengangguk kecil.

 

“Mmh ... bagusnya, bikin surprise gimana ya?” tanya Yuna sambil berpikir.

 

“Pura-pura nggak ingat hari ulang tahunnya dia. Terus, kasih kejutan pesta kecil.”

 

“Ah, kamu garing banget!”

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Biasanya begitu kan?”

 

“Iya, tapi itu cara udah basi. Kalo aku pake cara begituan, udah nggak mempan ke Jheni.”

 

“Terus?”

 

“Mmh ... kayaknya, perlu bantuan Chandra buat ngasih kejutan ke Jheni.”

 

“Telepon aja si Chandra!” pinta Yeriko.

 

Yuna mengangguk. Ia mulai memikirkan rencana untuk memberi kejutan ulang tahun Jheni. Ia ingin, memberikan kejutan yang tidak akan pernah terlupakan. Yuna terus tersenyum membayangkan kejutan manis yang akan ia siapkan untuk sahabatnya.

 

(( Bersambung ... ))

 

Uch, hari ini PH turun rank lagi , bikin aku lemesh ...

Makasih udah baca sampai di sini, dukung terus Mr. And Mrs. Ye, ya!

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas