“Kek, Kakek harus dengerin omonganku!” seru Bellina. Ia
berusaha melepaskan diri dari tangan ajudan yang menarik lengannya. “Lepasin
aku!” sentak Bellina.
“Lepasin!” perintah Kakek Nurali pada ajudannya. “Saya
menghargai kamu karena masih keluarga Yuna. Tapi, melihat kamu seperti ini,
bikin saya muak!” tuturnya sambil menatap Bellina.
Bellina menatap sengit ke arah Kakek Nurali.
“Kalau kamu masih terus mengganggu Yuna dan keluarga kami,
saya akan buat semua keluarga kalian menyesal!”
“Kakek yang bakal menyesal karena sudah memelihara
perempuan jalang kayak dia!” sahut Bellina semakin kesal. Ia tidak bisa
membiarkan Yuna menjalani kehidupan yang baik dan bahagia. “Dia bahkan mau
menjual diri demi uang!”
Yuna tidak tahan mendengar ucapan Bellina yang semakin
buruk. Ia melepaskan diri dari pelukan Yeriko dan langsung bangkit menghadapi
Bellina.
“Bel, kamu jangan sembarangan kalo ngomong!” sentak Yuna.
“Kamu terus-terusan jelekin aku di depan semua orang. Kamu sadar atau nggak sih
kalau kita ini saudara, Bel? Aku nggak pernah ngejelek-jelekin kamu di depan
orang lain. Kamu bisa ngerti nggak perasaanku selama ini?”
Bellina mengeratkan bibirnya sambil menatap Yuna penuh
kebencian. “Aku nggak peduli lagi sama perasaan kamu. Gara-gara kamu, sekarang
Lian mulai jauhin aku. Kamu udah ngerusak hubungan aku sama Lian!” seru
Bellina.
“Bel, jelas-jelas kamu yang ngerusak hubungan aku duluan.
Kamu sudah lupa Lian itu dulunya siapa? Dia pacar aku, Bel. Tujuh tahun kamu
jadi selingkuhannya dia.” Yuna melangkah mendekat ke arah Bellina. “Kamu masih
nggak sadar juga kalau kamu yang udah ngerusak hubungan orang, hah!?” sentak
Yuna sambil mendorong dada Bellina.
“Yun, nggak usah diladeni!” pinta Yeriko.
Yuna menahan air mata yang siap tumpah membasahi pipinya.
“Bel, kamu nggak pernah ngerti perasaan aku. Gimana kalau kamu yang ada di
posisi aku, Bel? Gimana?” tanya Yuna berlinang air mata.
“Kamu udah ambil Lian dari aku,” tutur Yuna sambil
tersenyum. “Aku udah relain dia buat kamu. Mama kamu juga yang jual aku ke
Direktur Lukman. Kalau bukan Yeriko yang nolongin aku, sampai sekarang aku
masih jadi budak kalian.” Yuna mengusap air matanya yang jatuh.
Yeriko menarik tubuh Yuna ke belakangnya. Ia tidak ingin
Yuna bersedih hanya karena sikap kakak sepupunya yang keterlaluan.
“Kami udah tahu semuanya. Semua kejahatan yang udah kalian
lakukan ke istriku di masa lalu. Aku nggak akan ngebiarin kalian menyakiti Yuna
lagi!” Yeriko
mengangkat dagu, matanya berapi-api menatap Bellina.
“Denger baik-baik!” pinta Yeriko. “Aku bakal bantu Yuna
merebut kembali perusahaan ayahnya yang sudah kalian ambil. Aku pastikan,
Wijaya Group akan kembali ke tangan Yuna!” tegas Yeriko.
Bellina gelagapan. Ia tidak menyangka kalau Yuna masuk ke
perusahaan Lian untuk mengambil kembali perusahaan ayahnya. Ia tidak bisa
membiarkan semua itu terjadi. Ia tidak ingin Lian dan keluarganya jatuh miskin.
“Oh, jadi Yuna masuk ke perusahaan Lian emang mau jadi
mata-mata doang?” sahut Bellina.
Yeriko tersenyum kecil. “Yuna kerja di perusahaan Lian atau
nggak. Aku tetep bisa ambil alih perusahaan itu lagi!” tegas Yeriko.
“Aku nggak akan ...”
“Bawa dia pergi dari sini!” perintah Nurali pada ajudannya.
Ajudan tersebut mengangguk dan langsung menarik lengan
Bellina keluar dari restoran tersebut.
“Awas kamu, Yun. Aku nggak akan ngebiarin kamu hidup
bahagia,” batin Bellina sambil menatap pintu restoran. Ia merasa perlakuan Lian
terhadap dirinya mulai berubah. Mamanya juga sangat acuh terhadap hubungan dia
dan Lian, tidak mendukung dan tidak mendorong jauh.
Bellina memegang perutnya yang tiba-tiba terasa ngilu. Ia
melangkah perlahan meninggalkan restoran tersebut.
Di restoran, Yeriko menenangkan Yuna yang masih terlihat
bersedih.
“Sayang, jangan terlalu dipikirkan ya!” Yeriko berbisik.
“Kamu mau makan apa?” Ia mengambilkan beberapa dessert untuk Yuna.
Yuna menunduk sambil memijat kepalanya yang terasa
berdenyut.
“Kamu jangan terlalu memikirkan ucapannya yang tidak
beradab itu!” pinta Nurali. “Kakek akan bantu kalian menyelesaikan mereka.”
Yuna mengangkat kepalanya menatap Kakek Nurali. Ia meneguk
air putih yang ada di hadapannya. “Nggak perlu, Kek! Mereka keluargaku, biar
aku yang hadapi sendiri.”
“Kamu yakin?”
Yuna mengangguk. Ia kembali memijat keningnya yang
berdenyut.
“Kamu nggak papa?” tanya Yeriko.
“Nggak papa. Cuma ... agak pusing sedikit.”
“Ya sudah, kita pulang aja!”
Yuna mengangguk kecil.
“Kek, kami pulang dulu!” pamit Yeriko.
“Iya. Jangan sampai dia kelelahan!” pinta Nurali.
Yeriko mengangguk. Ia memapah Yuna keluar dari restoran.
“Yun, gimana kalau kita ke rumah sakit dulu?” tanya Yeriko
setelah masuk mobil dan memasangkan safety belt ke pinggang Yuna.
“Nggak usah, langsung pulang aja! Cuma pusing sedikit,
kok.”
“Yakin?”
Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko menyalakan mesin mobil dan melaju menuju rumahnya.
“Yer, mobil ini pakai parfum apa sih? Baunya nggak enak
banget!”
Yeriko mengernyitkan dahi. “Lavender. Biasanya juga pakai
parfum ini.”
“Kok, baunya kayak gini?”
Yeriko mengendus aroma mobilnya. “Baunya lavender emang
kayak gini.”
“Biasanya nggak kayak gini baunya,” sahut Yuna.
“Besok, aku suruh Riyan ganti. Kamu mau aroma apa?”
“Terserah aja. Asal jangan yang kayak gini!” pinta Yuna
sambil menyandarkan kepalanya.
“Umh.” Yeriko hanya melirik sikap istrinya yang sedikit
rewel. Biasanya, dia tidak pernah memperdulikan aroma parfum mobilnya.
Yuna merogoh ponsel di dalam tasnya. Ia mengirimkan pesan
kepada Citra karena ia tidak bisa kembali ke tempat kerjanya lagi. Ia kembali
mengetuk-ngetuk kepalanya yang masih berdenyut.
“Kamu yakin nggak papa?”
“Nggak papa. Dibawa tidur sebentar, paling udah sembuh.”
“Ck, lain kali jangan ketemu sama kakak sepupu kamu itu
lagi!” pinta Yeriko.
“Maunya nggak ketemu, tapi dia yang selalu datangi aku
duluan.”
“Aku nggak bisa lihat kamu kayak gini terus. Gimana kalau
...”
“Jangan berpikir macam-macam!” pinta Yuna. “Aku nggak suka
sama kelakuannya dia. Kalau aku mau balas dia, apa bedanya aku sama dia?”
“Yun, aku pasti bantu kamu buat ambil alih perusahaan ayah
kamu.”
“Sebentar. Aku masih belum bisa mikir.”
Yeriko memilih diam. Sepertinya, pertengkaran Bellina dan
istrinya kali ini cukup mempengaruhi suasana hati istrinya. Ia terus melajukan
mobilnya hingga berhenti teoat di pekarangan rumahnya.
Yuna keluar dari mobil perlahan. Langkahnya tak teratur dan
sedikit terhuyung.
Yeriko buru-buru keluar dari mobil dan langsung meraih
pundak Yuna agar tak terjatuh. Ia tak sabar memapah Yuna melangkah masuk ke
dalam rumahnya. Ia bergegas menggendong Yuna sampai ke tempat tidur.
“Tidur ya! Aku carikan obat buat kamu.”
“Nggak usah!” pinta Yuna. “Aku nggak boleh minum obat
sembarangan. Minta tolong Bibi, bikinkan aku teh hangat. Nggak usah pakai
gula!” pinta Yuna.
Yeriko bergegas turun ke dapur. Ia membuatkan teh hangat
untuk Yuna tanpa harus meminta bantuan dari Bibi War.
(( Bersambung ... ))
Uch, hari ini PH turun rank lagi , bikin aku lemesh ...
Makasih udah baca sampai di sini, dukung terus Mr. And Mrs. Ye biar nggak
turun dari Rank Star ya. Biar aku juga semangat bikin ceritanya lebih seru
lagi. Makasih untuk semua atas dukungannya.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi

0 komentar:
Post a Comment